Menkeu: Tak Ada Pemotongan Anggaran, Tapi Refocusing. Belanja Pemerintah Tetap

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, efisiensi anggaran negara (APBN) yang selama beberapa bulan ini ramai dibicarakan bukan pemangkasan, melainkan refocusing dari satu ke sektor lain yang dinilai lebih efektif dan langsung berdampak terhadap orang banyak.
Karena itu kebijakan efisiensi anggaran (tahap pertama sebesar Rp306 triliun) itu, tidak menyebabkan efek berantai (multiplier effect) yang negatif terhadap perekonomian.
“Efisiensi anggaran tidak mengurangi belanja negara. Belanja negara tahun ini tetap Rp3.621,3 triliun,” kata Menkeu dalam konferensi pers di DPR, Jakarta, akhir pekan lalu.
Yang dilakukan pemerintah dengan kebijakan efisiensi tersebut, jelas Menkeu, adalah refocusing atau menggeser anggaran dari satu kegiatan ke kegiatan lain yang dinilai lebih berdampak besar terhadap masyarakat dan perekonomian.
Dampak refocusing anggaran itu secara agregat terhadap perekonomian akan tergantung dari masing-masing kegiatan yang menerima realokasi anggaran.
“Kalau anggarannya direlokasi untuk aktivitas yang menimbulkan multiplier effect positif lebih besar, dampak kebijakan efisiensi anggaran itu ke perekonomian justru akan lebih baik,” ujar Sri Mulyani.
Menkeu menmbahkan, Kemenkeu akan terus melakukan monitoring terhadap kebijakan efisiensi anggaran tersebut. Terutama menyangkut kecepatan untuk melakukan belanja agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Presiden Prabowo: Nggak Masalah Kabinet Gemuk, yang Penting Kerja Efisien
Kendati demikian Sri Mulyani menyebutkan, semangat kebijakan efisiensi akan tetap dipertahankan, karena penting bagi penyelenggaraan birokrasi yang baik dan efisien.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2025 sebesar 5,2 persen. Lebih tinggi dibanding realisasi pertumbuhan ekonomi 2024 yang hanya 5,03 persen.
Banyak ekonom yang khawatir, kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintahan Prabowo berdampak negatif terhadap konsumsi masyarakat, dunia usaha, dan penyerapan tenaga kerja, yang pada akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi masyarakat adalah kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi (lebih dari 53 persen). Sedangkan anggaran negara atau belanja (konsumsi) pemerintah hanya berkontribusi 7-9 persen.