Mulai Sekarang Ambil Paylater Tidak Segampang Dulu Lagi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32 Tahun 2025 (POJK 32/2025) tentang Penyelenggaraan Beli Sekarang Bayar Nanti (Buy Now Pay Later/BNPL).
Regulasi baru yang berlaku mulai 15 Desember 2025 ini menegaskan, kini penyelenggaraan paylater hanya boleh dilakukan bank umum dan perusahaan pembiayaan atau multifinance.
Selama ini layanan paylater ditawarkan bebas oleh banyak aplikasi digital. Mulai dari perusahaan e-commerce (seperti Shopee PayLater, Blibli PayLater), aplikasi transportasi/gaya hidup (seperti GoPay PayLater, Traveloka PayLater, LinkAja Paylater), fintech lending (seperti Kredivo, Akulaku, JULO, Indodana), selain perusahaan pembiayaan (seperti Home Credit) dan perbankan (seperti BRI Ceria dan BCA PayLater).
Dengan berlakunya POJK 32/2025, maka tamatlah riwayat penyelenggaraan paylater oleh berbagai aplikasi di luar bank umum dan multifinance tersebut, kecuali mereka berubah menjadi multifinance atau bank umum setelah mengantongi izin dari OJK.
Melalui regulasi baru ini, OJK menetapkan batasan ketat dalam penyaluran paylater. Untuk bank umum, penyelenggaraannya harus mengacu pada UU yang mengatur perbankan. Sedangkan multifinance wajib memperoleh persetujuan OJK terlebih dulu sebelum menyelenggarakan layanan paylater.
Untuk itu, POJK 32/2025 merumuskan secara tegas definisi paylater. Yaitu, pembiayaan pembelian barang dan/atau jasa secara nontunai, tanpa agunan, dengan batas plafon tertentu, yang dilakukan melalui sistem elektronik dengan skema pembayaran angsuran yang disepakati.
Jadi, kini paylater bukan lagi fitur belanja, tapi produk pembiayaan penuh dengan segala risikonya. Karena itu dalam penyalurannya, OJK menggariskan bank umum dan multifinance wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen.
POJK 32/2025 juga mengatur kewajiban penyelenggara paylater, memberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami kepada calon nasabah/debitur dan/atau nasabah/debitur mengenai produknya. Antara lain mencakup sumber dana pembiayaan, jumlah dan frekuensi cicilan, risiko serta informasi lain yang ditetapkan OJK.
“Kewajiban keterbukaan informasi ini bertujuan, agar konsumen mengambil keputusan pembiayaan secara sadar dan bertanggung jawab,” kata M Ismail Riyadi, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK dalam keterangannya, Rabu (24/12/2025).
Baca juga: Peraturan Baru OJK: Paylater Hanya Boleh Diselenggarakan Bank dan Multifinance
Selama ini, penyelenggara paylater tidak terbuka menyampaikan informasi mengenai pembiayaan dan risikonya. Konsumen baru menyadari beban cicilan setelah transaksi berlangsung.
Selain itu, diatur juga mekanisme penagihan, pelaporan kepada OJK, serta ketentuan penghentian penyelenggaraan paylater, baik atas inisiatif penyelenggara maupun atas perintah OJK.
OJK juga berwenang menetapkan kebijakan tertentu, termasuk penetapan batas maksimum manfaat ekonomi bagi bank dan multifinance dalam penyelenggaraan paylater. Jadi, penyelenggara tidak bisa lagi sesukanya menyalurkan pembiayaan dan menetapkan suku bunga.
Dengan kata lain, sekarang mengakses paylater tidak akan segampang dulu lagi, alias sama ketatnya seperti mengajukan pinjaman ke bank dan multifinance.
Selama ini semua orang begitu mudah mengakses paylater melalui ponsel, terutama kalangan muda. Penyelenggara paylater juga tidak menentukan persyaratan untuk mendapatkannya. Cukup isi aplikasi, pinjaman pun disetujui.
Jangan heran pertumbuhan paylater sangat pesat. Per Oktober 2025 misalnya, paylater di perusahaan pembiayaan tumbuh 69,71 persen (yoy), di perbankan 21,03 persen dengan jumlah rekening 30,99 juta.
Memang, nilai paylater masih amat kecil dibanding kredit perbankan dan multifinance secara keseluruhan. Di multifinance per Oktober 2025 baru Rp10,85 triliun, di perbankan Rp25,72 triliun, dengan tingkat pembiayaan bermasalah di bawah 3 persen.
Namun, utang tetaplah utang. Harus dimitigasi risikonya sejak awal. Apalagi, tingkat kredit bermasalah paylater (dan pinjol) di kalangan muda berusia 34 tahun ke bawah, terus meningkat amat tinggi.
Statistik OJK mencatat jumlah debitur berusia di bawah 19 tahun dengan pinjaman macet mencapai 21.774 akun pada semester I 2025, melonjak 763 persen dari 2.521 akun pada semester I 2024. Sedangkan pinjaman macet pada debitur berumur 19-34 tahun naik 54,4 persen menjadi 438.707 akun pada periode yang sama.
Peningkatan pesat kredit macet (pinjol dan paylater) itu, terutama karena rendahnya literasi keuangan dan kesadaran pengelolaan keuangan di kalangan muda di satu sisi, dan mudahnya mengakses pembiayaan digital di sisi lain.
Baca juga: Wajar Anak Muda Sulit Dapat Kredit Rumah, Banyak yang “Galbay” Pinjol dan Paylater
Karena itu OJK berupaya mencegah hal itu berlanjut sejak dini, sebelum meledak menjadi masalah besar, dengan melansir POJK 32/2025.
“Regulasi baru ini merupakan upaya mitigasi risiko atas pesatnya perkembangan pembiayaan digital di sektor jasa keuangan, meningkatkan literasi keuangan, serta menjaga pertumbuhan industri yang sehat dan berkelanjutan tanpa mengorbankan stabilitas sistem keuangan dan kepentingan konsumen,” terang Ismail.
Dengan kata lain, selama ini karena mudahnya diakses tanpa persyaratan, banyak anak muda main ambil paylater, tanpa mempelajari dan memahami terlebih dulu risikonya. Barang datang, bayar belakangan. Pinjaman sepenuhnya untuk keperluan konsumtif.
Saat ini tingginya riwayat “galbay” paylater (dan pinjol) di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK itu, telah membuat banyak anak mudah tidak bisa mengakses kredit rumah, yang dikeluhkan Menteri Perumahan dan para developer real estate karena target penyaluran subsidi rumah jadi meleset.