Dongkrak Daya Beli, Pemerintah Rilis Paket Insentif PPN DTP Rp265,6 Triliun

Pemerintah melansir paket lengkap stimulus ekonomi berupa insentif pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp265,6 triliun tahun depan.
Fokus pemberian insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) itu adalah rumah tangga, usaha kecil menengah dan mikro (UMKM), industri padat karya, dan industri kendaraan listrik.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan paket stimulus yang berlaku mulai 1 Januari 2025 itu di Jakarta, Senin (16/12/2024). Airlangga didampingi sejumlah menteri, kepala badan, dan dirut BUMN.
Yaitu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Menaker Yassierli, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri PKP Maruarar Sirait, Mendag Budi Santoso, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, Dirut PLN Darmawan Prasodjo, dan Dirut BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo.
Nilai insentif PPN Rp265,6 triliun itu sudah termasuk untuk barang-barang yang selama ini memang tidak dipungut PPN seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, rumah sederhana, dan air minum.
Sementara untuk barang-barang yang sesuai peraturan perundangan seharusnya membayar PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025, karena dinilai sangat dibutuhkan masyarakat, tidak dikenai PPN 12 persen tapi tetap 11 persen seperti yang berlaku saat ini.
“Barang-barang itu meliputi tepung terigu, gula untuk industri, dan MinyaKita,” kata Airlangga melalui keterangan tertulis Kemenko Perekonomian pada hari yang sama.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, dengan paket insentif PPN DTP itu, pemerintah mengorbankan potensi penerimaan negara Rp265,6 triliun. Ia menyebut beberapa contoh potensi penerimaan negara tahun depan, bila sejumlah barang dan jasa di atas tetap dikenakan PPN.
Yaitu, untuk bahan makanan pokok potensi penerimaan PPN-nya Rp77,1 triliun, pengembangan UMKM Rp61,2 triliun, sektor transportasi Rp34,4 triliun, jasa pendidikan dan kesehatan Rp30,8 triliun, serta jasa keuangan dan asuransi Rp27,9 triliun.
Sementara dari barang dan jasa yang dikategorikan mewah dan akan dikenakan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025, potensi penerimaan negaranya mencapai Rp75 triliun.
Meningkat dibanding potensi penerimaan negara saat tarif PPN dinaikkan dari 10 persen menjadi 11 persen tahun 2022 yang mencapai Rp60,76 triliun.
Kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, memang hanya dikenakan untuk barang dan jasa mewah, dan dikonsumsi kalangan berpunya (desil 9-10 menurut pengelompokan pendapatan atau kelompok terkaya).
“Contohnya daging sapi wagyu atau kobe yang harganya di kisaran Rp2,5 juta sampai Rp3 juta per kilo,” kata Sri Mulyani.
Baca juga: Kelas Menengah dan Daya Beli Lemah, Sebagian Bank Pesimis Capai Target Penyaluran Kredit
Contoh lain, jasa pendidikan atau sekolah elit yang memungut bayaran ratusan juta kepada siswanya, jasa kesehatan untuk kalangan atas, dan pelanggan listrik dengan daya 3.500-6.600 volt ampere (VA).
Menkeu menjelaskan, PPN 12 persen dikenakan pada barang-barang mewah yang sebelumnya tidak dikenakan PPN itu, karena kelompok terkaya paling banyak menikmati pembebasan PPN, mencapai Rp41,1 triliun.
“Artinya pembebasan PPN kita (selama ini) lebih berpihak pada kelompok yang mampu. Karena itu perlu diperbaiki agar memenuhi prinsip gotong royong dan keadilan,” tutur Menkeu.
Sedangkan untuk kendaraan listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV) yang diproduksi di dalam negeri atau completely knocked down (CKD), pemerintah melanjutkan pemberian insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) 10 persen.
Pemerintah juga memberlakukan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) DTP 15 persen untuk impor mobil listrik utuh atau completely built up (CBU) dan CKD, dan pembebasan bea masuk untuk impor mobil listrik CBU yang produsennya berkomitmen membangun pabrik di Indonesia.
Tahun depan pemerintah juga memberikan insentif PPnBM DTP 3 persen untuk mobil hybrid. Sebelumnya pemerintah tidak memberikan insentif pajak untuk mobil hibrid kendati sejumlah produsen seperti Toyota, Honda, Suzuki, dan Hyundai mampu memproduksinya di dalam negeri.