Sistem Pemantauan Kualitas Udara Jakarta Jadi Dasar Mitigasi dan Kebijakan

Sebagai kota besar dengan mobilitas masyarakat yang tinggi, Kota Jakarta memiliki potensi polusi udara yang tinggi pula. Untuk itu Pemeritah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus memperkuat tata kelola pemantauan kualitas udara berbasis data dengan berkolaborasi lintas sektor.
Saat ini Kota Jakarta menjadi kota dengan sistem pemantauan kualitas udara terintegrasi dan terluas di Indonesia. Bisa menjadi terluas dan terintegrasi karena kota ini memiliki 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang aktif di seluruh wilayahnya.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto, sistem pemantauan tersebut merupakan kombinasi antara stasiun referensi dan sensor berbiaya rendah (Low-Cost Sensor atau LCS) yang dipasang di berbagai titik strategis di penjuru kota.
“Melalui sistem yang terintegrasi ini kami dapat memantau kondisi udara Kota Jakarta secara real time hingga melakukan langkah mitigasi dengan lebih cepat untuk melindungi kesehatan masyarakat,” ujarnya dikutip dari laman resmi Pemprov DKI Jakarta Senin (20/10).
Dijelaskan Asep, jaringan pemantauan ini merupakan hasil kolaborasi antara Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG), organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, serta mitra dari sektor swasta.
Baca juga: Jakarta Bakal Punya Stasiun MRT 28 Meter Di Bawah Tanah
Seluruh data dari SPKU terhubung ke portal publik udara.jakarta.go.id yang menampilkan data kualitas udara terkini berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Melalui portal ini, masyarakat dapat memantau kondisi udara harian, melihat peta sebaran sensor, mengetahui wilayah dengan ISPU terbaik maupun terburuk, serta memperoleh rekomendasi aktivitas bagi kelompok umum maupun sensitif.
“Jakarta telah membuktikan bahwa tata kelola data yang terbuka dan terintegrasi tidak hanya memperkuat kebijakan berbasis bukti tetapi juga mendorong partisipasi masyarakat untuk hidup lebih sehat dan berkelanjutan,” imbuhnya.
Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Ana Turyati menambahkan, dengan sistem pemantauan ini bisa dinilai langkah Kota Jakarta memperluas sistem pemantauan kualitas udara yang merupakan contoh penting bagi kota-kota lain di Indonesia.
“Pemantauan kualitas udara yang baik yang dipastikan dari data yang akurat, dapat dipertanggungjawabkan, dan berguna bagi kebijakan publik. Dari data itu kita bisa menilai tren pencemaran, efektivitas kebijakan, sekaligus memberikan peringatan dini bagi masyarakat,” jelasnya.
Desain jaringan stasiun pemantau udara di kawasan perkotaan memang idealnya mencakup beragam karakteristik wilayah milai dari kawasan permukiman padat, industri, titik lalu lintas padat, hingga perbatasan kota. Dengan demikian hasil pemantauan dapat menggambarkan kondisi udara secara menyeluruh dan representatif. Sistem pemantauan udara juga bukan sekadar mencatat angkat tapi menjadi dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan pengendalian polusi yang akurat dan terukur.