10 Faktor Penentu Harga Rumah

Keenam, reputasi pengembang. Harga rumah di perumahan yang dikembangkan developer yang dikenal tinggi reputasinya cenderung lebih mahal, karena pasar merasa lebih pasti dengan kualitas dan komitmen pengembangannya, lebih bagus citranya, alias lebih jelas prospeknya. Kerap rumah di perumahan seperti itu diserbu konsumen (investor) yang membuat harganya kian melambung.
Ketujuh, pajak, bea, dan biaya-biaya yang ditanggung konsumen. Sepintas harga rumah di sebuah perumahan terlihat lebih rendah dari rumah di perumahan lain. Tapi setelah semua biaya ditambahkan, bisa jadi justru lebih tinggi. Pasalnya, kebijakan developer sangat bervariasi soal pengenaan biaya-biaya itu. Misalnya, di perumahan A harga jual rumah sudah memasukkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), biaya IMB, sambungan listrik 1.300 VA, biaya pembuatan Akta Jual Beli (AJB)+fee notaris/PPAT, bea balik nama (BBN) dan pemrosesan sertifikat, alias all in kecuali biaya KPR (bila rumah dibeli dengan KPR). Di perumahan B harga juga sudah termasuk PPN, sambungan listrik 2.200 VA, dan biaya IMB, tapi belum terbilang BPHTB, AJB+fee notaris/PPAT, serta BBN+pemrosesan sertifikat. Sementara di perumahan C harga baru mencakup IMB dan sambungan listrik 1.300 VA, tapi belum termasuk PPN, BPHTB, AJB+fee notaris/PPAT, serta BBN+biaya pemrosesan sertifikat. Perbedaannya bisa sangat signifikan, karena PPN dan BPHTB saja sudah 15% dari harga rumah. Sementara AJB+fee notaris/ PPAT, serta BBN+pemrosesan sertifikat sekitar 4–5%. Belum biaya sambungan listrik yang tentu saja berbeda tergantung daya. Jadi, cek dulu semua biaya itu, baru buat perbandingan.
Kedelapan, dukungan pembiayaan dari bank termasuk untuk kredit pemilikan rumah (KPR). Ini juga mempengaruhi harga rumah. Contoh, Bank BTN aktif memperluas pasar dengan antara lain menjalin kerjasama dengan instansi-instansi pemerintah/BUMN yang pegawainya belum punya rumah. “Kami ajak developer melakukan marketing bersama dengan misalnya, mengadakan pameran (di instansi-instansi itu). Developer menawarkan rumah, kami menyediakan KPR-nya. Developer untung karena tidak perlu keluar biaya promosi (untuk mendapatkan pembeli). Karena itu kami bisa minta mereka kasih diskon harga atau subsidi bunga,” kata Suryani Agustinar, Senior Vice President Non Subsidized Mortgage & Consumer Lending Division Bank BTN. Harga rumah pun menjadi lebih rendah.
Kesembilan, biaya perizinan di suatu daerah. Bila birokrasi di suatu daerah sedemikian rupa mengenakan biaya perizinan, harga rumahnya pasti lebih tinggi.
Kesepuluh, segmen pasar atau etnis yang dominan di sebuah kawasan. Kawasan yang banyak dihuni kaum pekerja komuter (ulang alik rumah-tempat kerja) yang pendapatannya sedang-sedang saja dan umumnya membeli rumah untuk dihuni sendiri (end user), harga rumahnya biasanya lebih rendah. Sebaliknya wilayah yang didominasi pebisnis/pedagang yang pendapatannya besar dan gemar menjadikan properti sebagai objek investasi, harga rumahnya cenderung lebih tinggi.
Contoh, harga rumah di kawasan Serpong, Tangerang-B anten, yang banyak dihuni etnis Tionghoa yang umumnya pedagang/ pebisnis, paling tinggi di Bodetabek. Apalagi, kawasan berbatasan langsung dengan wilayah Jakarta Barat yang juga banyak dihuni etnis itu, akses paling bagus (didukung dua jalan tol selain jalan non-tol dan kereta komuter), dan di kawasan banyak proyek kota baru yang berlomba menyediakan aneka fasilitas di area masing-masing. Misal, rumah tipe 39/72 di Serpong Natura (205 ha), Jl Puspitek Serpong, Tangerang Selatan-B anten, dijual seharga hampir Rp700 juta, dibanding tipe 40/90 di Telaga Golf Sawangan, Jalan Muchtar–Sawangan, Depok, yang kualitas pengembangan, akses, dan jaraknya dari Jakarta relatif sama, yang hanya Rp650 juta.
Idealnya, pilih rumah yang paling optimal memenuhi berbagai faktor itu. Misalnya, yang luas bangunan/tanahnya paling besar, berada di lokasi yang aman dan nyaman, akses cukup baik, spek material-desain-finishing-nya bagus, fasilitas di dalam dan/atau di sekitarnya lengkap, serta kalau bisa dikembangkan oleh developer dengan reputasi aduhai, dan harganya paling kompetitif, bukan paling rendah. ”Karena untuk dihuni sendiri pun, sebuah rumah adalah investasi. Nilainya harus terus naik,” kata Direktur Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI ) Panangian Simanungkalit.
Sumber : Majalah Housing Estate Edisi Mei 2016