Rupiah Terus Melemah, Penyaluran Kredit Bisa Makin Payah

Rupiah makin kepayahan menghadapi penguatan nilai tukar dolar AS (USD) pasca terpilihnya Donald Trump menjadi presiden Amerika Serikat (AS).
Mengutip keterangan Bank Indonesia (BI) melalui Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Ramdan Denny Prakoso, pada akhir perdagangan Kamis (14/11/2024), rupiah ditutup pada level (bid) Rp15.850 per USD, merosot dibanding penutupan perdagangan Kamis pekan sebelumnya yang tercatat Rp15.730.
Pada pembukaan perdagangan Jum’at (15/11/2024), rupiah dibuka makin melemah di level (bid) Rp15.880 per USD, dibanding Rp15.605 pada pembukaan perdagangan Jum’at pekan sebelumnya.
Pada penutupan perdagangan, nilai tukar rupiah menguat tipis menjadi Rp15.874, namun tetap melemah dibanding penutupan perdagangan sehari sebelumnya, Kamis (14/11/2024).
Selama sepekan ini kurs rupiah di pasar spot merosot 1,29 persen dari posisi Rp15.672 per dolar AS pada Jumat (8/11/2024), menjadi Rp15.874 pada Jum’at pekan ini (15/11/2024).
Juga melemah lebih dari 1 persen dalam waktu bersamaan terhadap USD, mata uang yen Jepang, ringgit Malaysia, baht Tahiland, dolar Singapura, dan dolar Taiwan.
Selain situasi ekonomi dan politik di AS yang membuat Indeks Dolar (DXY) menguat, data kenaikan utang luar negeri Indonesia dan menurunnya surplus neraca perdagangan pada Oktober 2024, ikut berperan memerosotkan rupiah.
Investor asing jangka pendek (portofolio) ramai-ramai menarik duitnya dari Indonesia, terutama di pasar saham dan surat utang BI (SRBI), untuk dipindahkan ke USD.
Berdasarkan data transaksi 11 – 14 November 2024, asing tercatat melepas investasinya atau jual neto sebesar Rp7,42 triliun.
Terdiri dari jual neto Rp4,12 triliun di pasar saham, beli neto Rp0,35 triliun di pasar SBN, dan jual neto Rp3,65 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Baca juga: Selama Oktober 2024 Rupiah Melemah 2,82 Persen
Menurut para analis, BI mencoba menahan kejatuhan nilai rupiah dengan melakukan intervensi di pasar spot, menaikkan bunga (yield) SRBI ke level lebih dari 7 persen, juga bunga SBN ke level mendekati 7 persen, dengan harapan asing terpikat dan menaruh kembali dananya di Indonesia.
Namun efeknya selain bisa menguras cadangan devisa dan makin membengkakkan utang luar negeri BI, juga membuat likuiditas perbankan mengetat yang berpotensi menaikkan bunga kredit dan makin mengendurkan laju penyaluran kredit.
Apalagi, pelemahan rupiah yang makin dalam itu berpotensi menghambat penurunan BI rate lebih lanjut, yang selanjutnya makin menahan penurunan bunga bank dan pertumbuhan kredit. Selama tiga triwulan terakhir, laju penyaluran kredit terus menurun kendati masih double digit.