Inilah Karya Affandi, Sudjojono, dll yang Akan Dilelang Global Auction

Affandi boleh disebut “begawan seni rupa Indonesia”. Ia telah mengadakan pameran tunggal di Indonesia dan berkeliling Eropa, mewakili Indonesia dalam pameran internasional di Brazil dan Venesia, memenangkan hadiah pertama di Sao Paolo, dan mengadakan pameran tunggal di World House Gallery New York.
Affandi mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Singapura, dianugerahi gelar Grand Maestro dari San Marzano, Florence, Italia, dan sejumlah penghargaan bergengsi lainnya.
Karena itu sangat tidak mudah mendapatkan karyanya untuk dikoleksi. Kebanyakan kolektor terdahulu enggan melepasnya.
Dalam lelang online 147 karya seni rupa Indonesia, 26 Juni 2024, oleh Global Auction, ada tiga karya Affandi dengan kurasi tema berbeda yang ditampilkan.
Salah satunya “Tiga Ekor Anjing” (“Three Stray Dogs”, 1965, 111 x 139 cm; oil on canvas). Berasal dari koleksi pribadi Alex Papadimitriou. Karya ini terinspirasi dari pengamatan Affandi terhadap sopirnya Pak Jimin saat memberi makan sekawanan anjing liar di bawah pohon cendana di Bali.
Anjing-anjing yang rakus melahap makanan dan berkelahi satu sama lain memperebutkan makanan, membuat Affandi tersentuh karena hal itu menggambarkan sifat kebanyakan manusia. Fenomena anjing liar itu selalu menjadi tema yang berulang dalam karya-karya Affandi.
Tiga ekor anjing itu digambarkan berwarna hitam, merah, dan putih. Kontras dramatis di seluruh kanvas memperkuat penggambaran anjing-anjing petarung. Simbol khas Affandi, “matahari, kaki dan tangan” tergambar di kiri atas karya tersebut, yang menunjukkan kepuasan sang Maestro terhadap karyanya.
Karya lain “Perahu Nelayan” (Seascape of the Java Sea, 1960, 104 x 124 cm; oil on canvas). Dalam karya ini, Affandi menggambarkan keindahan perkampungan nelayan dengan perahu tradisional, dan berbagai aktivitas nelayan serta para pedagang ikannya. Karya ini masuk dalam buku “AFFANDI” yang ditulis Raka Sumichan dan Umar Kayam tahun 1987.
S. Sudjojono
S. Sudjojono adalah pelukis yang terkenal dengan kejujurannya dalam merefleksikan warna, bentuk, dan proporsi. Untuk benar-benar menghargai karya seninya, kita perlu memahami dedikasinya. Sejak masa perjuangan ia dengan berani menggambarkan kondisi aktual Indonesia dengan gaya impresionisnya yang khas.
Lahir di Kisaran 1913, Sudjojono secara luas dianggap sebagai “Bapak Seni Lukis Modern Indonesia”. Pengaruhnya jauh melampaui kanvas. Dia bukan hanya pelukis berbakat, tapi juga seorang pematung, ahli keramik, dan pembuat furnitur.
Ia ikut mendirikan PERSAGI, Persatuan Ahli Menggambar Indonesia, sebuah organisasi penting yang membantu membentuk jalannya seni rupa modern Indonesia.
Karya-karya Sudjojono telah dipamerkan secara internasional, termasuk di Rijksmuseum Amsterdam yang bergengsi. Pengakuan atas karyanya berbicara banyak. Beberapa lukisannya terjual lebih dari USD1 juta di berbagai rumah lelang.

Abang Rahino, 1969, 95 x 60 cm; oil on canvas, adalah salah satu karyanya yang ditampilkan dalam lelang online Global Auction.
Baca juga: Global Auction Lelang Karya Maestro Affandi, Sudjojono, Dullah, Dll
Srihadi Soedarsono
Dengan pengalaman lebih dari lima dekade di dunia seni rupa, Srihadi Soedarsono dianggap sebagai salah satu maestro seni rupa modern Indonesia. Lahir di Solo, 4 Desember 1931, kecintaan Srihadi terhadap seni membawanya melanjutkan studi di ITB tahun 1958.
Srihadi juga belajar seni rupa di Ohio State University, Amerika Serikat, 1960-1962. Karya-karyanya menghiasi pameran di Indonesia, Amerika Serikat, Australia, bahkan Brazil. Tahun 1971 ia menerima penghargaan kebudayaan dari pemerintah Indonesia, dan Australia tahun 1973.
Tahun 1978 dan 1987 Srihadi meraih penghargaan tertinggi pada Pameran Dua Tahunan di Jakarta. Pengakuan bergengsi ini mengukuhkan posisinya sebagai tokoh seni rupa Indonesia. Ia membagi ilmu dan semangatnya sebagai dosen senior bidang seni lukis di IKJ dan ITB.

Dalam Bedoyo Ketawang-Energi Kecantikan Batin atau Bedoyo Ketawang-Energy of Inner Beauty; 2010, 95 x 60 cm; oil on canvas, Srihadi menggambarkan keindahan unik tari Keraton Surakarta yang hanya ditampilkan pada acara-acara khusus di lingkungan keraton.
Ketiga penari berdandan dari ujung kepala sampai ujung kaki, menyerupai pengantin putri dari istana. Mereka mengenakan sanggul emas berhiaskan melati putih yang menjuntai hingga ke pinggang, disertai kalung indah berwarna tembaga.
Tarian ini memancarkan energi, keanggunan, dan kewibawaan, ditangkap dan digambarkan dengan terampil oleh Srihadi melalui sapuan kuas dan transisi warna.
Para penari mengenakan pakaian hitam dengan sedikit warna ungu dan coklat. Selendang warna merah yang diikat dengan ikat pinggang emas menambah kesan gerak, dengan memasukkan guratan yang mengarahkan pandangan ke tangan penari.
Selain Affandi, S Sudjojono, dan Srihadi, lelang Global Auction juga menampilkan karya maestro seni Lee Man Fong (Lee Man Fong, Horses, 95 x 60 cm; oil on board, dan Lee Man Fong; Twelve Goldfish, 95 x 60 cm; oil on board).
Karya I Gusti Ayu Kadek Murniasih (Between the Shoulders; 2001, 100 x 150 cm; Acrylic on canvas, dan I am in a Hot Mood; 2001, 60 x 40 cm; Acrylic on canvas).
Karya Ahmad Sadali (Gold Bar on Black Field, 1972, 40 x 45 cm; Mixed Media on Canvas), serta karya Heri Dono (Land from Merapi; 2002, 71 x 94 cm; Acrylic and collage on canvas, The 25th Episode, 1985, 145 x 145 cm; Acrylic on canvas, dan Flying Angels; 1996, Fiberglass, mechanical system, net).
Di luar itu Lelang Global juga menampilkan karya seniman ternama lain yang tak kalah memikatnya, seperti Trubus Sudarsono, Arie Smit, Theo Meier, But Muchtar, Nasirun, Mochtar Apin, Dullah, Popo Iskandar, Djoko Pekik, Abdul Aziz, Ivan Sagita, Oesman Effendi, G. Sidharta, Amrus Natalsya, Fadjar Sidik, dan Widayat.