OJK Minta Pinjol Biayai UMKM

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meluncurkan peta jalan atau roadmap pengembangan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) 2023 – 2027, dan roadmap Perusahaan Pembiayaan 2024 – 2028.
LPBBTI adalah nomenklatur OJK untuk perusahaan penyaluran pinjaman berbasis teknologi informasi atau financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending, atau yang lebih dikenal dengan istilah pinjaman online (pinjol).
Menurut Agusman, Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya, dalam peta jalan itu OJK meminta pinjol dan perusahaan pembiayaan (PP) meningkatkan pembiayaan ke sektor produktif termasuk UMKM.
Antara lain dengan meningkatkan limit pembiayaan untuk sektor produktif, membatasi manfaat ekonomi (bunga) yang dikenakan, serta menekankan sinergi dengan lembaga jasa keuangan (LJK), usaha kecil menengah dan mikro (UMKM), serta sektor prioritas ekonomi terkait.
Selama ini PP dan kemudian pinjol dan paylater, lebih banyak menyalurkan pinjaman konsumtif seperti kredit kendaraan bermotor dan pinjaman untuk keperluan pribadi.
Agusman dalam pertemuan pers beberapa hari lalu menyebutkan, OJk juga meminta PP dan pinjol menjadikan peningkatan aksesibilitas, inklusi keuangan, dan pemberdayaan UMKM, sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam menyusun rencana bisnis.
OJK sendiri tengah menyusun peraturan (POJK) tentang batas atas pembiayaan produktif P2P lending menjadi Rp10 miliar. Targetnya kelak, fintech lending bisa menyalurkan pembiayaan hingga setidaknya 30 persen dari total outstanding pembiayaannya untuk sektor produktif.
“Penyesuaian batas maksimum itu hanya dapat dilaksanakan fintech lending yang memenuhi kriteria tertentu. Yaitu, yang TWP90 (pinjaman bermasalah)-nya maksimal lima persen selama enam bulan terakhir, dan tidak sedang dalam pengenaan sanksi oleh OJK,” jelas Agusman.
Baca juga: Laba Penyelenggara Pinjol Meningkat Jadi Rp656,80 Miliar pada Agustus 2024
Per September 2024 terdapat 22 penyelenggara fintech lending yang memiliki TWP90 di atas 5 persen. OJK telah meminta penyelenggara membuat action plan untuk memperbaiki kualitas pendanaannya, disertai ancaman sanksi bila tidak melaksanakannya.
Sedangkan 14 penyelenggara fintech lending belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari 14 fintech itu, lima penyelenggara sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor.
Secara keseluruhan per September 2024 industri fintech lending mencatat pertumbuhan laba 66,15 persen (yoy) menjadi Rp806,05 miliar, karena adanya peningkatan pendapatan operasional.
Pada periode yang sama outstanding pendanaan fintech lending meningkat 33,73 persen (yoy) menjadi Rp74,48 triliun, dengan 89,98 persen pendanaan dari lender (pemilik dana) institusi, dan 10,02 persen dari lender perorangan.