Menteri PKP Usulkan Revisi Undang-Undang Perumahan

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, untuk mendorong pencapaian program 3 juta rumah.
Usulan itu disampaikannya dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR di Jakarta, Senin (19/5/2025), dengan alasan banyak hal belum tercakup dalam UU tersebut, sehingga menyulitkan upaya pencapaian target pembangunan 3 juta rumah.
“Kami mengusulkan revisi Undang-Undang Perumahan. Untuk itu kami butuh masukan dari Komisi V DPR (mengenai revisi tersebut), agar undang-undang (yang baru kelak) bisa berjalan efektif di lapangan (dalam mendukung program 3 juta rumah),” kata Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara), seperti dikutip keterangan tertulis Biro Komunikasi Publik Kementerian PKP.
UU No 1/2011 tentang PKP diundangkan pada era Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa. UU itu banyak dipuji pengamat karena dinilai lebih komprehensif dan menempatkan pemerintah sebagai regulator dan pengendali.
Menurut Ara, UU PKP yang berlaku saat ini belum memuat sejumlah hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan perumahan, seperti soal pengadaan lahan, pembiayaan, dan keterlibatan pemerintah daerah dalam program perumahan.
Pada rapat kerja itu, Menteri PKP juga menyatakan dukungannya terhadap percepatan pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). BP3 yang merupakan salah satu amanah UU No 1/2011 mengenai PKP sudah memiliki regulasi lengkap termasuk Perpres No 9/2021 mengenai Pembentukan, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas BP3.
Baca juga: Presiden dan Komisi V DPR “Omon-Omon” Soal Infrastruktur Hingga UU PKP
Selain itu Ara juga menyebut mengenai kebijakan hunian berimbang, salah satu amanah UU PKP lainnya, yang juga akan segera dijalankannya, sehingga pengembang bisa melaksanakan ketentuan pembangunan 1 rumah mewah, harus diikuti dengan 2 rumah menengah dan 3 rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
“Saat ini hunian berimbang belum jalan. Apa masalahnya, itu akan kami perjelas (di revisi) UU Perumahan yang diharapkan bisa menyelesaikan semua masalah perumahan secara efektif dan produktif, sesuai dengan kondisi sekarang,” jelas Menteri PKP.
Amanah UU PKP mengenai hunian berimbang harus diturunkan dalam juklak berupa peraturan menteri perumahan, agar bisa dilaksanakan. Namun, hingga kini peraturan menteri itu belum juga rampung karena mendapat penolakan keras dari para pengembang.
Pasalnya, dalam hunian berimbang, pengembang wajib membangun rumah menengah dan rumah MBR dalam satu hamparan lahan dengan rumah mewah.
Menteri PKP juga menyatakan dalam rapat kerja tersebut, pihaknya juga melibatkan peran swasta dalam pembangunan perumahan lewat dana tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).
Kebijakan Menteri PKP soal pemanfaatan dana CSR untuk pembangunan rumah MBR itu mendapat apresiasi dan dukungan dari Komisi V DPR.
“Adanya CSR sektor perumahan itu sangat penting, karena anggaran Kementerian PKP untuk pengadaan rumah rakyat sangat terbatas. Kami juga ingin melibatkan Komisi V DPR dalam penyaluran CSR perumahan ini,” tutup Menteri PKP.