Pengembangan Kawasan Wisata Ancam Perkebunan Teh

Alih fungsi lahan perkebunan teh menjadi kawasan wisata merupakan salah satu ancaman yang bisa menurunkan produksi teh di masa mendatang, kata Ketua Umum Dewan Teh Indonesia Rachmad Badrudin.
“Alih fungsi itu pun menyebabkan turunnya produksi, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan negara dan swasta,” kata Rachmat di Bandung, Jabar, Minggu.
Ia menyebutkan, kawasan perkebunan teh memiliki daya tarik wisata cukup tinggi karena berlokasi di alam pegunungan dengan pemandangan yang eksotik.
Bahkan di beberapa tempat terdapat daya dukung dan potensi wisata seperti air panas atau daya tarik lainnya yang memungkinkan kunjungan wisata meningkat.
“Konversi lahan perkebunan di dekat kawasan wisata itu menjadi salah satu perhatian kami ke depan, karena besar atau kecil dampaknya pasti berpengaruh kepada produksi secara keseluruhan,” ucapnya.
Kondisi itu pula yang menjadi salah satu bagian atau tema pada Pertemuan Pengembangan Teh 2014 yang digelar di Kota Bandung pada Kamis pekan lalu.
“Perkebnan teh di Jawa Barat termasuk yang sangat potensi munculnya kawasan wisata itu,” ujarnya.
Lebih lanjut Rachmat menyebutkan, total luas areal perkebunan teh nasional mencapai 122.206 hektare dengan rata-rata produksi sebanyak 145.575 ton per tahun.
Jabar memiliki potensi besar untuk mendorong produk teh nasional. Karenanya, menurut dia Jabar menjadi sentra pengembangan teh nasional. Luas areal pengembangan teh di tatar Pasundan mencapai 95.456 hektare atau mencapai 77,62 persen luas areal teh nasional.
“Pengembangan perkebunan teh terus ditingkatkan, untuk meningkatkan nilai tambah komoditi tersebut, termasuk pasar ekspor,” tuturnya.
Tahun 2013, ekspor teh nasional sebanyak 70,6 ribu ton atau bernilai 157,5 juta dolar AS. Angka itu jauh melebihi volume impor teh 20,5 ribu ton atau sekitar 29,3 juta dolar AS.
Namun, ia mengakui dalam enam tahun terakhir, ekspor teh nasional cenderung melemah. Sebaliknya, impor menguat. Ant