Marak Penyaluran Kredit Fiktif untuk Turunkan Rasio Kredit Bermasalah

Sampai akhir Juni 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyelesaikan 127 berkas perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan. Ke-127 berkas perkara itu sudah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan.
Terdiri dari 102 perkara tindak pidana perbankan, 20 perkara tindak pidana di IKNB (Industri Keuangan Non Bank), dan lima perkara tindak pidana di pasar modal, dengan rata-rata ancaman hukuman penjara di atas lima tahun.
Menurut keterangan tertulis OJK di Jakarta, Kamis (4/7/2024), perkara paling banyak terkait kegiatan usaha bank. Khususnya menyangkut kebijakan pengurus bank untuk menjaga tingkat kesehatan banknya.
Yaitu, dengan menyalurkan kredit fiktif hanya untuk memperbaiki rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) di bank yang dipimpinnya.
Terkait kredit fiktif itu, OJK telah menuntaskan penyidikan tindak pidana perbankan yang terjadi di kantor pusat Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (BPD NTT).
Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Tongam L Tobing, menyatakan penyidik OJK telah melimpahkan berkas perkara kasus BPD NTT itu kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan berkas dinyatakan sudah lengkap (P 21).
Menindaklanjuti hal itu, penyidik OJK melakukan koordinasi dengan JPU terkait penyerahan tersangka dan barang bukti yang dilaksanakan di Kejaksaaan Negeri Kupang.
“Hasil penyidikan OJK, pencairan kredit sebagian dananya tidak dialokasikan sesuai dengan tujuan pemberian kredit,” kata Tongam.
Perkara terjadi selama 4 April s.d. 19 Agustus 2019, melibatkan Absalom Sine (Direktur Pemasaran Kredit BPD NTT periode 11 Maret 2015-5 Mei 2020 merangkap Plt. Direktur Utama periode Mei 2018-Mei 2019), dan Beny Rinaldy Pellu (Kepala Divisi Pemasaran Kredit BPD NTT periode November 2016-September 2019).
Keduanya diduga dengan sengaja menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam proses pemberian tiga fasilitas kredit kepada PT Budimas Pundinusa (PT BMP), dengan total plafon Rp100 miliar.
Kredit fiktif itu terdiri dari Kredit Modal Kerja (KMK) Standby senilai Rp32 miliar, Kredit Investasi (KI) Jadwal Pembayaran (KI-JP) Rp20 miliar, dan KMK-RC Rp48 miliar.
Baca juga: Kredit Bermasalah Perbankan Naik, Tapi Kata Bos BI Masih Aman
Dalam proses penyidikan ditemukan, telah terjadi tindak pidana perbankan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a, dan Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Nomor 7/1992 tentang Perbankan, sebagaimana diubah melelaui UU Nomor 10/1998 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Pasal 56.
Absalom dan Beny sudah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya terancam pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, plus pidana denda paling sedikit Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar.
“OJK akan secara kontinu melakukan penegakan hukum terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan, guna mewujudkan perlindungan terhadap lembaga keuangan dan masyarakat,” tandas Tongam.