Jumat, Oktober 3, 2025
HomeNewsEkonomiRekrutmen Pekerja di Industri Manufaktur Terus Meningkat, September Tertinggi Dalam 5 Bulan...

Rekrutmen Pekerja di Industri Manufaktur Terus Meningkat, September Tertinggi Dalam 5 Bulan Terakhir

Kinerja industri pengolahan atau manufaktur Indonesia pada September 2025 masih berada di fase ekspansi (indeks >50) atau meningkat, kendati ekspansinya menurun dibanding Agustus 2025.

Tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur RI yang dirilis S&P Global, Rabu (1/10/2025), sebesar 50,4 pada September 2025, dibanding 51,5 pada Agustus 2025.

Sebelumnya sejak April 2025 manufaktur Indonesia melemah atau terkontraksi . Tergambar dari PMI manufaktur sebesar 46,7 pada April, 47,4 pada Mei, 46,9 pada Juni dan 49,2 pada Juli.

PMI Manufaktur Indonesia masih di zona ekspansi, ditopang peningkatan pesanan baru kendati lebih rendah dibanding Agustus. Pesanan baru terutama dari pasar domestik. Sedangkan penjualan untuk pasar ekspor kembali turun akibat lemahnya permintaan luar negeri.

Karena itu, kendati secara keseluruhan pesanan baru meningkat, manufaktur Indonesia menurunkan volume produksi pada September kendati sedikit setelah ekspansi yang cukup tinggi pada Agustus.

Kendati ekspansinya menurun, pelaku industri tetap diliputi sentimen positif menjelang akhir tahun. Karena itu pembelian input (bahan baku dan lain-lain serta stok barang jadi) meningkat, guna menghadapi potensi peningkatan permintaan dan produksi di akhir tahun, sekaligus mengantisipasi potensi kenaikan harga bahan baku.

Selain itu industri juga meningkatkan rekruitmen tenaga kerja, melanjutkan hal serupa pada bulan sebelumnya. S&P bahkan menyebut tambahan tenaga kerja pada September 2025 menjadi yang tertinggi sejak Mei 2025, yang mencerminkan ekspektasi positif bahwa permintaan pasar akan terus membaik.

Baca juga: PMI Manufaktur Versi S&P Global Agustus 2025 Sejalan dengan IKI Kemenperin

Menanggapi PMI Manufaktur September 2025 itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, hasil survei S&P Global itu menunjukkan daya tahan industri nasional masih terjaga di tengah tantangan global.

“Permintaan domestik yang kuat masih menjadi motor utama pertumbuhan manufaktur Indonesia. Permintaan ekspor juga masih cukup baik meskipun mengalami tekanan dari dampak dinamika ekonomi global. Ini momentum yang baik bagi pelaku industri nasional untuk terus mengoptimalkan pasar domestik yang sangat besar,” katanya melalui keterangan resmi.

Apalagi, lanjut Agus, Kemenperin telah melakukan reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), yang membuka peluang lebih besar penyerapan produk dalam negeri. “Dengan reformasi kebijakan itu, industri dapat lebih percaya diri meningkatkan produksi sekaligus memperluas basis konsumen domestik,” terang Agus.

Berkaitan dengan itu, Menperin menyambut positif kebijakan Menteri Keuangan yang tidak akan menaikkan cukai rokok tahun depan, karena memberi sinyal positif terhadap industri hasil tembakau (IHT) dan bisnis terkait.

“Kami optimistis prospek manufaktur masih positif. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, kepercayaan diri pelaku usaha, serta penguatan pasar domestik, industri Indonesia mampu menjaga momentum pertumbuhan dan menjadi penopang utama perekonomian nasional,” pungkas Agus.

PMI Manufaktur Indonesia pada September 2025 melampaui PMI manufaktur sejumlah negara, seperti Jepang (48,5), Prancis (48,1), Jerman (48,5), Inggris (46,2), Taiwan (46,8), Malaysia (49,8), dan Filipina (49,9).

Manufaktur adalah penopang utama perekonomian. Pasalnya manufaktur menciptakan lapangan kerja formal, memberikan nilai tambah tinggi terhadap perekonomian, dan menyerap banyak tenaga kerja.

Karena itu perkembangan manufaktur selalu mendapat sorotan, antara lain melalui PMI yang dilansir lembaga rating S&P Global secara berkala.

PMI adalah indikator kondisi manufaktur, yang didapat dari survei bulanan terhadap manajer pembelian (purchasing) di industri pengolahan.

PMI ekspansi (indeks >50) menunjukkan manufaktur bergairah karena permintaan meningkat, yang selanjutnya menaikkan produksi dan kebutuhan terhadap tenaga kerja.

Karena penjualan meningkat dan stok berkurang, perusahaan meningkatkan pembelian bahan baku dan stok barang jadi yang tercermin dari ekspansi PMI.

PMI kontraksi (indeks <50) menunjukkan sebaliknya. Manufaktur melesu karena permintaan menurun, yang selanjutnya menurunkan produksi dan rekrutmen tenaga kerja.

Karena penjualan menurun dan stok tidak berkurang, perusahaan mengurangi input (pembelian bahan baku dan produksi stok barang jadi) yang tercermin dari kontraksi PMI.

Berita Terkait

Ekonomi

Optimisme Meningkat, Pelaku Industri Naikkan Produksi

Serupa dengan PMI Manufaktur versi S&P Global, Indeks Kepercayaan...

Agustus Surplus Neraca Dagang RI Meningkat Tinggi

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, Rabu (1/10/2025), neraca perdagangan...

September Semua Kelompok Barang Mengalami Inflasi

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Rabu (1/10/2025), kenaikan Indeks...

Berita Terkini