Ekonomi Lesu, Penyaluran Kredit Perbankan Tumbuh Jauh di Bawah Target

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) 15-16 Juli 2025 melaporkan, pertumbuhan kredit perbankan pada Juni 2025 hanya mencapai 7,77 persen secara tahunan (yoy), menurun dibandingkan pertumbuhan hingga Mei 2025 sebesar 8,43 persen (yoy).
Pertumbuhan kredit itu jauh di bawah target BI tahun ini di kisaran 11-13 persen, yang kemudian dikoreksi menjadi 8-11 persen menyusul melemahnya ekonomi global dan domestik, akibat tensi geopolitik di berbagai kawasan dunia dan perang tarif perdagangan yang dikobarkan Amerika Serikat (AS).
Menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil RDG BI di Jakarta, Rabu (16/7/2025), makin melambatnya pertumbuhan kredit perbankan itu dipengaruhi oleh perilaku bank yang cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kredit, kendati likuiditasnya sangat baik.
Tercermin dari penghimpunan simpanan masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) yang meningkat menjadi 6,96 persen (yoy) pada Juni 2025, dibanding 3,9 persen (yoy) pada Mei 2025.
Baca juga: Penyaluran Kredit Tetap Seret, Pertumbuhan Uang Beredar Masih Terus Menurun
Bank-bank juga belum berani menurunkan bunga kredit kendati suku bunga acuan BI rate sudah turun 3 kali tahun ini. terakhir pada 16 Juni 2025 sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen.
“Bunga kredit perbankan masih tinggi, sebesar 9,16 persen pada Juni 2025, dibanding 9,18 persen pada Mei 2025. Bunga kredit itu perlu terus menurun sehingga dapat mendorong peningkatan penyaluran kredit guna mendukung pertumbuhan ekonomi,” kata Perry.
Berdasarkan penggunaan, BI mencatat kredit investasi, kredit konsumsi, dan kredit modal kerja per Juni 2025 masing-masing hanya tumbuh 12,53 persen (yoy), 8,49 persen (yoy), dan 4,45 persen (yoy).
Sementara pembiayaan syariah tumbuh 8,37 persen (yoy), sedangkan pertumbuhan kredit UMKM masih rendah sebesar 2,18 persen (yoy).
“Kredit sektor perdagangan, pertanian, dan jasa dunia usaha perlu ditingkatkan untuk mendorong peningkatan pembiayaan ekonomi,” ujar Perry.
Namun, ia mengakui pertumbuhan penyaluran kredit yang rendah itu dipengaruhi juga oleh kondisi ekonomi domestik dan global yang melemah.
Alih-alih meningkatkan penyaluran kredit, bank-bank lebih suka menempatkan dana di surat-surat berharga seperti obligasi pemerintah dan SRBI, dan memperketat standar penyaluran kredit (lending standard).
Bunga da imbal hasil surat utang pemerintah dan BI sendiri terus diturunkan, guna mendorong bank-bank menarik dananya dari surat-surat utang tersebut dan menyalurkan menjadi kredit.
Di pasar uang, sejalan dengan penurunan BI-Rate pada Mei 2025 dan operasi moneter Bank Indonesia, Perry menyebut suku bunga INDONIA terus menurun menjadi 5,14 persen pada 15 Juli 2025 dari sebelum pengumuman penurunan BI-Rate pada Mei sebesar 5,77 persen.
Bunga SRBI tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun dari masing-masing sebesar 6,40 persen, 6,44 persen, dan 6,47 persen sebelum penurunan BI-Rate pada Mei 2025 menjadi 5,85 persen, 5,86 persen, dan 5,87 persen pada 11 Juli 2025.
Imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun dari 6,13 persen menjadi 5,86 persen. Sementara untuk tenor 10 tahun menurun dari 6,71 persen menjadi 6,56 persen.
Baca juga: Penyaluran Kredit 2024 Stagnan, BI Bilang Tahun Ini Akan Meningkat
Namun demikian, suku bunga deposito 1 bulan meningkat, dari 4,81 persen pada Mei 2025 menjadi 4,85 persen pada Juni 2025, karena persaingan bank menarik simpanan masyarakat atau DPK. Jadi, bagaimana bank mau menurunkan bunga kredit kalau biaya dananya justru makin mahal?
Ke depan, Perry menyatakan, BI akan terus mendorong peningkatan penyaluran kredit perbankan, termasuk melalui kebijakan makroprudensial yang akomodatif.
Bank Indonesia juga akan terus mempererat koordinasi dengan KSSK untuk mendorong pertumbuhan kredit yang mendukung pembiayaan ekonomi.
“Dengan perkembangan dan arah kebijakan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan tahun ini berada dalam kisaran 8-11 persen,” ujar Perry.