Duh, Rupiah Kembali Loyo Karena Dinamika Tarif Trump

Setelah kembali stabil pekan lalu pasca Bank Indonesia (BI) memangkas BI rate menjadi 5,25 persen dua pekan sebelumnya, pekan ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) kembali lunglai.
Penyebabnya antara lain, pasar fokus terhadap tenggat waktu penerapan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump pada 1 Agustus 2025, dan terhadap sikap Jerome Powell, Gubernur Bank Sentral AS The Fed, yang juga masih menunggu dampak penerapan tarif itu terhadap harga-harga di AS sebelum menurunkan bunga acuan.
Apalagi, kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) ternyata masih cukup kuat, sehingga pasar sementara waktu menarik duitnya dari emerging market seperti Indonesia untuk ditempatkan sementara di dolar AS, kendati imbal hasil atau yield surat utang pemerintah AS (UST) 10 tahun menurun.
Bank Indonesia melaporkan, Jum’at (1/8/2025), pada akhir hari Kamis, 31 Juli 2025, rupiah ditutup pada level (bid) Rp16.450 per USD. Jauh melemah dibanding Rp16.280 per USD pada akhir perdagangan Kamis pekan lalu.
Baca juga: Jelang Berlakunya Tarif Perdagangan Trump, Rupiah Relatif Stabil
Pelemahan rupiah terjadi bersamaan dengan penguatan indeks dolar AS atau DXY ke level 99,97, dan penurunan yield UST (US Treasury) Note 10 tahun turun ke level 4,374 persen. Kenaikan surat utang pemerintah Indonesia atau Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun naik ke level 6,56 persen, tidak cukup kuat menahan pelemahan rupiah.
Pada awal perdagangan Jum’at, 1 Agustus 2025, rupiah dibuka makin melemah dibanding sehari sebelumnya ke level (bid) Rp16.500 per USD, dan ditutup menguat tipis ke level Rp16.494 pada penutupan perdagangan di pasar JISDOR.
Bandingkan dengan pembukaan perdagangan Jumat pekan lalu, di mana rupiah dibuka pada level (bid) Rp16.315 per USD, dan ditutup di level Rp16.325.
Pada saat bersamaan surat utang Indonesia seperti SBN 10 tahun tetap stabil di level 6,56 persen, sehingga tidak cukup menarik bagi investor untuk tidak menarik dananya dari Indonesia untuk ditempatkan di USD.