Pemerintah dan BI Sharing Beban Bunga untuk Biayai Program 3 Juta Rumah

Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) bersepakat melakukan pembagian beban bunga (burden sharing) untuk membiayai program perumahan rakyat dan Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih.
Kesepakatan itu dituangkan dalam Keputusan Bersama (KB) tentang Tambahan Bunga dalam Mendukung Pelaksanaan Program Pemerintah Mewujudkan Asta Cita Terkait Ekonomi Kerakyatan yang diteken.
Pemerintah melalui Danantara menyediakan likuiditas Rp130 triliun untuk mendukung program 3 juta rumah melalui kredit program perumahan atau KUR Perumahan. Sementara untuk Kopdes Merah Putih dialokasikan dana Rp83 triliun.
Kedua jenis kredit program itu disalurkan melalui perbankan dengan bunga subsidi. Yaitu, 5 persen per tahun untuk KUR Perumahan dan 6-9 persen untuk Kopdes Merah Putih.
Supaya tidak terlalu memberatkan anggaran negara, pemerintah pun mengajak BI bersama-sama menanggung beban subsidi bunga tersebut.
Caranya, BI membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah untuk membiayai aneka programnya, namun untuk program perumahan rakyat dan Kopdes Merah Putih, BI hanya menerima pendapatan bunga surat utang tersebut sebagian alias tidak penuh.
Hingga akhir Agustus 2025 BI telah membeli SBN senilai Rp200 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah.
Pembagian beban bunga dilakukan untuk SBN yang diterbitkan pemerintah terkait perumahan rakyat dan Kopdes Merah Putih. Caranya, dengan membagi rata biaya atas realisasi alokasi anggaran untuk 2 program itu, setelah dikurangi imbal hasil untuk penempatan pemerintah terkait kedua program di lembaga keuangan.
Dalam praktiknya, pembagian beban dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening pemerintah di BI, sesuai dengan peran BI sebagai pemegang kas pemerintah.
Baca juga: BI Naikkan Insentif Likuiditas untuk Sektor Perumahan Jadi 5 Persen Mulai 1 April 2025
BI melalui keterangan tertulis pekan ini menyatakan, kesepakatan burden sharing BI-pemerintah mulai berlaku tahun 2025 sampai dengan berakhirnya program pemerintah tersebut.
Para pengamat mengritik burden sharing itu, karena dinilai bisa mengganggu likuiditas BI sehingga tidak leluasa melakukan operasi moneter saat diperlukan. Selain itu burden sharing itu juga dianggap membuat BI tidak lagi independen tapi manut sama pemerintah.
BI menepis kritik tersebut. Menurut BI, Kementerian Keuangan dan BI berkomitmen pembagian beban bunga itu dilakukan secara transparan, akuntabel, dan dengan tata kelola yang kuat.
“Sinergi (dalam bentuk burden sharing itu) tetap mengacu pada prinsip-prinsip kebijakan fiskal dan moneter yang berhati-hati, dengan terus menjaga disiplin dan integritas pasar,” tulis keterangan BI melalui Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Ramdan Denny Prakoso itu.
BI menyebut pembelian SBN di pasar sekunder, dilakukan sesuai mekanisme pasar, terukur, transparan, dan konsisten dengan program moneter dalam menjaga stabilitas perekonomian sehingga dapat terus menjaga kredibilitas kebijakan moneter.
“Besaran tambahan bunga oleh BI kepada pemerintah, tetap konsisten dengan program moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian, serta bersinergi memberikan ruang fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meringankan beban rakyat,” tulis BI.
Selain dalam bentuk burden sharing, BI juga memberikan insentif likuiditas hingga Rp80 triliun ke perbankan untuk mendukung program perumahan, dari sebelumnya hanya Rp23,19 triliun.
Insentif likuiditas melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) berupa pengurangan kewajiban penempatan giro wajib minimum perbankan di BI itu, diharapkan membuat bank lebih leluasa menyalurkan kredit ke sektor perumahan.
Secara keseluruhan, insentif likuiditas atau KLM diberikan kepada berbagai sektor yang dinilai mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Sampai akhir Agustus nilainya diungkapkan BI telah mencapai Rp384 triliun.
Baca juga: Dorong Peningkatan Likuiditas dan Penurunan Bunga, BI Terus Kurangi Lelang SRBI
Sementara untuk memperbanyak likuiditas di pasar secara umum, BI telah mengurangi posisi instrumen moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dari Rp923 triliun pada awal tahun ini menjadi Rp715 triliun pada akhir Agustus 2025.
Selain melalui ekspansi likuiditas itu, BI juga mendorong penyaluran kredit perbankan dengan terus menurunkan BI Rate. Sejak September 2024 sudah mencapai 125 bps, sehingga kini sudah menjadi 5 persen.
Dengan BI Rate yang rendah, perbankan diharapkan lebih bersemangat menyalurkan kredit, yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.