Kamis, Desember 11, 2025
HomeBerita PropertiTarget 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran Sulit Dicapai Kecuali...

Target 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran Sulit Dicapai Kecuali…

Target pengadaan rumah 3 juta unit per tahun yang dicanangkan presiden/wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran sulit dicapai. Bahkan seandainya anggaran subsidinya tersedia sekali pun.

Hal itu dikemukakan Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum The Housing and Urban Development (The HUD) Institute dalam konferensi pers “Percepatan Pembangunan Perumahan Rakyat melalui Operasionalisasi Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) di Serpong, Tangerang Selatan, beberapa hari lalu.

Zulfi berbicara bersama Ketua Majelis Tinggi The Hud Institute Andrinof A Chaniago, serta Ketua Muhamad Joni dan Ade Armansyah.

Menurut mantan Deputi Bidang Perumahan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) itu, The Hud Institute mengapresiasi pencanangan target yang tinggi itu guna mempercepat penurunan backlog (kekurangan pengadaan rumah) yang saat ini masih 9,9 juta unit.

“Tapi, untuk mencapai target itu sulit. Target satu juta unit (yang dicanangkan pemerintahan Jokowi) saja tidak pernah tercapai,” kata Zulfi.

Kendala pertama pencapaian target 3 juta unit itu adalah anggaran subsidinya. “Tidak mungkin subsidi rumah sebesar itu disediakan APBN,” tukas Zulfi. Bahkan, kalaupun anggaran subsidinya tersedia, mencapai target itu tetap sulit.

“Tanahnya dari mana? Belum bahan bangunannya. Apa iya industri yang ada saat ini bisa memasok kebutuhan bahan bangunan rumah sebanyak itu? Jadi, tahun 2025 (sampai beberapa tahun berikutnya) target itu tak akan tercapai,” ujarnya.

Baca juga: The Hud Institute: Segera Operasionalkan BP3 untuk Percepat Pengadaan Rumah Rakyat

Namun secara bertahap, Zulfi menyatakan, target itu bisa dicapai. “Tahun 2028 target itu bisa dicapai. Syaratnya ada BP3 dan sinergi yang kuat dengan semua kementerian terkait. Karena itu kami mendesak pemerintah segera mengoperasionalkan BP3,” tegasnya.

Zulfi mengungkapkan, The Hud Institute sudah mengelaborasi target 3 juta rumah Prabowo-Gibran itu. Dari hasil elaborasi itu, pencapaian target 3 juta rumah tidak memerlukan dukungan subsidi yang besar dari APBN. “Subsidi dari APBN paling 10 persen,” katanya.

Caranya antara lain dengan menyediakan tanah yang harganya terjangkau (affordable land). Kemudian menurunkan biaya konstruksi dengan membentuk semacam “Bulog Papan”. Dengan lembaga ini pemerintah bisa menetapkan plafon konstruksi rumah MBR (masyarakat berpenghasilan rendah).

Kemudian melibatkan koperasi yang pasca lengsernya Soeharto hilang perannya dalam pengadaan rumah rakyat. “Padahal, pada zaman Pak Harto, koperasi itu penyumbang rumah subsidi terbesar ketiga setelah developer dan Perumnas,” tuturnya.

Cara terakhir, dengan memberikan kemudahan perizinan dan lain-lain. “Dengan semua cara itu, pembiayaan pengadaan rumah subsidi bisa diturunkan,” jelas Zulfi sembari menambahkan, The Hud Institute siap memaparkan hasil elaborasinya soal target 3 juta rumah itu kepada pemerintah.

Andrinof menambahkan, target pengadaan rumah 3 juta rumah itu memang mungkin saja dicapai. Syaratnya, pemerintah membuat kalkulasi yang matang dan realistis untuk mencapainya.

Tidak bisa dengan cara business as usual seperti saat ini. Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas itu menyebutkan, 70% pengadaan rumah ada di perkotaan, karena sebagian besar populasi tinggal di kota.

Sedangkan di perdesaan, tidak ada problem kekurangan rumah. Yang ada malah banyak rumahnya yang kosong. Di perdesaan problemnya adalah peningkatan kualitas rumah menjadi lebih layak huni.

“Nah, di kota itu problemnya tanah. Stoknya terbatas dan harganya tinggi. Karena itu pemerintah perlu mengintervensi pengadaan tanah untuk rumah rakyat ini,” kata Andrinof.

Misalnya, dengan memanfaatkan lahan eks rumah negara, rumah dinas BUMN, BUMD, Pemda, dan lain-lain. Hal itu makin dimungkinkan karena badan bank tanah sudah berjalan.

Baca juga: The Hud Institute Usul Pembentukan “Bulog Papan” untuk Tekan Harga Rumah

Ia mencontohkan tanah pasar kelolaan PD Pasar Jaya di Jakarta yang tersebar di sekitar 150 lokasi. Sekitar 80 lokasi layak dikembangkan untuk rumah rakyat.

Karena tanah menjadi problem utama di perkotaan, maka pengadaan rumahnya harus vertikal berupa rumah susun atau apartemen. Pemerintahan saat ini sudah melakukannya di sebagian tanah milik BUMN dan PD Pasar Jaya.

Sayangnya program itu tidak meluas. Selain itu hitungannya masih terlalu business oriented, sehingga tidak banyak MBR yang bisa mengaksesnya. Ia mencontohkan rusun Pasar Rumput di Jakarta sebanyak 1.900 unit.

Sampai kini belum dimanfaatkan alias “dianggurin” kendati sudah diserahkan ke Pemprov Jakarta. Kendalanya, Pemprov menghitung proyek itu secara bisnis. “Padahal, harusnya hitungan (pengembangannya) bisnis, tapi juga social project (saat dipasarkan kepada MBR),” pungkas Andrinof.

Berita Terkait

Ekonomi

Penjualan Eceran Terus Meningkat, Didorong Kenaikan Permintaan Jelang Nataru

Survei Konsumen Bank Indonesia yang dilansir Selasa (9/12/2025) mengindikasikan,...

Investasi Obligasi Negara Ritel yang Dijamin Cuan

Obligasi Negara Ritel (ORI) terbitan pemerintah Indonesia, adalah pilihan...

Januari-Oktober 7,55 Juta Orang Indonesia Pelesiran ke Luar Negeri

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan awal Desember 2025, jumlah...

Keyakinan Konsumen Naik Makin Tinggi, Tertinggi Dalam 7 Bulan Terakhir

Survei Konsumen Bank Indonesia yang dilansir Selasa (9/12/2025) mengindikasikan,...

Berita Terkini