Opini: Kota Mandiri Kuala Namu, Aero City Melayu?

Oleh: Muhammad Joni
Advokat, Ketua PB Ikatan Sarjana Melayu Indonesia (ISMI), Sekjen PP IKA USU
Aku anak Melayu, alumni Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam sepurnama, rerata aku terbang dua kali dari dan ke Bandara Internasional Kuala Namu.
Amba menembus langit Deli tersebab menjalani litigasi, menyentuh awan sejarah dan masa depan yang bertemu di satu tempat bernama gerbang Melayu modern.
Setiap kali roda pesawat menyentuh landasan, ada gelisah yang menggoda jiwa: Akankah Kuala Namu menjadi Aero City yang tetap Melayu? Ataukah investasi liberal akan mengubahnya menjadi kota beraura barat asing dan timur asing di tanah leluhur aing sendiri-yang modern, keren, megah, wah, tapi kehilangan jiwa? Volk Geist adalah jiwa bangsa pengisi hukum. Pun begitu saripati hukum agraria-cum-UU Pokok Agraria (UUPA), kita.
Gerbang Modern di Tanah Melayu
Kuala Namu digagas, lahir, ground breaking, dan tegak berkecak di tanah Deli Serdang, wilayah yang dahulu adalah nadi Kesultanan Melayu.
Dari sinilah kisah rempah, getah, tembakau, sawit pun minyak, juga pelabuhan dan nadi perdagangan berdetak. Deli yang menghubungkan citra nusantara ke poros dunia.
Baca juga: Opini: Akhiri Ironi Tanah Adat Melayu! ‘Tak Patah Antan di Bumi, Jangan Mati Ayam di Lumbung Padi’
Kini, di atas tanah bertuah itu, dunia datang kembali. Yang kali ini bukan dengan layar perahu, bukan keturunan trah Jacob Nenhuis, juga bukan utusan pewaris missionaris Inggris ke Pantai Timur Sumatera John Anderson. Melainkan dengan leasing pesawat terbang dan modal investasi uang berdatangan senang.
Aureka, ini imaji futuristik. Kuala Namu kota mandiri bagai putaran sejarah kedua investor datang lagi: ke Deli, Serdang, Langkat, Asahan, Batubara, dan lainnya yang adalah tanah Negeri Melayu.
Kalau dulu tanah Melayu diburu, dibabat, ditanami, di-agroindustri-kan, pun kota baru modern Medan dikembangkan dan jejak masalahnya masih tersisa kini di aras kasus hukum, bagai dalil pesimistik-ironik ‘ayam mati di lumbung padi’, maka akankah kini preseden itu terulang lagi?
Bandara Kualanamu dibangun di atas lahan 1.400 ha, di mana 800 ha telah digunakan untuk bandara aktif, dan 600 ha sisanya disiapkan untuk pengembangan kawasan AeroCity.
PT Angkasa Pura II bersama GMR Airports Consortium dari India menandatangani kerja sama strategis senilai 6 miliar dollar Amerika, dengan komitmen investasi Rp15 triliun untuk jangka waktu 25 tahun.
Dari sana akan tumbuh kota baru-smart city, logistics hub, dan business park-yang diharapkan menjadi mesin ekonomi baru Sumatera Utara. Akankah KNO malays hub? Akankah universitas melayu yang menyokong kota mandiri Kuala Namu berbasis teknologi informasi komunitasi (TIK) bakal berdiri? Hallo, apa kabar tranformasi muruah Universitas T. Amir Hamzah?
Di atas 200 ha lahan siap bangun, proyek-proyek properti mulai naik dari tanah: 10 tower apartemen, satu hotel, dan 98 unit kios komersial, dikelola oleh PT FAF Mitra Propertindo. Sekitar 958 unit apartemen akan diserahterimakan mulai Januari 2026 yang menandai langkah pertama transformasi kawasan bandara menjadi pusat kehidupan urban.
