Senin, Oktober 20, 2025
HomeNewsEkonomiGubernur BI: Pemerintahan Trump Akan Bikin Ekonomi Global Lebih Muram

Gubernur BI: Pemerintahan Trump Akan Bikin Ekonomi Global Lebih Muram

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan, di bawah Presiden Donald Trump, perekonomian Amerika Serikat lebih berorientasi domestik (inward looking policy). Trump akan fokus mendorong pertumbuhan ekonomi AS.

Caranya, antara lain dengan memberikan pemotongan pajak (tax cut) kepada penduduk dan pengusaha (korporasi) AS. Penduduk AS kemungkinan menerima tax cut sekitar 3 persen, sedangkan korporasi sekitar 21 persen.

Sementara ke luar, Trump akan mengenakan bea masuk yang tinggi, sekitar 25 persen, terhadap sejumlah produk impor dari negara-negara yang selama ini mencatat surplus perdagangan yang besar dengan AS, seperti China, Inggris, Uni Eropa, Meksiko, Vietnam, dan mungkin juga Jepang serta Korea.

Analisis itu dinyatakan Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan (RDGB) BI di Jakarta, Rabu (20/11/2024).

Perry menjelaskan, fragmentasi perdagangan yang diterapkan AS itu akan membuat pertumbuhan ekonomi negara-negara yang terkena kebijakan tersebut melambat.

“Ekonomi China yang sudah melambat, kemungkinan makin melambat. Ekonomi Uni Eropa yang sedang naik, kemungkinan tidak jadi naik. Semua itu menyebabkan ekonomi dunia makin melambat,” kata Perry.

Dampak lebih jauh, ekonomi negara-negara berkembang, apalagi yang berorientasi ekspor juga akan melemah. Ekspor Indonesia misalnya, sangat tergantung pada Tiongkok.

Perry menyebutkan, kalau semula BI meramalkan pertumbuhan ekonomi global mencapai 3,2 persen tahun depan, karena kebijakan fragmentasi perdagangan itu, pertumbuhannya mungkin jadi lebih rendah.

Karena itu BI menyebut risiko perekonomian global tahun depan makin tinggi. Bukan hanya karena meningkatnya ketegangan geopolitik, tapi juga karena fragmentasi perdagangan tersebut.

Fragmentasi perdagangan itu juga akan membuat inflasi dunia kembali meningkat, karena harga barang-barang yang diperdagangkan menjadi lebih tinggi.

Sebaliknya di AS, proses penurunan inflasi yang saat ini 2,7 persen akan berjalan lebih lambat sehingga penurunan bunga acuan bank sentral AS, The Fed, atau Fed Funds Rate (FFR), akan lebih terbatas.

Semula BI memperkirakan FFR akan turun 75-100 bps atau 3-4 kali tahun depan. Tapi, dengan Trump menjadi presiden, penurunannya diperkirakan hanya 50 bps atau 2 kali saja. “Desember mendatang The Fed diperkirakan hanya akan memangkas suku bunga 25 bps,” ujar Perry.

Baca juga: Ketidakpastian Pasar Keuangan Global Meningkat Lagi, Ini Respon BI

Di pihak lain kebutuhan pembiayaan defisit fiskal yang lebih besar dengan menerbitkan surat utang, akan mendorong kenaikan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS, US Treasury.

Akibatnya, dolar AS makin menguat secara luas, karena berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan portofolio investasinya kembali ke AS karena yield-nya yang lebih menarik.

“Semua itu mendorong pelemahan nilai tukar berbagai mata uang dunia termasuk rupiah (terhadap dolar AS) semakin tinggi, karena aliran keluar investasi portofolio asing tersebut,” jelas Perry.

Kurs mata uang yang terus melemah juga akan membuat perekonomian domestik berbagai negara makin payah. Tak terkecuali perekonomian Indonesia.

Berita Terkait

Ekonomi

Program Magang Berbayar Dibuka Lagi November, Kali Ini Untuk 80 Ribu Sarjana/Diploma

Pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sudah meresmikan peluncuran...

Senin Besok Penyaluran BLT Rp900.000/KK untuk 35 Juta KK Dimulai

Untuk mendongkrak daya beli masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi,...

Menko Airlangga: Bisa Jaga Pertumbuhan 5 Persen Per Tahun, Indonesia Jadi Negara Bright Spot

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut satu tahun...

Berita Terkini