Free Biaya KPR, AJB, dan BPHTB, Sayang Jika Dilewatkan
Saat ini banyak sekali proyek perumahan menawarkan promo menarik untuk memikat pasar. Bentuknya antara lain free Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB), Akte Jual Beli (AJB), dan biaya kredit pemilikan rumah (KPR), selain diskon harga, uang muka kecil bisa dicicil, bunga kredit yang rendah fixed (tetap) selama beberapa tahun pertama, dan lain-lain.
Promo free biaya KPR ini layak dimanfaatkan debitur. “Besaran biaya KPR itu lumayan. Untuk depe rumah Rp50 juta, biaya KPR-nya bisa Rp10 juta. Ditambah biaya lain (seperti legalitas, bea dan akta, dan lain-lain) bisa sampai Rp25 juta,” kata Dewi Damajanti Widjaya, Vice President, Head Marketing & Product Development Permata Bank kepada HousingEstate.
Sebenarnya biaya KPR yang benar-benar dipungut bank hanya biaya provisi dan administrasi. Sedangkan biaya lain seperti biaya legalitas (AJB, SKMHT, APHT, SHT, akad kredit, notaris, appraisal, meterai) dan asuransi (jiwa dan kerugian) dipungut institusi lain. Tapi, orang lazim menyebutnya biaya KPR. Debitur harus melunasi semuanya saat membeli rumah, karena satu sama lain terkait menjadi syarat jual beli dan persetujuan/pencairan kredit.
Misalnya, transaksi rumah harus diikat Akta Jual Beli (AJB). Tujuh hari paling lama setelah AJB, tanahnya sudah harus disertifikatkan (BBN) atas nama pembeli, karena sudah terjadi peralihan hak. Total untuk membeli sebuah rumah orang harus membayar biaya KPR sekitar 4-5 persen dari nilai kredit (KPR) tergantung kebijakan bank, nilai dan tenor kredit, usia debitur, kondisi bangunan, dan tarif notaris/PPAT setempat.
Selain biaya KPR, masih banyak biaya lain yang harus kita bayar saat membeli rumah ditambah bea dan pajak. Yaitu, biaya pemecahan sertifikat dan pembuatan sertifikat atas nama pembeli atau yang dikenal dengan istilah bea balik nama (BBN). Sedangkan bea dan pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, BPHTB 5 persen, dan PBB. Kalau pajak dan bea jelas nilainya, BBN praktiknya bisa jutaan rupiah.
Begitu juga biaya pemecahan sertifikat induk atas nama developer, juga bisa jutaan dari resminya hanya ratusan ribu. Biaya ini tentu juga akan dibebankan kepada konsumen. Perlu dipahami, kalau kita membeli rumah baru di proyek real estate, tanahnya harus sudah bersertifikat induk atas nama developer (penjual) dan sudah dipecah-pecah kavelingnya sebelum dipasarkan. Jadi, kaveling tanah siap disertifikatkan atas nama pembeli. Kalau belum, PPAT tidak bisa membuatkan AJB.
“Split sertifikat itu biaya resminya Rp120 ribu, tapi kenyataannya bisa Rp2,5-5 juta Bagi kita itu kendala, menambah biaya (yang kemudian dibebankan kepada konsumen). Tapi, karena (praktik itu) terbiasa dilakukan bertahun-tahun, tidak dirasa sebagai kendala lagi. Bahkan, saking biasanya tidak menganggapnya sebagai permasalahan,” kata Ari T Priyono, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat (DPP) Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) kepada HousingEstate.
Jadi promo gratis biaya KPR, AJB, dan BPHT, itu sangat layak dimanfaatkan. Mumpung banyak developer hari ini menawarkannya. Lumayan meringankan keharusan menyediakan dana tunai di awal saat membeli rumah secara kredit.