Pesanan Baru Merosot, Optimisme Pelaku Industri Terus Menurun

Indeks Kepercayaan Industri (IKI) April 2025 tercatat sebesar 51,90. Masih berada di fase ekspansi (indeks >50), namun terus menurun. Pada Maret 2025 IKI tercatat sebesar 52,98 dan Februari 53,15. IKI Februari 2025 memang naik dibanding Januari 2025 yang tercatat 53,1, tapi kenaikannya teramat tipis, hanya 0,05 poin.
Dengan demikian IKI April 2025 menurun 1,08 poin dibanding Maret, 1,25 poin dibanding Februari 2025, dam 1,2 poin dibanding Januari 2025. Sedangkan dibanding April 2024, IKI April 2025 terkontraksi atau minus 0,40 poin.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief melalui keterangan tertulis, Selasa (29/4/2025) menyatakan, penurunan IKI April 2025 disebabkan oleh merosotnya indeks variabel pesanan baru secara signifikan, mencapai 4,05 poin, ke level 49,64 atau masuk zona kontraksi (indeks <50).
Pesanan baru merosot, begitu pula variabel persediaan. Pada April indeksnya tercatat 53,63, menurun 0,23 poin dibanding Maret sebesar 53,86, kendati masih lebih tinggi dibanding Februari 53,52 dan Januari 53,58.
Baca juga: Setelah Terkontraksi 5 Bulan, Manufaktur Indonesia Kembali ke Zona Ekspansi
Sementara indeks variabel produksi naik cukup tinggi 3,31 poin dari 51,21 pada Maret ke level 54,52 April, namun tidak mampu menutup kemerosotan indeks variabel pesanan baru tersebut. Pada Februari indeks variabel produksi tercatat 50,55 dan Januari 53,39.
Sebanyak 20 dari 23 subsektor industri pengolahan nonmigas disebut Febri tumbuh positif, dengan kontribusi terhadap PDB triwulan IV 2024 mencapai 91,9 persen. Subsektor dengan nilai IKI tertinggi adalah industri pencetakan dan reproduksi media rekaman (KBLI 18) dan industri barang galian bukan logam (KBLI 23).
Sedangkan tiga subsektor mengalami kontraksi. Yaitu, industri kulit, barang dari kulit serta alas kaki (KBLI 15), industri kayu dan barang dari kayu (KBLI 16), serta industri kendaraan bermotor, trailer, dan semi trailer (KBLI 29).
“Namun secara umum kegiatan industri masih tergolong stabil. Sebanyak 74,1 persen responden menyatakan kondisi usahanya membaik atau tetap. Rinciannya, yang menyatakan kondisi usahanya membaik 26,2 persen dan stabil 47,9 persen,” kata Febri.
Sekitar 20 persen produk industri nasional ditujukan untuk pasar ekspor, 80 persen diserap pasar domestik. Ketergantungan sebagian industri terhadap pasar global membuat mereka sangat rentan terhadap gejolak eksternal.
Perang tarif dan dampaknya terhadap penurunan ekonomi Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan dunia, memicu peningkatan ketidakpastian global dan mendorong perilaku risk aversion pemilik modal. Tercermin pada penurunan nilai IKI ekspor, karena kekhawatiran pelaku industri akan terhambatnya akses produk mereka ke negara mitra dagang utama.
“Kinerja industri yang berorientasi pasar domestik juga menunjukkan perlambatan. Selain karena melemahnya permintaan dalam negeri (pemerintah, swasta, rumah tangga), pelaku usaha mulai mengkhawatirkan potensi limpahan produk manufaktur dari negara lain akibat perang tarif global tersebut,” jelas Febri.
Jadi, IKI yang berorientasi pasar ekspor dan IKI yang berorientasi pasar domestik, sama-sama mencatat penurunan. “Sekarang kami merilis IKI ekspor dan IKI domestik, yang merupakan pengembangan IKI sebelumnya. Tren kedua IKI ini menurun dibanding Februari 2025,” ungkapnya.
Baca juga: Menurun Optimisme Pelaku Industri Memandang Kondisi Usaha ke Depan
Pada Februari 2025 IKI ekspor berada di level 53,95, kemudian turun menjadi 53,33 poin pada Maret 2025, dan 52,26 pada April 2025. Sementara IKI domestik Februari 2025 berada di level 53,10, turun menjadi 52,90 pada Maret 2025, dan 51,40 pada April 2025.
Karena perang dagang yang berpotensi besar melemahkan permintaan pasar global itu, optimisme pelaku industri terhadap prospek usahanya enam bulan ke depan juga menurun.
Pada April, sebanyak 66,8 persen pelaku usaha menyatakan optimis terhadap kondisi usahanya ke depan, turun 2,4 persen dibanding Maret sebesar 69,2 persen, Februari dan Januari sebesar masing-masing 72,5 persen. Sementara yang menjawab stabil (tetap) naik tipis menjadi 24,7 persen.
Sedangkan yang pesimis meningkat 2,2 persen menjadi 8,5 persen dari Maret sebesar 6,3 persen, Februari 6,6 persen, dan Januari 5,7 persen. Peningkatan pesimisme itu terus terjadi sejak Oktober 2024. Persentase pelaku industri yang pesimis pada April 2025 terbilang tertinggi sejak April 2024.