Desain Rumah Tropis Harus Makin Merespon Alam

Perubahan iklim yang menakutkan, karena diikuti dengan kenaikan suhu bumi, cuaca yang sulit diprediksi, banjir dan kekeringan ekstrim, terus memicu pertanyaan tentang bagaimana desain rumah di iklim tropis di masa depan.
Apalagi, sebagian besar manusia sudah dan akan tinggal di perkotaan, yang memunculkan tantangan soal daya dukung lingkungan dan ketersediaan lahan untuk permukiman.
Produk window covering (tirai jendela) premium Coulisse|INK, membahas pertanyaan krusial itu dalam diskusi “Tropical House in 2050, Shall We Discuss and Imagining the Future?” dalam The Colours of Indonesia 2024 di Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Diskusi merupakan bagian dari penampilan karya 4 desainer interior ID12 (Yuni Jie, Joke Roos, Viviane Faye, dan Sammy H Syamsulhadi) yang memanfaatkan produk tirai jendela motionblinds dari Coulisse|INK, di even bertema “Summer Home” tersebut.
Selain ke-4 desainer, turut berbicara dalam diskusi itu Coulisse Managing Director Asia Pacific Rogier Krabbe, Direktur Coulisse Indonesia Jenfilia Suwandi, dan arsitek Ari Juwono, founder The Colours of Indonesia.
Para pembicara sepakat, gagasan utama desain hunian baik di iklim tropis maupun bukan, adalah pengurangan emisi karbon penyebab polusi, perubahan iklim, dan pemanasan global.
Sempat muncul istilah biophilic design dalam interior dan arsitektur sebagai konsep desain yang menyelaraskan antara alam, manusia, dan bangunan.
Tapi, apakah konsep desain itu masih menarik, mengingat makin banyak ditemukan tanaman yang yang mampu membersihkan udara dan menghasilkan oksigen lebih banyak?
Ada pula konsep desain bioklimatik, yang menyelaraskan desain ruang dengan iklim mikro di sekitar bangunan. Fokus desain, mereduksi konsumsi energi konvensional, digantikan energi hijau seperti solar panel dan sejenisnya.
Belakangan muncul teknologi 3D printing yang memungkinkan pembangunan rumah jauh lebih cepat, sehingga mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon.
Di luar itu mencuat pula gagasan penggunaan material bangunan yang mampu mengurangi carbon footprint, dan mendukung keberlanjutan lingkungan.
Misalnya, dengan mengoptimalkan penggunaan bahan bangunan lokal, atau menggunakan bahan bangunan yang diproduksi secara lebih ramah lingkungan.
Viviane berpendapat, desain rumah tropis sebaiknya memang menggunakan material yang berkelanjutan. Contohnya, clay (tanah lempung) yang adem dan mudah dibentuk, dan natural fiber.
Sammy menambahkan, perlunya kreatifitas dan sikap bijak dalam penggunaan bahan dalam mendesain rumah tropis sehingga tidak over design.
Berkaitan dengan penggunaan material, Rogier mengklaim produk-produk Coulisse dirancang sebagai respon terhadap tiga isu: climate change, the rise of tech, dan well being.
Berdasarkan tiga isu itu, Coulisse merumuskan tiga pilar dalam mendesain produknya: smart & functional, beauty and well being, dan impact of the planet.
“Produk Coulisse harus mudah dioperasikan dan membuat nyaman, terbuat dari kain yang indah yang terinspirasi dari alam, dan diproduksi dengan memperhatikan dampaknya terhadap planet ini,” jelas Rogier.
Ia menunjuk Motionblinds sebagai contoh. Dengan Motionblinds technology, Coulisse membawa produk window covering ke era home automation.
Motionblinds bisa dioperasikan dengan suara (voice command), menggunakan konektifitas di platform Google, Apple, Amazon, Smarthings, dan ABB tanpa melalui sebuah apps.
Baca juga: Coulisse dan 4 Desainer Berkolaborasi Tampilkan Motionblinds di The Colours of Indonesia
Sedangkan Joke Roos lebih mengedepankan pada desain interior. “Desain rumah tropis harus memiliki banyak bukaan, didukung ventilasi silang yang melancarkan sirkulasi udara di dalam rumah,” katanya.
Bukaan yang memadai memungkinkan rumah memanfaatkan cahaya alami secara optimal. Ventilasi silang membuat rumah lebih adem, sehingga mengurangi penggunaan AC. Keduanya mereduksi konsumsi energi dan emisi.
Sementara Yuni Jie menyatakan, dengan mayoritas populasi akan tinggal di perkotaan, desain rumah tropis ke depan mau tak mau harus makin simpel praktis.
Desain itu harus diiringi dengan sikap penghuninya yang juga simpel praktis, aktif dan peduli terhadap perubahan iklim, pemanasan global, konsumsi energi, dan pengurangan emisi.
Pendapat Yuni Jie didukung Jenfilia. Populasi perkotaan yang demikian besar, memang mengharuskan segala sesuatu dirancang simpel praktis termasuk hunian.
Dalam bahasa Ari Juwono, desain rumah tropis ke depan harus makin “back to nature”, kembali ke alam, merespon kondisi lingkungan. Entah dengan memanfaatkan teknologi atau tidak.