Tersengat Kritik Ekonom Faisal Basri, Menperin Beri Penjelasan Panjang Lebar

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita sewot menanggapi pernyataan ekonom senior Faisal Basri soal kinerja industri manufaktur Indonesia yang terus merosot.
Menurut Faisal dalam sebuah diskusi publik yang diadakan Indef di Jakarta awal pekan ini, peranan industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia terus merosot, tinggal 18,6 persen.
Banyak perusahaan manufaktur Indonesia yang bangkrut. Yang terbaru terjadi di industri tekstil dan keramik, sehingga memicu PHK massal.
Penyebabnya, kata Faisal, karena industri manufaktur tidak pernah diurus dengan benar, malah terus diganggu. Karena itu pertumbuhannya tidak pernah lebih tinggi dari produk domestik bruto (PDB).
“Orang menterinya (Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita) sibuk kampanye, petinggi Golkar. Mana ngurusin? Anda pernah dengar menteri perindustrian bikin pernyataan? Jarang. Mungkin nggak semua Anda juga tahu menteri perindustrian itu siapa,” kata Faisal seperti dikutip media massa.
Kritik Faisal itu langsung menyengat Menperin Agus Kartasasmita. Pada pembukaan sambutannya dalam Tech Link Summit 2024 akhir pekan ini di Jakarta, ia langsung menyinggung kritik tersebut.
Tech Link Summit adalah forum kolaborasi strategis start up (perusahaan rintisan berbasis IT) dengan industri, akademisi, dan pemerintah untuk menciptakan ekosistem inovasi yang lebih kuat di industri manufaktur.
“Kemarin ada ekonom senior yang mengatakan, Menperin tidak pernah mengurusi industri. (Kegiatan) ini adalah salah satu bentuk nyata perhatian Kemenperin dalam membina industri,” kata Agus seperti dikutip keterangan tertulis Kemenperin akhir pekan ini.
Ia menyatakan, Kemenperin banyak memberikan dukungan terhadap industri manufaktur. Hasilnya tercemin dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juni 2024 sebesar 52,5, atau masih berada di zona ekspansif (> 50).
IKI itu sejalan dengan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang masih berada di level 50,7, mempertahankan ekspansi selama 34 bulan berturut-turut.
Sebagai catatan, PMI Juni 2024 itu kendati masih di zona ekspansif (> 50), merosot dibanding PMI Mei yang tercatat 52,1.
Selain itu, lanjut Menperin, Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia pada triwulan I 2024 tercatat 52,80 persen, melanjutkan fase ekspansi dari triwulan sebelumnya.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyebut semua itu sebagai kinerja gemilang, hasil konsistensi Kemenperin menginisiasi kebijakan strategis bagi pelaku industri manufaktur.
Ia menunjuk salah satu contoh. Saat Covid-19 masih mengganas yang membuat penjualan mobil anjlok, Kemenperin menginisiasi pemberian insentif diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) untuk meningkatkannya.
“Kebijakan fiskal itu terbukti mampu meningkatkan penjualan kendaraan bermotor roda empat, yang berkontribusi pada pertumbuhan industri otomotif, dan memberikan stimulus bagi peningkatan industri-industri pendukungnya,” jelas Febri.
Ia menyatakan, sepanjang 2021 ketika kebijakan PPnBM DTP untuk kendaraan bermotor roda empat itu dijalankan, industri pengolahan nonmigas tumbuh 3,67 persen. Beberapa subsektor tumbuh jauh di atas pertumbuhan itu. Salah satunya industri alat angkut sebesar 17,82 persen.
Selaku Ketua Harian Tim Nasional P3DN, Menperin disebut Febri juga terus mendorong kementerian/lembaga (K/L), pemda, dan BUMN untuk mengoptimalkan anggaran pembelian produk dalam negeri.
Dalam Business Matching 2024 di Bali Maret lalu, komitmen pembelian produk dalam negeri dalam pengadaan barang jasa pemerintah itu tercatat Rp1.428,25 triliun. Lebih tinggi dibanding komitmen periode sebelumnya senilai Rp1.157,47 triliun.
Sementara terkait pemenuhan kebutuhan gas bagi industri dengan harga bersaing, Kemenperin terus mengawal pelaksanaan penerapan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Soalnya, HGBT terbukti bermanfaat meningkatkan pertumbuhan industri dann ekonomi secara keseluruhan.
“Total dampak positif HGBT terhadap sektor industri selama 2020-2023 mencapai Rp147,11 triliun. Yaitu, untuk peningkatan ekspor Rp88,12 Triliun, penerimaan pajak Rp8,98 triliun, dan investasi Rp36,67 triliun, serta penurunan subsidi pupuk Rp13,3 triliun,” tutur Febri.
Baca juga: Penjualan Mobil di Dalam Negeri Stagnan, Tapi Ekspor Meningkat
Yang terbaru, untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri dalam negeri, khususnya pada industri pengolahan kakao dan kelapa, Kemenperin menginisiasi pembentukan kelembagaan yang bertugas menjaga kelangsungan industri dan daya saing serta meningkatkan nilai tambah.
Inisiasi itu didasari oleh semakin menurunnya ketersediaan bahan baku kakao dari dalam negeri hingga 8,3 persen per tahun selama 2015-2023. Hal itu telah memicu peningkatan impor dari 239.377 ton menjadi 276.683 ton, dan berhenti beroperasinya sembilan dari 20 perusahaan pengolahan kakao.
Sedangkan pada industri pengolahan kelapa, hilirisasi kelapa masih terbatas karena pemanfaatan bahan baku kelapa belum optimal dan saat ini masih ada kelapa bulat yang diekspor. Utilisasi industri pengolahan kelapa saat ini masih sekitar 55 persen.
Kemenperin juga mengklaim, terus berupaya menjaga iklim usaha dan iklim investasi industri, termasuk industri keramik agar daya saingnya makin meningkat.
Antara lain dengan memberikan insentif seperti HGBT, tax allowance, kebijakan non-tariff barrier dengan memberlakukan SNI ubin keramik wajib, mendorong penggunaan ubin keramik hasil produksi dalam negeri, mengimplementasikan industri 4.0, dan mengenakan trade remedies (BMAD/BMTP).
“Kemenperin mendukung rekomendasi Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) untuk mengenakan BMAD (Bea Masuk Anti Dumping) atas impor ubin keramik dari Tiongkok. Tingginya impor ubin keramik membuat beberapa perusahaan ubin keramik menghentikan produksi,” pungkas Febri.