Utang Pemerintah Terus Menggunung, Akhir Juli 2024 Tembus Rp8.502 Triliun

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia dibiayai dengan pola defisit. Artinya belanja dirancang lebih besar daripada pendapatan, alias lebih besar pasak daripada tiang.
Defisit APBN itu menurut kementerian Keuangan, ditempuh selaras dengan keputusan pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif.
Tahun ini defisit ditargetkan 2,29 persen dari PDB, dengan realisasi hingga akhir Juli 2024 mencapai 0,41 persen dari PDB. Defisit anggaran itu dibiayai atau ditutupi dengan utang.
Dari tahun ke tahun nilai utang pemerintah itu terus meningkat. Per 31 Juli 2024 outstanding utang pemerintah mencapai Rp8.502,69 triliun. Meningkat Rp57,82 triliun dibanding Juni 2024. Per akhir Juni 2024 outstanding utang pemerintah tercatat Rp8.444,87 triliun, bertambah Rp91,85 triliun dibanding Mei 2024.
Mengutip APBN Kita Agustus 2024 yang dipublikasikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi pembiayaan APBN dengan utang sampai akhir Juli 2024 mencapai Rp266,33 triliun atau 41,1 persen dari target.
Berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp253,00 triliun dan pinjaman Rp13,33 triliun. “Penerbitan SBN di pasar domestik menjadi prioritas dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN (dengan utang), guna mengendalikan risiko,” tulis Kemenkeu.
Kemenkeu menyebutkan, 70,96 persen utang pemerintah berasal dari dalam negeri, sisanya utang luar negeri atau valas. Berdasarkan instrumen, 87,76 persen utang pemerintah berupa SBN, sisanya pinjaman.
Utang pemerintah dalam bentuk SBN mencapai Rp7.642,25 triliun. Terdiri dari SBN domestik Rp5.993,44 triliun, yang berasal dari Surat Utang Negara (SUN) Rp4.797,21 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp1.196,23 triliun.
Sedangkan utang pemerintah berupa SBN valuta asing per akhir Juli 2024 mencapai Rp1.468,81 triliun. Terdiri dari SUN Rp1.073,27 triliun dan SBSN Rp359,54 triliun.
Utang pemerintah dalam bentuk pinjaman per akhir Juli 2024 mencapai Rp1.040,44 triliun. Terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp39,95 triliun dan pinjaman luar negeri Rp1.000,49 triliun.
Untuk pinjaman luar negeri, sebanyak Rp269,32 triliun merupakan pinjaman bilateral, Rp602,46 triliun pinjaman multilateral, dan Rp128,71 triliun pinjaman komersial dari perbankan.
Per akhir Juli 2024 lembaga keuangan memegang 39,6 persen kepemilikan SBN domestik. Terdiri dari perbankan 20,5 persen, serta perusahaan asuransi dan dana pensiun 19,1 persen.
Sementara kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia mencapai 24,3 persen, dan asing 14,0 persen. Sedangkan kepemilikan investor individu di SBN domestik mencapai 8,7 persen, naik dari di bawah 3 persen pada 2019.
Baca juga: Triwulan II Utang Luar Negeri Pemerintah Kembali Turun, Swasta Meningkat
Rasio utang per akhir Juli 2024 tercatat 38,68 persen terhadap Produk Domestik Bruto. “Konsisten terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara,” tulis Kemenkeu.
Rasio utang terhadap PDB itu menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya, seiring kenaikan PDB. Rasio utang pemerintah terhadap PDB tahun 2021, 2022, dan 2023 tercatat 40,74 persen, 39,70 persen, dan 39,21 persen.
Pemerintah mengklaim, mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang, dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Per akhir Juli 2024 profil jatuh tempo utang pemerintah cukup aman, dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) 8,00 tahun.
Pengelolaan utang pemerintah yang disiplin turut menopang hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit terhadap sovereign rating Indonesia.
Terbaru, S&P kembali mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada ‘BBB’ dengan outlook stabil pada akhir Juli 2024.
“S&P menilai Indonesia berhasil menjaga stabilitas fiskal dengan kebijakan yang hati-hati. Selain itu, rasio utang pemerintah Indonesia terhadap PDB relatif rendah dibanding peers pada level investment grade,” tulis Kemenkeu.