BI Naikkan Insentif Likuiditas untuk Sektor Perumahan Jadi 5 Persen Mulai 1 April 2025

Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan Bank Indonesia (BI), 18-19 Februari 2025, memutuskan menaikkan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) kepada perbankan, dari maksimal 4 persen menjadi 5 persen dari dana pihak ketiga (DPK) yang mereka himpun.
Di antaranya yang dinaikkan adalah besaran insentif KLM pada sektor perumahan, termasuk perumahan rakyat, secara bertahap dari Rp23,19 triliun saat ini menjadi sekitar Rp80 triliun, guna mendukung program 3 juta rumah pemerintahan Prabowo Subainto, yang berlaku mulai 1 April 2025.
Hal itu diungkapkan Gubernur BI Perry Warjiyo saat menyampaikan hasil RDG BI di Jakarta, Selasa (19/2/2025), didampingi semua deputi gubernur BI.
Perry menjelaskan, Bank Indonesia terus memperkuat efektivitas implementasi KLM. Mulai 1 Januari 2025, KLM diarahkan untuk mendorong kredit perbankan yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Yaitu, antara lain sektor pertanian, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan dan pariwisata dan ekonomi kreatif, konstruksi, real estate, dan perumahan rakyat, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau.
Gubernur Perry menjelaskan, BI melihat sektor perumahan bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dan menciptakan banyak lapangan kerja, dua kriteria sektor yang bisa mendapat KLM.
“Kalau sektor perumahannya maju, tentu akan mendorong dan menarik perkembangan sektor-sektor terkait (perumahan) lainnya, yang kemudian memacu pertumbuhan ekonomi,” jelas Perry.
Hingga minggu kedua Februari 2025, BI telah memberikan insentif KLM senilai Rp295 triliun, atau meningkat Rp36 triliun dibanding Rp259 triliun pada akhir Oktober 2024.
Insentif likuiditas itu diberikan kepada kelompok bank BUMN Rp129,2 triliun, bank swasta (BUSN)Rp131,9 triliun, BPD Rp28,7 triliun, dan KCBA (asing) Rp4,9 triliun.
“BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk mendukung kesuksesan program-program Asta Cita melalui peningkatan KLM untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan pada sektor-sektor prioritas, termasuk perumahan dan pertanian,” tegas Gubernur BI.
Baca juga: BI Akan Tambah Insentif Likuiditas untuk Sektor Perumahan Jadi Rp80 Triliun
KLM adalah kebijakan BI memberikan insentif berupa pengurangan giro wajib minimum (GWM) atau dana simpanan perbankan di BI, kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor yang telah ditentukan.
Yaitu, sektor yang paling mendukung pertumbuhan ekonomi dan menciptakan banyak lapangan kerja. Artinya, bank-bank yang memberikan kredit ke sektor-sektor yang masuk kriteria tersebut, bakal mendapat tambahan likuiditas melalui pengurangan GWM di BI hingga 4 persen yang mulai 1 April 2025 dinaikkan menjadi 5 persen.
BI menentukan bank wajib menaruh cadangan dana atau likuiditas berupa GWM sebesar 9 persen dari dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpunnya.
Dengan adanya KLM, bank berpotensi cukup menyetor GWM 4 persen, sehingga lebih banyak dana yang bisa dipakai untuk penyaluran kredit yang menghasilkan pendapatan lebih besar. GWM bank di BI sendiri hanya diganjar bunga minimal.
Besaran insentif berupa pengurangan GWM hingga 5 persen itu, mencakup maksimal 3,2 persen untuk penyaluran kredit ke sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan, transportasi, pergudangan, pariwisata, dan ekonomi kreatif, serta konstruksi, real estate, dan perumahan rakyat.
Kemudian 1,0 persen pembiayaan inklusif (UMKM), 0,3 persen pembiayaan ultra mikro, dan 0,5 persen pembiayaan berwawasan lingkungan. Total menjadi maksimal 4 persen.