Senin, September 22, 2025
HomeNewsEkonomiDefisit APBN Agustus Naik Jadi 1,35 Persen. Menkeu: Ekonomi Kita Tetap Kuat

Defisit APBN Agustus Naik Jadi 1,35 Persen. Menkeu: Ekonomi Kita Tetap Kuat

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit APBN hingga Agustus 2025 mencapai 1,35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp321,6 triliun. Melebar dibanding defisit Juni 2025 yang hanya 0,84 persen PDB.

Menurut Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta, Senin (22/9/2025), pelebaran defisit ini terjadi karena realisasi belanja negara lebih besar dibanding penerimaan negara.

Realisasi pendapatan negara hingga Juli 2025 mencapai Rp1.638,7 triliun atau 57,2 persen dari target di APBN 2025. Realisasi pendapatan negara itu menurun dibanding Juli 2024 sebesar Rp1.777,3 triliun.

Sementara realisasi belanja negara mencapai Rp1.960,3 triliun atau 55,6 persen dari target, meningkat dibanding Juli 2024 sebesar Rp1.930,7 triliun.

Kendati demikian, pelebaran defisit pada Agustus 2025 itu masih jauh di bawah target defisit APBN 2025 sebesar 2,53 persen PDB atau Rp616 triliun. Bahkan, dibanding defisit yang diperlebar menjadi 2,78 persen, defisit 1,35 persen itu lebih rendah lagi.

Sebagaimana diketahui akhir Juli 2025 DPR menyetujui usulan pemerintah untuk memperlebar defisit dari 2,53 persen menjadi 2,78 persen.

Pelebaran defisit diusulkan untuk membiayai aneka program populis pemerintahan Prabowo seperti MBG, Kopdes Merah Putih, Sekolah Rakyat, Sekolah Garuda, dan lain-lain.

Pelebaran defisit harus dilakukan karena proyeksi pendapatan negara tahun ini lebih kecil, sementara proyeksi pengeluaran atau belanja negara jauh lebih besar.

Supaya tidak makin menambah beban utang, pemerintah juga meminta persetujuan DPR untuk menggunakan sebagian Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun untuk membiayai pelebaran defisit itu.

Baca juga: BI Bilang Ekonomi Indonesia Akan Lebih Baik pada Semester Dua

Menkeu sendiri menyatakan, realisasi belanja negara per Agustus 2025 itu belum optimal. Karena itu pemerintah akan menggenjotnya di sisa akhir tahun ini guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menkeu menilai, ekonomi Indonesia secara keseluruhan masih menunjukkan ketahanan yang kuat (resilien) di tengah gejolak global. Didukung oleh pertumbuhan yang solid, inflasi yang stabil, dan perbaikan kinerja ekspor di tengah tren penurunan suku bunga global.

“Kinerja ekonomi berbagai negara masih resilien hingga tahun 2025, meskipun AS pada periode yang sama menerapkan tarif resiprokal yang tinggi. Indonesia menjadi bagian dari kelompok negara yang resilien itu,” kata Purbaya sebagaimana dikutip keterangan tertulis Kemenkeu.

Sebelumnya IMF merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang mencerminkan meningkatnya optimisme. Indonesia termasuk negara yang mengalami revisi ke atas dengan pertumbuhan ekonomi 2025 diproyeksikan IMF menjadi 4,8 persen dari sebelumnya 4,7 persen, dan juga 4,8 persen tahun depan.

“Pemerintah optimistis realisasi pertumbuhan ekonomi bisa melampaui proyeksi IMF tersebut. Saya pikir kita akan lebih dari itu, di atas 4,8 persen,” ujar Menkeu.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, ekonomi Indonesia triwulan dua 2025 tumbuh 5,12 persen. Didorong konsumsi rumah tangga yang meningkat 5 persen, dan yang tumbuh 6,99 persen.

Manufaktur menjadi kontributor pertumbuhan ekonomi terbesar, kembali menguat dengan pertumbuhan mencapai 5,68 persen, tertinggi sejak 2022.

“Manufaktur kita di Q2 mulai recover. Mungkin Q3 ini agak melambat, tapi Q4 pasti akan tumbuh lebih cepat lagi melalui perbaikan demand karena adanya tambahan supply uang di sistem perekonomian,” jelas Purbaya yang baru-baru ini mengguyur bank-bank BUMN dengan likuiditas Rp200 triliun.

Begitu juga ekspor, menunjukkan kinerja menggembirakan. Hingga Agustus 2025 tumbuh 7,8 persen secara tahunan, terutama didorong sektor manufaktur dan hilirisasi mineral seperti nikel dan tembaga.

Neraca perdagangan kumulatif Januari-Agustus 2025 bahkan melonjak 52,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Mencerminkan daya saing ekspor yang makin kuat meskipun diwarnai dinamika tarif perdagangan global.

“Walaupun orang bilang itu (peningkatan ekspor) karena mau ada penerapan tarif, jadi mereka (eksportir) duluan front loading (mengapalkan barang), tapi saya lihat tetap aja tumbuh,” terang Menkeu.

Baca juga: Gubernur Perry: Ekonomi Indonesia Masih Terengah-Engah

Tentang inflasi tahunan (yoy) Agustus 2025 sebesar 2,31 persen, Purbaya menilainya selaras dengan konsensus global 1-3 persen dan lebih sehat dibanding beberapa negara kawasan seperti Singapura 0,6 persen) atau Malaysia 1,2 persen, yang mencerminkan lemahnya permintaan domestik di negara-negara tersebut.

“Inflasi yang bagus itu bukan nol, bukan juga di atas 10 persen. Konsensus ekonomi global antara 1 sampai 3 persen, dan kita sekarang di 2,3 persen. Ini level yang pas,” tukas Purbaya.

Menkeu menambahkan, sinergi kebijakan fiskal dan moneter akan terus diperkuat untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia kembali menurunkan bunga acuan 25 basis poin menjadi 4,75 persen. Ini akan mendorong penurunan bunga bank dan meningkatkan penyaluran kredit.

“Sekarang semuanya sudah kita set agar ekonomi bergerak lebih cepat. Konsumsi dan investasi akan naik karena bunga turun, dan multiplier effect untuk pertumbuhan ekonomi pun akan makin signifikan,” pungkas Menkeu.

Berita Terkait

Ekonomi

Pemerintah Mau Kasih Insentif WNI yang Mau Taruh Dolarnya di Negeri Sendiri

Pemerintah tengah mematangkan skema berbasis pasar (market based) yang...

Modal Asing Masih Lanjut Keluar Pasca Pergantian Menkeu

Pasca pergantian menteri keuangan 14 September 2025 modal asing...

Rupiah Melemah ke Titik Terendah Dalam 4 Bulan Terakhir​​​​​​​​​​​

Bank Indonesia melalui Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Ramdan Denny...

Berita Terkini