AeroCity dan Jiwa Melayu
Namun pembangunan sebesar ini menyimpan pertanyaan moral yang lebih dalam dari sekadar angka dan beton.
Dapatkah kemajuan yang menjulang tinggi tetap berpijak pada akar budaya yang rendah hati?
Kualanamu berdiri di jantung Tanah Melayu Deli-tanah yang pernah menjadi panggung harmoni antara bangsa-bangsa: India, Cina, Arab, dan Eropa.
Melayu menyambut semua, tapi selalu dengan adab. Melayu terbuka, tapi tetap berakar. Dan, postulat amba: di sinilah tantangan AeroCity, yakni bagaimana modernitas tidak menghapus identitas Melayu dan elan agraria bertuahnya.
Bayangkan, di antara menara kaca dan logistik berkecepatan tinggi, berdiri “Taman Adab Melayu” atau “Rumah Budaya Deli”. Tempat wisatawan, investor, dan pekerja bisa mengenal akar tanah tempat mereka berpijak. Tempat UMKM Melayu menampilkan seni, kuliner, dan kreativitas yang selama ini tersembunyi di balik sawah dan kampung.
Itulah wajah AeroCity Melayu-kota yang global mandiri tetapi tak kehilangan lokalitasnya yang ori.
Kota yang Hidup, Rakyat yang Ikut Bertumbuh
Data resmi menunjukkan bahwa 19 perusahaan internasional telah menyatakan minat berinvestasi di AeroCity.
Nilai investasi awal mencapai 500 juta dollar Amerika dengan proyeksi penyerapan 50 ribu tenaga kerja langsung dan tidak langsung dalam dekade pertama.
Bandara ini pun akan melayani 17 juta penumpang per tahun, naik dua kali lipat dari kapasitas saat ini. Tapi pembangunan yang sejati tidak diukur dari nilai kontrak atau tinggi bangunan.
Kemajuan yang hakiki adalah ketika anak-anak Melayu dapat bekerja dan tumbuh di tanahnya sendiri, bukan sekadar menjadi penonton di tepi pagar kemewahan.
Modernitas harus membuka ruang bagi pendidikan, pelatihan, dan kepemilikan lokal, agar AeroCity ini benar-benar menjadi kota Melayu modern, bukan koloni baru kapital global.
Baca juga: Opini: Perlu Jakarta Landbank Bukan Hanya Bank Jakarta
Melayu untuk Semua
Sebagai anak Melayu, aku percaya: Melayu bukan batas, tapi jembatan. Ia adalah peradaban yang mengajarkan sopan dalam majunya, bijak dalam cepatnya, dan damai dalam kuatnya.
Melayu adalah wajah terbuka Nusantara yang memberi, bukan menutup, menyambut, bukan menolak.
Maka biarlah Kuala Namu tumbuh menjadi AeroCity Melayu, kota yang membawa semangat keterbukaan dan keberkahan. Melayu yang bukan nostalgia, tapi visi masa depan bangsa: ekonomi yang berakar pada budaya dan budaya yang memberi arah pada pembangunan.
Langit, Batu, dan Doa
Di setiap keberangkatan, aku menatap landasan yang panjang itu seperti membaca sajak Tengku Amir Hamzah: “Padamu jua, kami kembali, dengan hati yang masih Melayu”.
Kuala Namu bukan sekadar bandara. Ia adalah simbol zaman baru, pertemuan antara pesawat dan peribahasa, antara investasi dan identitas, antara globalisasi dan tanah leluhur.
Dan di sela deru mesin jet itu, daku dengar bisikan lembut seorang ibu di kampung Serdang: “Bangunlah negeri, nak. Tapi jangan hilangkan adatmu.” Lantas apa debut sang anak? Imaji amba, anak itu adalah cendikia-cum-sarjana melayu yang menghela KNO Malays AeroCity. Ahoi.