Konsumen tinggal melihat site plan untuk mengetahui fasos-fasum di perumahannya.

HousingEstate, Jakarta - Fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasumfasos) adalah hak warga yang wajib dipenuhi dalam setiap pengembangan perumahan. Yang dimaksud fasos-fasum menurut Permendagri No 1/1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial, mulai dari jalan dan saluran sampai pemakaman (lihat tabel). Dengan adanya fasos-fasum, perumahan aman dan nyaman didiami.

Di hampir semua daerah, alokasi lahan untuk fasos-fasum itu ditetapkan 40% dari total luas lahan perumahan (atau 20% di wilayah tertentu seperti area resapan). Jadi hanya 60% yang dijadikan bangunan rumah+halaman. Alokasi itu tergambar dalam rencana tapak (site plan) perumahan yang disahkan pemda. Penyerahan ke pemda dilakukan setelah fasos-fasum jadi dan sudah dikelola/dipelihara developer paling lama setahun.

Di sebagian daerah tak ada aturan baku mengenai porsi fasos dan fasum di lahan 40 persen itu. “Fleksibel saja tergantung pertimbangan pemerintah yang nanti tercermin dalam site plan yang disetujui,” kata Farid, Kasi Perumahan dan Permukiman, Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok (Jawa Barat). Hal itu dibenarkan Anjar Fahmiarto, pengembang perumahan Pesona Alam Serua (0,5 ha), Serua-Depok. “Yang tegas diatur hanya lahan pemakaman, dua persen dari total luas perumahan,” ujarnya.

Jadi, kalau dalam site plan alokasi lahan untuk prasarana umum diperbesar, jatah fasos otomatis mengecil atau bahkan tidak ada. Apalagi di perumahan berskala mini. “Paling taman kecil,” kata Anjar. Sementara di Tangerang Selatan, kota baru pecahan Kabupaten Tangerang (Banten) yang regulasinya masih mengacu ke kabupaten asal itu, porsi fasos-fasum diatur tegas dalam Perda No. 9/2006 tentang Rencana Tapak Terkait Pedoman Standar Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Perumahan.

“Dari 40 persen lahan fasos-fasum, 60 persen untuk fasum, 40 persen untuk fasos,” kata Seksi Perumahan Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Tangerang Selatan Dyah Desi Harini. Di atas kertas pengadaan fasos mengacu pada standar Kementerian PU. Misalnya, di perumahan berpenduduk 250 orang paling tidak ada sekolah TK dengan lahan minimal 500 m2, sedangkan di permukiman dengan populasi 120 ribu jiwa harus ada perguruan tinggi dengan luas lahan minimal 1,5 ha. Untuk fasilitas kesehatan, di perumahan berpenduduk 1.500 jiwa disediakan balai pengobatan. Kalau sudah 200 ribu jiwa, harus ada rumah sakit tipe C.

Ikut pengembang

“Fasos itu bisa berupa tanah berikut bangunan kemudian diserahkan ke pemda, bisa juga tanah saja, kemudian dibangun pemda atau bekerjasama dengan masyarakat atau swasta,” jelasnya. Tapi praktiknya standar itu sering tidak diikuti. Untuk fasos umumnya pengembang menyerahkan berupa ruang terbuka hijau (RTH) atau taman yang bisa sekalian diiklankan sebagai nilai jual perumahan. Fasilitas sosial seperti pasar, sekolah, universitas, dan rumah sakit dibangun tersendiri sebagai area komersial.

Setelah diserahkan pun, pemeliharaan fasos-fasum itu dibiayai penghuni perumahan. Walhasil pemanfaatannya cenderung eksklusif untuk warga perumahan itu. Bila mau membangun sekolah di atas tanah fasos yang nota bene milik negara itu misalnya, pemda harus berunding dulu dengan warga. Dalam banyak kasus warga menginginkannya tetap eksklusif sebagai RTH untuk mereka.

Itu semua imbas sikap pemda yang cenderung mengikuti saja keinginan pragmatis pengembang dalam site plan. Tidak berupaya sejak awal memasukkan kepentingan publik yang lebih luas melalui rekayasa desain site plan atau bahkan master plan perumahan yang diajukan. Padahal dengan rekayasa desain, di atas lahan fasos-fasum di perumahan berskala besar misalnya, pemda bisa membangun aneka fasilitas vital kota seperti tempat pengolahan sampah, limbah, air bersih, danau penampungan air, halte bus, lapangan olah raga, dan lain-lain.

Bayangkan, di perumahan elite seperti Alam Sutera (1.000 ha), Serpong-Tangerang, tersedia lahan fasos-fasum 400 ha. Kalau diasumsikan 20% saja untuk fasos, 80% habis untuk jalan-saluran-utilitas, berarti ada tanah 80 ha untuk membangun berbagai sarana dan prasarana vital itu. Umumnya pemda juga tidak memiliki data rinci fasos-fasum yang sudah diserahkan pengembang. Jadi kita tidak tahu luas, bentuk, dan pemanfaatan fasos-fasum itu, juga apakah tanahnya sudah bersertifikat atau belum. “Datanya sedang kita perbaharui,” kata Desi.

Menurut Edsa M Hashmi, Manajer Humas & Keamanan PT Jaya Real Property Tbk (JRP), pengembang perumahan besar Bintaro Jaya (2.340 ha), Pondok Aren- Tangerang Selatan, penyerahan fasos-fasum oleh JRP mengikuti aturan: sudah jadi dan rapi. “Waktunya tidak tentu. Bisa satu dua tahun setelah perumahan jadi, karena pengembangan dan pemasaran rumah kita bertahap tergantung konsep klaster dan tipe rumah,” katanya.

Tapi ia juga tidak punya data rinci fasosfasum yang sudah diserahkan Bintaro Jaya ke Pemkot Tangerang Selatan, luas, bentuk, dan lokasinya. Ia hanya ingat, beberapa lahan fasos diserahkan sudah bersertifikat dan kini dibangun sekolah negeri seperti di Jl Jombang. Ada juga lahan untuk rumah ibadah yang dibangun warga atas restu pemda. “Fasos paling banyak berupa taman di setiap klaster hunian,” ujarnya.

Supermarket, sekolah-sekolah dan rumah sakit elite, serta universitas yang ada di Bintaro Jaya, bukan fasos tapi fasilitas komersial. Jadi, anda yang ingin mengetahui fasos-fasum di perumahan masing-masing, lihat saja site plan-nya di pengembang atau pemda setempat. “Kalau pengembang tidak menyediakannya sesuai site plan, warga bisa menuntut atau bahkan melakukan gugatan class action,” kata Desi.

Definisi

Permendagri No 1/1987 merumuskan fasos-fasum dalam tiga kategori. Yaitu:

  1. Prasarana lingkungan mencakup antara lain jalan, saluran pembuangan air hujan dan air limbah.
  2. Utilitas umum, meliputi bangunan-bangunan yang dibutuhkan dalam sistem pelayanan lingkungan seperti jaringan air bersih, listrik, gas, telepon, terminal angkutan umum/bus shelter, fasilitas kebersihan/tempat pembuangan sampah, dan pemadam kebakaran.
  3. Fasilitas sosial yang dibutuhkan masyarakat di lingkungan pemukiman seperti pendididikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, serta pemakaman umum.