Kasus Perumahan Mendominasi Pengaduan Konsumen

Sektor perumahan sejak beberapa tahun belakangan menjadi salah satu bidang bisnis yang paling rawan permasalahan. Beberapa tahun terakhir banyak terjadi kasus yang merugikan konsumen. Dari seluruh pengaduan konsumen yang masuk ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) lebih dari 50 persen kasus perumahan termasuk apartemen. Dari tahun ke tahun kasusnya terus naik dan berulang. “Dari tahun 2017 hingga April 2021 BPKN menerima 5.900 pengaduan konsumen, sekitar 50 persen merupakan kasus di bidang perumahan,” ujar Rolas Budiman Sitinjak, Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional , saat melakukan sosialisasi Advokasi perlindungan konsumen khususnya rumah subsidi di Pesona Prima Cikahuripan 6, Cileungsi, Bogor, Sabtu (16/4).
Pesona Prima Cikahuripan 6 adalah perumahan subsidi yang dikembangkan PT Kreasi Prima Land. Di perumahan seluas 8 ha itu dibangun 737 unit rumah subsidi. Semunya sudah terbangun dan terjual habis dalam tiga tahun. “Pembangunannya kami mulai tahun 2018 dan sekarang sudah sold out. Sebagian sudah dihuni dengan fasilitas bagus untuk ukuran di kelasnya,” kata Hadiana, Direktur Utama PT Kreasi Prima Land, yang juga sebagai Ketua Bidang Perumahan Syariah DPP Himperra (Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat).
Rolas menjelaskan sejak tahun 2017 kasus perumahan naik terus cukup signifikan. Tahun 2017 dari 280 pengaduan yang masuk 99 di antaranya kasus perumahan. Tahun 2018 melonjak menjadi 580 kasus dari total 640 kasus pengaduan. Tahun berikutnya 2019 kasusnya naik lebih dari dua kali lipat menjadi 1.371 dari 1.518 kasus yang masuk ke BPKN. Tahun 2020 persentasenya tidak terlalu berbeda kendati jumlah pengaduan sedikit menurun. Melihat tren kasusnya seperti itu BPKN memberi perhatian secara serius terhadap sektor perumahan.
Rolas memaparkan, kasus-kasus perumahan terbagi dalam tiga bagian, yaitu pra pembangunan, proses pembangunan, pasca pembangunan. Pra pembangunan mencakup legalitas, perizinan, termasuk site plan. Karena persoalan-persoalan legalitas ini acapkali pembangunannya molor bahkan tidak jadi dibangun. Padahal konsumen sudah bayar booking dan uang muka. Masalah lain yang kerap muncul adalah speksifikasi yang tidak sesuai. Misalnya kualitas bangunannya turun dan ukuran luas yang tidak sesuai. Yang terakhir itu banyak diadukan oleh konsumen apartemen.
Karena pemasarannya dilakukan saat perizinan belum tuntas , misalnya site plan, akibatnya pembangunannya tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Rumah yang dijanjikan view-nya danau atau taman tiba-tiba di depannya dibangun ruko. Masalahnya, dalam PPJB posisi konsumen lemah sehingga mereka dirugikan. Dalam kasus-kasus seperti ini BPKN bertindak sebagai penengah dan memberikan advokasi kepada konsumen agar hak-haknya bisa terpenuhi.
Rolas menyebut ada beberapa kasus yang ditangani BPKN yang melibatkan banyak konsumen. Misalnya konsumen Meikarta Bekasi, Violet Garden Bekasi, dan konsumen perumahan di Batam. Violet Garden juga dipicu soal legalitas. Konsumen sudah melunasi KPR tapi sertipikatnya tidak dapat. Ternyata sertipikat induknya diagunkan oleh developer ke bank. Ia heran mengapa bank mau membiayai kalau sertipikatnya diagunkan. Sekarang perusahaan developernya pailit. Di Batam beda lagi kasusnya, perumahannya dibangun di kawasan hutan lindung sehingga sertipikatnya tidak keluar. “Agar terhindar dari kasus-kasus seperti ini konsumen harus cerdas, harus cek dan ricek. Sebelum membeli cek dulu ke kantor BPN, tanyakan status tanahnya, sudah sertipikat, AJB, atau girik. Datanya ada di BPN,” katanya.
Terkait hal ini BPKN sudah memberikan rekomendasi kepada Kementrian PUPR dan Kementrian Perdagangan agar memberi perhatian serius terhadap bidang perumahan khususnya pada aspek pembangunannya dan bisnisnya. Ini penting karena kendati lebih banyak developer baik ada saja yang nakal. Hadiana mengatakan kasus-kasus sektor perumahan dapat dihindari kalau developernya punya niat baik. Ia sendiri memilih sistem syariah yang akan menguntungkan konsumen. Rumah dipasarkan saat semuanya sudah selesai dibangun. Sertipikat, legalitas, dan perizinan selesai di depan. Karena itu konsumen dapat melihat langsung kualitas rumahnya, lingkungan, infrastruktur, dan fasilitas pendukungnya. “Uang muka konsumen juga tidak masuk ke developer tapi ke rekening penampungan. Jadi, konsumen aman,” katanya.