Tenaga Konstruksi Yang Tersertifikasi Hanya 6,5 Persen

Seperti telah banyak diberitakan, sektor konstruksi di Indonesia akan sangat luar biasa terlebih dengan akan berlakukan Masyarakat Ekonomi ASESN (MEA) atau pasar bebas di kawasan ASEAN pada akhir tahun ini. Untuk itu sektor industri konstruksi tanah air harus bersiap untuk meraih pasar yang besar dari dalam negeri maupun dari kawasan ASEAN.

Hanya saja menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menpupera) Basuki Hadimuljono, tenaga konstruksi kita yang sudah tersertifikasi baru mencapai 6,5 persen dengan perincian sebanyak 124.864 orang merupakan tenaga ahli sementara sebanyak 353.425 orang tenaga terampil.
“Tentu ini harus kita tingkatkan karena kebutuhan tenaga ahli dan terampil kita mencapai 73.500 orang per tahun sementara kebutuhan tambahan tenaga ahli dan terampil guna mendukung tambahan investasi di bidang infrastruktur mencapai 500 ribu tenaga terampil,” ujarnya di Jakarta, Senin (28/9).
Perlunya tenaga kerja konstruksi yang tersertifikasi ini, lanjut Basuki, untuk mendukung program pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yaitu peningkatan produktivitas dan daya saing. Untuk memenuhi produktivitas maupun daya saing selain untuk mencapai sertifikasi di bidang konstruksi ini dibutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak, misalnya dengan pemerintah daerah, asosiasi pekerja konstruksi, akademisi, peneliti, dan sebagainya.
SDM jasa konstruksi yang tersertifikasi menjadi sangat penting selain untuk menjamin standarisasi pekerjaan juga untuk melindungi para pekerja agar memiliki nilai tambah dan siap menghadapi liberalisasi saat pasar MEA berlaku akhir tahun ini bahkan hingga pasar bebas Asia Pasifik pada tahun 2020.
“Saat ini untuk skala ASEAN, tenaga kerja konstruksi minimal memiliki sertifikat standar ASEAN yaitu ASEAN Chartered Professional Engineer (SCPE) untuk konsultan dan ASEAN Architect (AA) untuk arsitek. Dua sertifikat ini merupakan tiket masuk sehingga tenaga konstruksi Indonesia bisa berkiprah di seluruh negara ASEAN,” tandasnya.