Irjen PKP Ingatkan, Manipulasi Data Debitur KUR Perumahan Adalah Tindak Pidana Korupsi

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) akan menindak tegas dan melaporkan ke pihak berwajib, pihak-pihak yang memanipulasi data calon penerima KUR Perumahan atau Kredit Program Perumahan (KPP).
Karena itu, para petugas penyalur KPP dari perbankan diminta benar-benar melakukan verifikasi terhadap data calon penerima atau debitur KPP sehingga penyalurannya tepat sasaran.
“Saya mengingatkan kepada calon penerima dan petugas bank penyalur KPP dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), untuk menghindari tindak pemalsuan data dokumen dan tindak pidana korupsi,” kata Inspektur Jenderal Kementerian PKP Heri Jerman dalam acara Sosialisasi Kredit Program Perumahan (KPP) dan FLPP di Graha Purva Praja Malang, Arjowinangon, Kecamatan Kedung Kandang, Kota Malang, Rabu (22/10/2025).
KPP adalah kredit bersubsidi untuk para developer, kontraktor dan toko bangunan UMKM yang menggarap pembangunan rumah, serta perorangan yang ingin membeli, membangun atau merenovasi rumah untuk tujuan usaha.
KPP dilansir untuk mendukung capaian Program 3 Juta Rumah. Bunga KPP disubsidi pemerintah, sehingga debitur cukup membayar bunga 5 persen per tahun selama tenor kredit maksimal 5 tahun.
Pemerintah menyediakan dana hingga Rp130 triliun untuk KPP. Karena bunganya yang sangat rendah itu, para pelaku UMKM pun merespon KPP dengan antusias.
Baca juga: Tertarik Ambil KUR Perumahan? Simak Kriteria dan Persyaratannya
Mengutip keterangan tertulis Kementerian PKP, Kamis (23/10/2025), sosialisasi KPP dan FLPP di Malang itu dihadiri ratusan pengembang, penyedia jasa konstruksi, dan pedagang bahan bangunan UMKM serta perorangan yang membuka usaha di rumah.
Menurut Heri Jerman, anggaran KPP dan FLPP berasal dari keuangan negara. Karena itu segala tindakan penyaluran kedua kredit program itu yang melanggar aturan, akan ditindak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
“Kementerian PKP mengajak seluruh pihak terkait untuk mensukseskan penyaluran KPP, dan menjaga integritas dalam menjalankan tugasnya, karena setiap anggaran KPP dan FLPP harus bisa dipertanggungjawabkan dengan baik,” ujar Heri.
Ia juga mengingatkan pengembang UMKM yang membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), agar melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang berlaku. Ada beberapa hal yang jika dilakukan pengembang, bisa ditindak secara pidana umum dengan pasal penipuan atau penggelapan.
“Misalnya, pengembang tidak melaksanakan pembangunan perumahan setelah pembeli melunasi uang muka. Pengembang menjual unit rumah dengan janji memberikan SHM, namun digadaikan ke bank untuk pinjaman. Pengembang melakukan perubahan spesifikasi sepihak, dan konsumen tidak mendapat bukti kepemilikan. Pengembang melakukan penjualan rumah semi finishing, dan pembayaran uang muka melebihi ketentuan tanpa mengurangi besaran hutang pokok, dan lain-lain yang merugikan konsumen,” beber Heri memberi contoh.