Minggu, September 7, 2025
HomeNewsEkonomiEfisiensi Belanja Pemerintah Perburuk Kondisi Industri Elektronik

Efisiensi Belanja Pemerintah Perburuk Kondisi Industri Elektronik

Perusahaan elektronik PT Sanken Indonesia (bagian dari Sanken Electric Jepang) yang berlokasi di kawasan industri MM2100, Cikarang, Bekasi (Jawa Barat), akan berhenti beroperasi pada Juni 2025.

Pabrikan yang memproduksi transformator, UPS (Uninterruptible Power Supply), dan komponen elektronik lainnya itu akan merelokasi pabriknya ke China dan negara induknya Jepang. Lebih dari 400 pekerjanya akan di-PHK.

Serupa dengan Sanken, PT Yamaha Music Product Asia yang juga berlokasi di kawasan industri MM2100, akan menutup pabriknya pada akhir Maret 2025. Penutupan pabrik itu akan disusul PT Yamaha Indonesia yang berlokasi di kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur, pada akhir Desember 2025.

Kedua pabrik Yamaha itu merupakan divisi produksi piano dari Yamaha Corporation (Jepang). Penutupan pabrik-pabrik elektronik itu karena permintaan pasar yang terus menurun, sehingga produksi dialihkan ke negara asalnya Jepang dan ke China.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif melalui keterangan resmi akhir pekan ini (27/2/2025) menyatakan perlunya mewaspadai kondisi industri elektronik.

Pasalnya, data Kemenperin menunjukkan utilisasi industri elektronik selalu di bawah 40 persen. Sebagian perusahaan industri itu tidak hanya sebagai produsen namun juga importir.

Utilisasi pabrik yang rebdah itu terjadi, karena permintaan pasar di dalam negeri yang tidak terjaga dengan baik. Ditandai dengan banjir produk elektronik impor murah.

Baca juga: Industri Pengolahan Belum Pede Tingkatkan Produksi

Selain itu juga dipengaruhi oleh efisiensi belanja pemerintah yang merupakan salah satu konsumen besar produk industri elektronik.

“Belum ada regulasi untuk melindungi industri elektronik, seperti tata niaga untuk pembebasan yang belum kuat,” kata Febri.

Regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga hanya berlaku untuk produk handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) serta belanja barang dan jasa pemerintah, belum untuk industri elektronik secara keseluruhan.

SNI (Standar Nasional Indonesia) juga belum seluruhnya diwajibkan, ditambah pengenaan tarif nol persen untuk produk elektronik di hilir dalam kerja sama regional atau bilateral.

Kemenperin berharap dibuka ruang dalam pasar domestik bagi produk elektronik dalam negeri yang selama ini dibeli pemerintah melalui belanja APBN/APBD dan BUMN/BUMD.

Pembukaan ruang dalam pasar domestik itu dilakukan melalui pemberlakuan kebijakan pembatasan impor produk elektronik, sehingga pasar bisa diisi produk elektronik industri dalam negeri.

“Industri elektronik sedang mengalami tekanan permintaan, karena pengurangan belanja pemerintah untuk produk elektronik ber-TKDN,” tutup Febri.

Berita Terkait

Ekonomi

Utang Pinjol dan Paylater Warga RI Terus Meningkat Tinggi

Buy now pay later (BNPL) adalah layanan keuangan yang...

Belasan Investor Kazakhstan Lirik IKN

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia...

Program Perumahan Salah Satu yang Diharapkan Buka Lapangan Kerja

Pemerintah terus menjalin kolaborasi dengan pelaku usaha untuk membuat...

Menko Airlangga Minta Pengusaha Tahan PHK dan Buka Program Magang Berbayar untuk Sarjana Baru

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta para pengusaha...

Berita Terkini