Menkeu-Gubernur BI Sepakati Utang Rp775,8 Triliun untuk Tutup Defisit APBN 2025

Pemerintah berkomitmen mengelola kebijakan fiskal secara pruden (hati-hati) guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, melalui pengelolaan defisit APBN 2025 yang terkendali dan strategi pembiayaan yang berhati-hati.
Komitmen itu disepakati Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam rapat koordinasi tahunan pemerintah-otoritas moneter tentang rencana penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan operasi moneter 2025.
Mengutip keterangan bersama Menkeu dan Gubernur BI yang dirilis akhir pekan ini, defisit APBN 2025 sudah ditetapkan 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau senilai Rp616 triliun.
Pembiayaan defisit APBN 2025 itu akan dipenuhi dengan utang yang secara neto sebesar Rp775,8 triliun, dan pembiayaan nonutang yang secara neto sebesar minus Rp159,7 triliun.
“Pembiayaan utang itu akan dilakukan melalui penerbitan global bond, penarikan pinjaman luar negeri dan dalam negeri, serta penerbitan SBN di pasar domestik,” kata Menkeu.
Menkeu menambahkan, strategi penerbitan SBN baik besaran, jadwal, tenor, instrumen, maupun metode penerbitan termasuk melalui transaksi bilateral (bilateral buyback/debt switch) dan penawaran umum, dilakukan secara terukur, antisipatif dan fleksibel.
Penerbitan SBN juga didukung oleh pengelolaan portofolio utang yang efektif dengan menerapkan prinsip kehati-hatian serta manajemen risiko yang kuat, sehingga stuktur utang pemerintah tetap sehat, aman dan berkesinambungan.
Baca juga: Pemerintah Tarik Utang, Cadangan Devisa Meningkat Lagi
Sementara itu, BI akan mengarahkan kebijakan moneter 2025 untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1%, dan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.
“Bank Indonesia terus mencermati pergerakan nilai tukar rupiah, prospek inflasi, dan dinamika kondisi ekonomi yang berkembang, dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga kebijakan (BI Rate) lanjutan,” ujar Gubernur Perry.
Perry menjelaskan, rencana operasi moneter 2025 difokuskan untuk menjaga kecukupan likuiditas sesuai dengan arah kebijakan moneter.
Sejalan dengan itu, BI akan melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder tahun 2025, dengan memperhitungkan permintaan likuiditas karena kenaikan uang primer, baik dalam bentuk uang kartal, rekening giro bank di BI, maupun SRBI yang dipegang bukan bank.
Jumlah pembelian SBN dari pasar sekunder itu juga mempertimbangkan perubahan likuiditas karena lalu lintas devisa dan operasi keuangan pemerintah, kenaikan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM), operasi moneter rupiah dan valuta asing, serta SBN milik BI yang akan jatuh tempo selama 2025.
Selain itu operasi moneter pro-market BI juga akan terus dioptimalkan, melalui instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dengan menjadikan SBN sebagai underlying asset.
Pembelian SBN dari pasar sekunder oleh BI akan dilakukan dari pelaku pasar, dan melalui mekanisme pertukaran SBN secara bilateral (bilateral debt switch) dengan pemerintah.
Bilateral debt switch itu dilakukan atas SBN yang berasal dari Kesepakatan Bersama Menkeu-BI No. point-4-a.png tanggal 7 Juli 2020, sebagaimana diubah dengan Kesepakatan Bersama No. point-4-b.png (SKB II) tanggal 20 Juli 2020, yang akan jatuh tempo tahun 2025.
Mekanisme debt switch dilakukan dengan pertukaran antara SBN yang jatuh tempo dan SBN reguler, yang dapat diperdagangkan di pasar (tradeable) dengan harga pasar yang berlaku.
SBN pengganti adalah SBN dengan tenor yang lebih panjang sesuai dengan kebutuhan operasi moneter BI dan kesinambungan fiskal pemerintah.
“Mekanisme pertukaran SBN secara bilateral antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia telah dilakukan sebelumnya, termasuk tahun 2021 dan 2022,” kata Perry.