OGRA 2023: Pentingnya Desain Atap Bangunan yang Berkelanjutan

Desain konstruksi atap yang berkelanjutan (sustainabel construction) sangat penting bagi sebuah bangunan, terlebih-lebih di iklim tropis seperti Indonesia. Terutama untuk menciptakan kenyamanan berhuni di sebuah bangunan dengan penggunaan energi yang minimal.
Hal itu terungkap dari talkshow “Antusiasme Peserta Sayembara Onduline Green Roof Awards (OGRA) 2023 Asia dan Kepedulian Masyarakat Terhadap Keselamatan Bumi” yang diadakan produsen atap Onduline (Perancis) di sela-sela pameran bahan bangunan IndoBuildTech 2023 di ICE BSD City, Serpong, Tangerang (Banten), Kamis (6/7/2023).
Diskusi dengan para wartawan diadakan Onduline Indonesia terkait penyelenggaraan kompetisi desain dua tahunan OGRA 2023. Setelah lima kali diadakan sejak 10 tahun lalu, kompetisi OGRA keenam berhadiah total USD9.200 ini telah menjadi penghargaan desain terpenting di Asia Tenggara, sehingga tahun ini kompetisi dibawa ke level Asia yang iklimnya relatif serupa dengan Indonesia. Yaitu, Thailand, Filipina, Malaysia, Vietnam, dan India. Jadi, kompetisi terbuka bagi para arsitek di lima negara itu selain Indonesia. Pengiriman karya ditutup akhir Agustus 2023.
Diskusi menghadirkan Direktur Onduline Asia Pasiifik Olivier Guilluy, Country Director Onduline Indonesia Esther Pane, Chairperson Green Building Council Indonesia (GBCI) Iwan Prijanto, dan Principal Architect Archimetric Ivan Priatman. Onduline adalah produsen atap yang terbuat dari bitumen dan serat selulosa yang tidak mengandung asbes dan logam, dan sekitar 55% bahan bakunya dari produk daur ulang.
Produk atap Onduline diklaim tidak mengandung karat dan korosi, ringan dan fleksibel, sehinga cocok untuk iklim tropis dan pesisir yang panas serta daerah rawan gempa. Pilihannya antara lain Onduline classic, Onduline tile, Onducasa, dan Duro 235. Produk sudah banyak dipakai di rumah tinggal hingga berbagai proyek pemerintah dan swasta.
Menurut Olivier, fokus produk-produk Onduline adalah energy efficiency melalui desain konstruksi atap yang berkelanjutan. “Penyelenggaraan OGRA diarahkan untuk mendorong hal itu. Kalau lima kali kompetisi sebelumnya hanya untuk Indonesia, tahun ini kita perluas ke level Asia,” katanya. OGRA 2023 mengambil tema “Tropical Passive Roof Design for Low Energy House”.
Iwan Prijanto menyebutkan, bangunan yang sebagian besar berupa rumah tinggal adalah penyumbang emisi terbesar, mencapai 39%, dengan 11% berasal dari bahan bangunan dan 28% dari konstruksi bangunan. Karena itu desain konstruksi bangunan dan pemilihan bahan bangunannya, antara lain atap, menjadi penting untuk menciptakan hunian yang nyaman dengan konsumsi energi yang minimal.
Ivan Priatman menambahkan, di iklim tropis suhu rumah idealnya berada di level 24-25 derajat dengan tingkat kelembabab 50%. Tapi, kenyataannya suhu di kebanyakan rumah mencapai 30-36% dengan kelembaban hingga 80%. Kalangan mampu mengatasi persoalan itu dengan AC, tapi penggunaan AC meningkatkan konsumsi energi dan kemudian juga emisi.
“Karena itu tantangannya, bagaimana kita tetap bisa hidup nyaman di iklim tropis tanpa terlalu tergantung pada AC. Yaitu, dengan menciptakan desain konstruksi bangunan dan pilihan material yang bisa menurunkan suhu itu tanpa meningkatkan penggunaan energi. Untuk itulah kompetisi OGRA diadakan. Atap menjadi bagian terpenting dari tropical passive design itu, dan akan menjadi matrik penilaian terpenting di kompetisi ini,” jelasnya. Bersama Olivier, Iwan, dan arsitek senior ternama Felino ‘Jun’ Palafox Jr dari Filipina, Ivan akan menjadi juri OGRA 2023.