Pemerintah Kaji Pembangunan Hunian di Atas Rel Kereta, Sungai, dan Jalan

Tantangan penyediaan perumahan ke depan akan makin berat, menyusul makin banyaknya populasi yang tinggal di perkotaan, dipengaruhi perkembangan global dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang mendisrupsi semua aspek kehidupan masyarakat.
Perkembangan global dan TIK itu mendorong urbanisasi. Tahun 2045 misalnya, saat peringatan 100 tahun Kemerdekaan Indonesia, 72,8 persen penduduk diperkirakan tinggal di perkotaan.
Jumlah populasi yang demikian besar memberikan tantangan yang kompleks terhadap kebijakan pemerintah dalam penyediaan hunian yang layak, mengingat keterbatasan lahan di perkotaan.
Hal itu dinyatakan Direktur Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Iwan Suprijanto dalam malam puncak Hari Perumahan Nasional (Hapernas) 2024 bertema “Digitalisasi Perumahan” di Jakarta, Selasa (27/8/2024).
Hapernas 2024 diisi rangkaian kegiatan, mulai dari penanaman pohon, ziarah ke makam Bung Hatta, sampai Property Technology (Proptech) Convention and Expo, Fun Run dan Fun Walk, serta webinar dan obrolan santai tentang perumahan.
Hadir dalam malam puncak Hapernas 2024 itu Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, mantan menteri perumahan, para pengembang dan Perumnas, bankir, para pejabat tinggi Kementerian PUPR dan kementerian/lembaga lain.
Menurut Iwan, saat ini saja masih terdapat 9,9 juta rumah tangga yang belum memiliki rumah sendiri. Jumlah backlog (kekurangan pengadaan rumah) itu berpotensi terus meningkat, karena pertumbuhan rumah tangga baru yang mencapai 700 – 800 ribu per tahun.
Di pihak lain sampai 2023, sebanyak 36,85 persen atau 26,92 juta rumah tangga belum menempati rumah yang layak huni, baik berupa rumah milik sendiri maupun bukan.
“Padahal, target kita tahun ini 70 persen rumah tangga sudah menghuni rumah layak huni, sesuai dengan komitmen dalam RPJMN 2020-2024 bidang Perumahan dan Permukiman,” kata Iwan seperti dikutip keterangan tertulis Bagian Hukum dan Humas Ditjen Perumahan yang diterima akhir pekan ini.
Tantangan berikutnya, adalah belum tersedianya data by name by address (BNBA) menyangkut backlog perumahan dan rumah tidak layak huni (RTLH) tersebut.
Tantangan lain adalah penyediaan tanah, pembiayaan, akses terhadap infrastruktur dasar, isu keterhunian, manajemen data informasi untuk ketepatan sasaran program, dukungan teknologi dan industri konstruksi, serta tata kelola untuk peningkatan akuntabilitas.
“Karena itu transformasi ke digitalisasi perumahan harus menjadi prioritas kebijakan ke depan, diintegrasikan dengan program dan kegiatan (pengadaan perumahan) yang mengadopsi solusi digital,” ujar Iwan.
Dengan digitalisasi, pemerintah bisa melakukan pemetaaan data geospasial yang lebih komprehensif, menyangkut kondisi dan sebaran lokasi RTLH serta backlog perumahan yang lebih akurat dan akuntabel.
Selain itu digitalisasi juga mendorong semua pemangku kepentingan dalam efisiensi penyelenggaraan perumahan, mendukung kemudahan akses melalui sinergi platform digital yang merangkum proses bisnis perumahan, serta mengakomodasi inovasi dan ide–ide cemerlang dalam penyediaan perumahan.
Baca juga: Pembangunan Rusun ASN dan TNI di IKN Dapat Rekor MURI Sebagai yang Tercepat
Iwan menjelaskan, inovasi dan ide-ide cemerlang juga amat dibutuhkan dalam penyediaan perumahan ke depan. Terutama untuk menjawab tantangan keterbatasan lahan di perkotaan.
“Pemerintah sedang menggali inovasi terkait pemanfaatan ruang di atas jalan, rel kereta, dan sungai untuk perumahan. Tentu saja gagasan ini membutuhkan studi dan teknologi agar tidak mengganggu sistem transportasi (dan aliran sungai),” tutur Iwan.
Selain itu dalam upaya memfasilitasi kemudahan perizinan pembangunan perumahan, Kementerian PUPR juga tengah menyiapkan rancangan prototipe rumah tinggal sederhana yang mengakomodasi prinsip tahan gempa dan green building.
Sementara itu dalam sebuah acara di Jakarta, Sabtu (31/8/2024), Ketua Satgas Perumahan Tim Transisi Prabowo-Gibran, Hashim Djojohadikusumo, seperti dikutip viva.co.id menyatakan, pemerintahan Prabowo-Gibran akan membangun apartemen di 153 pasar milik PD Pasar Jaya di Jakarta.
Apartemen-apartemen yang disebutnya akan mencapai 193 tower itu dikombinasikan dengan pasar yang akan menempati 1-3 lantai pertama. Gagasan yang disebutnya bukan baru itu, muncul untuk menyiasati keterbatasan lahan untuk hunian di perkotaan.