Sabtu, September 6, 2025
HomeNewsEkonomiArus Modal Asing Surplus, Tapi Rupiah Tetap Melemah. Menkeu: Faktor Trump

Arus Modal Asing Surplus, Tapi Rupiah Tetap Melemah. Menkeu: Faktor Trump

Arus masuk keluar modal asing portofolio lazimnya sangat mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD).

Bila modal asing itu mencatat net inflow (beli neto atau arus masuk ke Indonesia lebih banyak), rupiah pun menguat. Tapi bila mencatat net outflow (jual neto atau arus keluar lebih besar), rupiah terdepresiasi.

Tapi, kali ini situasinya berbeda. Berdasarkan data transaksi 9-12 Desember 2024, Bank Indonesia melaporkan melalui keterangan resmi, Jum’at (13/12/2024), nonresiden (asing) tercatat beli neto Rp7,33 triliun.

Terdiri dari jual neto Rp1,31 triliun di pasar saham, beli neto Rp8,84 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan jual neto Rp0,20 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Bahkan, selama tahun kalender 2024 (year to date atau ytd), berdasarkan data setelmen s.d. 12 Desember, modal asing masih mencatat net inflow Rp22,78 triliun di pasar saham, Rp38,63 triliun di pasar SBN, dan Rp171,36 triliun di SRBI.

Sementara selama semester dua saja (Juli-12 Desember) II 2024, asing tercatat beli neto Rp22,78 triliun di pasar saham, Rp72,59 triliun di pasar SBN, dan Rp41,01 triliun di SRBI.

Namun semua itu tidak membuat rupiah menguat, tapi sebaliknya makin melemah. Pada akhir perdagangan Jum’at (13/12/2024), rupiah ditutup di level Rp15.990 per USD, jauh merosot dibanding Jum’at pekan lalu yang masih tercatat Rp15.865/USD.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pasca kemenangan Donald Trump, dolar AS memang terus menguat dan yield (imbal hasil) surat utang pemerintah AS atau US Treasury (UST) Note naik. Penguatan USD itu tercermin dari penguatan indeks dolar AS atau DXY.

“Semua itu menyebabkan tekanan di sebagian besar negara berkembang (emerging markets) termasuk Indonesia,” kata Menkeu saat menyampaikan kondisi APBN 2024 per November beberapa hari lalu di Jakarta.

Per 9 Desember 2024 secara ytd Kementerian Keuangan mencatat, nilai tukar rupiah sudah terdepresiasi 2,80 persen karena penguatan indeks dolar.

Pasar SBN juga masih mengalami tekanan, dengan yield domestik yang cenderung meningkat ke level 6,93 persen (per 9 Desember 2024), sejalan dengan tren peningkatan yield UST.

Peningkatan ketidakpastian global menyusul kemenangan Trump itu, juga mendorong capital outflow (pelarian modal dari Indonesia) kendati secara tahun kalender masih mencatat net inflow.

Baca juga: Gubernur BI: Pemerintahan Trump Akan Bikin Ekonomi Global Lebih Muram

Menkeu menjelaskan, fenomena Trump 2.0 meningkatkan risiko perekonomian global dan emerging markets. Kebijakan proteksionis AS yang diprediksi akan diterapkan Trump, meningkatkan potensi perang dagang dan trade diversion, volatilitas harga komoditas, dan inflasi global, yang selanjutnya melemahkan pertumbuhan ekonomi global.

Bagi negara berkembang, perubahan kebijakan AS di bawah Trump menimbulkan hambatan perdagangan, depresiasi mata uang, dan memicu arus keluar modal asing.

Sementara perekonomian Tiongkok (nomor dua terbesar setelah AS dan paling mempengaruhi ekonomi Indonesia), juga menghadapi berbagai tantangan, yang menambah ketidakpastian global.

Antara lain krisis sektor properti, pelemahan konsumsi domestik, dan hidden debt, serta ancaman peneganaan tarif dagang yang tinggi oleh Trump 2.0.

Bank sentral dan pemerintah Tiongkok sudah melansir berbagai stimulus, namun belum memadai mengangkat perekonomiannya.

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini