Minggu, September 7, 2025
HomeBerita PropertiOpini: Kornas Pera Soal Program 3 Juta Rumah di Kalibata

Opini: Kornas Pera Soal Program 3 Juta Rumah di Kalibata

Oleh Muhammad Joni, praktisi hukum perumahan dan Ketua Umum Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas Pera)

Pemerintah telah mengumumkan untuk pembangunan program 3 juta rumah di lahan eks kompleks rumah dinas (rumdis) DPR di Kalibata, Jakarta Selatan seluas 24 ha untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Bagaimana arah konsep pembangunan kawasan yang terdiri blok 20 ha plus 4 ha yang dipisahkan rel kereta itu? Siapa yang bisa menikmati kawasan bernilai ekonomi tinggi eks rumdis anggota parlemen Kalibata itu? Apa saja terobosan yang menyasar MBR dan warga miskin kota? Akankah melibatkan pelaku usaha domestik yang bagian ekosistem pembangunan perumahan MBR?

Berikut beberapa catatan Muhammad Joni, praktisi hukum perumahan dan Ketua Umum Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas Pera).

Terobosan
Proyek eks rumdis DPR Kalibata itu pasti menarik dan patut diapresiasi. Itu gebrakan program 3 juta rumah yang juga Program Strategis Nasional (PSN). Artinya, PSN bukan hanya proyek seperti halnya Program Sejuta Rumah (PSR) namun transformasi. Itu terobosan mengubah lahan kompleks rumdis DPR menjadi hunian MBR yang gaungnya menggelegar. Tersebab itu harus dipastikan untuk siapa hunian eks rumdis DPR itu disiapkan. Pro MBR atau pro properti komersial?

Memang selalu saja dipakai dalil mengatasi kekurangan rumah (backlog). Apakah eks lahan bagus eks rumdis DPR yang strategis dekat stasiun kereta dan berhampiran kawasan tepi kali itu hendak dirancang? Bisakah mengatasi kawasan permukiman kumuh dan rumah tidak layak huni di Jakarta? Apakah menjadi atensi khusus bagi warga prasejahtera
yang berhampiran sekitar Kalibata seperti pinggiran Sungai Ciliwung?

Intervensi kebijakan menjawab soal kusut backlog agak lain dengan senabut soal kawasan kumuh kota yang akut dan sudah menjadi komunitas tersendiri dengan sub kultur yang unik. Pembangunan rumah susun itu solusi backlog atau mencakup exit strategy menjawab kekumuhan kota? Untuk itu intervensinya tidak hanya reproduksi hunian dan mengejar statistik jumlah bangunan rumah susun.

Alhasil PSN tiga juta rumah tidak melulu membangun statistik fisik rumah namun membangun ekonomi dan memberdayakan keluarga MBR untuk melampaui skenario capaian statistik hunian 3 juta rumah MBR.

Baca juga: Opini: Salah Kaprah Mengelola Sampah

Pemberdayaan
Transformasi eks lahan rumdis DPR menjadi hunian MBR itu terbosan berani pro MBR. Itu lahan yang menggiurkan. Dengan kelangkaan lahan di Jakarta tidak rasional membangun rumah tapak untuk perumahan MBR. Tepat jika dibangun hunian vertikal atau rumah susun sewa karena berdiri di atas tanah perbendaharaan negara. Bahkan bukan hanya rumah susun sewa namun bersubsidi plus adanya intervensi pemberdayaan ekonomi. Jika tidak, rumah tapak (landed house) di Jakarta bukan hanya tidak rasional karena harganya tidak terjangkau MBR bahkan tidak menjawab masalah ekonomi keluarga MBR yang hendak disasar.

Bermula dari transformasi lahan eks rumdis DPR Kalibata menjadi hunian vertikal maka konseptualisasi dan kebijakannya harus bisa menjawab keraguan publik bahwa hunian vertikal rumah susun bisa mengatasi masalah sosial-ekonomi permukiman kumuh yang akut. Itu soal yang lebih kompleks dari sekadar isu normatif-statistik bernama backlog karena ada isu kemiskinan, pendidikan, kesehatan, kerentanan anak dan perempuan.

Blending isu bangunan rumah untuk manusia dengan bangunan sosial-ekonomi untuk pemberdayaan keluarga sejahtera. Sebab itu beralasan jika Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bukan hanya berada di bawah koordinasi Menko Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah namun Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan tentu saja pemerintah daerah.

TOD
Pengembangan hunian vertikal dari bekas lahan kompleks rumdis Kalibata itu berlokasi strategis, mahal, dan terlebih lagi dekat dengan stasiun kereta. Karena itu beralasan dirancang menjadi model pemanfaatan lahan milik negara menjadi kawasan hunian vertikal untuk MBR dan juga menjawab kekumuhan kota yang setarikan nafas dengan jeratan kemiskinan warga kota.

Beralasan juga dan cocok karena terintegrasi dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) karena lokasinya dalam radius terjangkau ke stasiun kereta namun tidak meninggalkan kemanfaatan hunian berbasis TOD bagi semua atau TOD yang berkeadilan untuk semua. Pastikan hunian berbasis TOD yang terintegrasi itu bisa mengurangi beban biaya penghuni atau konsumen dan beban kepadatan transportasi kota.

Kawasan TOD yang dirancang kudu mematok beleid yang mengendalikan “tata niaga” kawasan hunian dengan TOD Kalibata sehingga bisa mengendalikan indeks kemahalan tarif barang, properti, pun tarif di kawasan TOD yang bakal berkilau namun tetap terjangkau MBR yang justru masih perlu intervensi kebijakan.

Agar tidak menjadi kausal penyingkiran kembali bagi warga penghuni hunian vertikal dengan tarif iuran dan biaya yang membebani namun tanpa intervensi pemberdayaan ekonomi. Maksud asli menyediakan kawasan dan hunian layak bagi warga miskin kota via PSN 3 juta rumah itu jangan menjadi jebakan penyingkiran baru dengan indeks kemahalan yang tak terjangkau.

Keadilan ruang
Agar dipastikan sasaran penerima manfaat dan penggunaan serta penghuni hunian vertikal tersebut menarget kelompok MBR dan kurang mampu khsususnya dari kawasan sekitar lahan rumdis DPR Kalibata, pinggiran kali, maupun kawasan kumuh kota yang tersisihkan. Agar bisa bangkit dari hunian layak, sehat, terjangkau dan produktif menjadi terobosan keadilan ruang dan hak dasar atas hunian yang dimaksudkan menjawab kompleksitas masalah sosial kawasan perkotaan yang berhimpitan dengan isu kemiskinan warga kota.

Regulasi
Selain masalah eksternalitas pembangunan kawasan rumah susun untuk MBR dan mengatasi kekumuhan kota itu, tak kalah penting menata ulang soal pengelolaan rumah susun yang perlu dirumuskan dan dipastikan agar tidak menimbulkan masalah klasik konflik internal penghuni dengan pengelola dan developer.

Sebab itu segerakan infrastruktur non fisik berupa infrastruktur regulasi pengelolaan dan pemanfataan bahkan housing codes penghunian rusun. PP tentang Pengelolaan dan Penghunian Rumah Susun agar disegerakan, termasuk mengenai evaluasi pengaturan PPPSRS. Status Jakarta sebagai Kota Global mendesak regulasi hunian vertikal yang lengkap, housing codes, termasuk pengawasan penggunaan, pengelolaan, dan penghunian rumah susun.

Memastikan pengguna dan penghuni yang senyatanya adalah MBR yang tepat sasaran dengan cara evaluasi ketat secara periodik atas status penghuni dan penggunaan. Bisa jadi penghuni semula masuk kriteria MBR kemudian menjadi bukan MBR lagi. Soal ini perlu diatur jelas dalam tatanan regulasi yang ketat dan pengawasan yang kredibel.

Karena proyek ini dibangun di Kota Global Jakarta maka Perda mengenai Rumah Susun, PPPSRS, pengelolaan, dan penghunian perlu disegerakan agar konflik horizontal dan kekosongan aturan bisa diatasi. Prospek dan kepercayaan atas properti hunian vertikal bisa tercipta dengan regulasi yang pasti, lengkap, patut, dan adil.

Kolaborasi
Walau berada di atas lahan tanah pemerintah, namun beralasan menurut hukum melibatkan peran pelaku usaha atau pengembang MBR domestik yang telah terdaftar ke dalam ekosistem dan teruji kinerjanya dalam program PSR. Hemat saya, pengembang MBR domestik tidak bisa diabaikan karena menjadi ekosistem pembangunan perumahan dan kawasan permukiman dengan tata kelola dan kolaborasi harus ditingkatkan.

Suksesnya PSN tiga juta rumah bukan hanya capaian statistik produksi rumah MBR saja namun PSN yang berhasil menggerakkan mesin pembangunan dalam eksositem yang ajeg, termasuk pengembang MBR yang terbukti efektif menyerap tenaga kerja dan menggerakkan puluhan jenis rantai usaha yang menyertainya.

Produktif
Program 3 juta rumah yang diintegrasikan dengan akses kepada pemberdayaan ekonomi kepada MBR. Selain akses hunian juga akses pemberdayaan ekonomi keluarga agar tekad Presiden Prabowo Subianto mengentaskan kemiskinan melalui pembangunan perumahan yang sehat, layak, dan terjangkau bisa menjadi kawasan hunian yang bertumbuh dan kawasan produktif.

Disayembarakan
Dengan tidak menafikan kecepatan dan ketepatan, tentu tidak belebihan jika membuka partisipasi bermakna menciptakan kawasan hunian sehat, layak, terjangkau, dan produktif dengan melombakan disain pengembangan kawasan hunian vertikal bebasis TOD yang tidak menyisihkan pihak manapun.

Suksesnya kebijakan terobosan transformasi lahan rumdis DPR Kalibata itu menjadi taruhan tekad Presiden Prabowo yang menginginkan rakyat MBR bisa tersenyum menikmati hunian yang sehat, layak, terjangkau, dan berkeadilan.

Berita Terkait

Ekonomi

Belasan Investor Kazakhstan Lirik IKN

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia...

Program Perumahan Salah Satu yang Diharapkan Buka Lapangan Kerja

Pemerintah terus menjalin kolaborasi dengan pelaku usaha untuk membuat...

Menko Airlangga Minta Pengusaha Tahan PHK dan Buka Program Magang Berbayar untuk Sarjana Baru

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta para pengusaha...

Berita Terkini