Uang beredar adalah indikator aktivitas ekonomi. Kenaikan atau penurunan uang beredar mengindikasikan bertambah atau berkurangnya likuiditas atau jumlah uang untuk bertransaksi di pasar. Artinya, uang beredar adalah salah satu indikator lesu atau bergairahnya ekonomi.

Bank Indonesia melaporkan Kamis (23/10/2025), likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada September 2025, tumbuh makin tinggi sebesar 8 persen (yoy) dibanding 7,6 persen (yoy) pada Agustus 2025, menjadi Rp9.771,3 triliun.

Dengan demikian sejak Juni 2025, M2 terus meningkat pertumbuhannya. Pada Juni 2025, M2 tumbuh 6,5 persen (yoy) dibanding 4,9 persen (yoy) pada Mei 2025 (terendah sejak Januari 2025). Pada Juli 2025 pertumbuhannya makin meningkat kendati tipis, menjadi 6,6 persen (yoy).

Perkembangan M2 pada September 2025, didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 10,7 persen (yoy) dan uang kuasi 6,2 persen (yoy). Meningkat dibanding pertumbuhan Agustus 2025 sebesar 10,5 persen (yoy) dan 5,6 persen (yoy), 8,7 persen dan 4,7 persen pada Juli 2025, serta 8 persen dan 4,7 persen pada Juni 2025.

M2 adalah M1 + uang kuasi dan surat berharga yang diterbitkan sistem moneter dan dimiliki swasta domestik dengan sisa tenor sampai 1 tahun, serta surat berharga selain saham. Yang terakhir ini porsinya hanya sekitar 1 persen alias tidak signifikan mempengaruhi uang beredar.

M1 (sekitar 57 persen dari M2) adalah uang kartal atau uang yang dipegang masyarakat (di luar bank umum dan BPR), termasuk tabungan yang bisa ditarik sewaktu-waktu dan giro rupiah. Sedangkan uang kuasi (sekitar 43 persen dari M2) adalah simpanan berjangka dan tabungan lain (rupiah dan valas) serta giro valas.

Baca juga: Tanda Kian Bergairahnya Ekonomi, Uang Beredar Agustus Tumbuh Lebih Tinggi Lagi

Uang kartal September 2025 tumbuh 14,5 persen (yoy) dibanding 13,4 persen (yoy) pada Agustus 2025, dan 11 persen (yoy) pada Juli 2025. Tabungan yang bisa ditarik sewaktu-waktu tumbuh 5,2 persen (yoy) dibanding 3,9 persen pada Agustus 2025 dan 5 persen pada Juli 2025, yang menunjukkan meningkatnya tabungan masyarakat di bank.

Sedangkan giro rupiah tumbuh 16,1 persen, turun dibanding 17,9 persen pada Agustus 2025, namun tetap meningkat signifikan dibanding Juli 2025 sebesar 12,6 persen, yang menunjukkan meningkatnya aktivitas ekonomi atau transaksi.

Sementara uang kuasi September 2025 tumbuh 6,2 persen dibanding 5,6 persen pada Agustus 2025 dan 4,9 persen pada Juli 2025, didorong pertumbuhan deposito dan giro valas, yang mengdindikasikan naiknya simpanan kaum menengah atas.

Peningkatan M2 pada September 2025 dipengaruhi oleh kenaikan aktiva luar negeri bersih, penyaluran kredit, dan tagihan bersih kepada pemerintah pusat.

Aktiva luar negeri bersih tumbuh 12,6 persen (yoy) dibanding 10,7 persen (yoy) pada Agustus 2025, yang menunjukkan lebih besarnya tagihan bersih kepada entitas asing atau bukan penduduk, dibanding kewajiban kepada bukan penduduk, sehingga memperkuat ketersediaan devisa di dalam negeri.

Tagihan bersih sistem moneter kepada pemerintah pusat tumbuh 6,5 persen (yoy) dibanding 5 persen (yoy) pada Agustus 2025, yang mencerminkan ekspansi keuangan atau belanja pemerintah. Sementara pertumbuhan penyaluran kredit naik tipis sebesar 7,2 persen (yoy) dibanding 7 persen (yoy) pada Agustus 2025.

Semua itu menunjukkan perkembangan ekonomi yang membaik, seiring kebijakan pelonggaran likuiditas oleh Bank Indonesia, yang semoga berlanjut pada triwulan akhir tahun ini.