Senin, Oktober 20, 2025
HomeNewsEkonomiKemenperin: Permendag 8/2024 Penyebab PMI Manufaktur Terus Terkontraksi

Kemenperin: Permendag 8/2024 Penyebab PMI Manufaktur Terus Terkontraksi

Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis S&P Global Market Intelligence, Jumat (1/11/2024), mengungkapkan, pada Oktober 2024 PMI Manufaktur Indonesia kembali terkontraksi ke level 49,2 (<50), sama dengan PMI September 2024.

Dengan demikian 4 bulan beruntun PMI Manufaktur Indonesia terkontraksi. Yakni, Juli dengan indeks 49,3, Agustus (48,9), September (49,2), dan Oktober (49,2). PMI <50 disebut kontraksi (merosot), >50 ekspansi (menguat).

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menyatakan tidak kaget dengan kontraksi itu. “Selama belum ada kebijakan signifikan untuk mendukung sektor manufaktur dan melindungi pasar dalam negeri seperti revisi Permendag 8/2024, kita tidak kaget PMI manufaktur terus kontraksi,” katanya Jum’at (1/11/2024).

Febri menuturkan, PMI manufaktur Indonesia Oktober 2024 itu merupakan bukti konkrit dampak buruk Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8/2024 tersebut. Alasannya, Permendag itu telah membuat pasar Indonesia dibanjiri produk jadi impor yang sama dengan yang diproduksi di dalam negeri.

Ia menyebut Permendag No. 8/2024 menghilangkan aturan penerbitan Persetujuan Teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian untuk impor produk pakaian jadi.

Dari 518 kode HS kelompok komoditas yang direlaksasi impornya melalui Permendag itu, 88,42 persen atau 458 komoditas merupakan kode HS barang jadi yang sudah bisa diproduksi oleh industri dalam negeri.

Karena itu Febri mempertanyakan pernyataan Menteri Perdagangan yang menyebut Permendag Nomor 8/2024 bertujuan melindungi industri dalam negeri, terutama industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

“Faktanya justru sebaliknya. Permendag itu tidak mensyaratkan Pertek atau rekomendasi untuk impor barang jadi ke Indonesia, sehingga semua produk TPT terutama produk jadi, dibukakan pintu impor seluas-luasnya,” jelas Febri.

Ia menegaskan lagi, Kemenperin tidak bisa bertindak sendiri dalam menjaga iklim kondusif bagi industri pengolahan dalam negeri. Kebijakan kementerian/lembaga (K/L) lain juga sangat menentukan.

“Kemenperin sudah meng-exercise semua tugas pokok dan fungsi sebagai pembina industri demi mendongkrak pertumbuhan manufaktur. Karena itu kami berharap K/L yang punya kebijakan terkait manufaktur bersinergi, dengan merilis kebijakan yang berdampak positif bagi industri pengolahan,” ujar Febri.

Baca juga: Produk Impor, Daya Beli, dan Melempemnya Sektor Properti Pengaruhi Stagnasi Industri Pengolahan

Salah satu kebijakan K/L lain yang saat ini mendesak dirilis, adalah pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) pakaian jadi.

Kemenperin sudah mengusulkan BMTP pakaian jadi itu dan kemudian dibahas di Bandung. Namun K/L terkait masih menolak usulan tersebut.

“Sektor industri benar-benar butuh perlindungan pasar untuk produk jadi atau produk hilir. Jadi, perlu segera tindakan nyata agar industri manufaktur domestik bisa bertahan,” pungkas Febri.

Di tempat terpisah, pada hari yang sama Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita bertemu Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, menyepakati manufaktur sebagai leading sector pembangunan ekonomi.

Berita Terkait

Ekonomi

Program Magang Berbayar Dibuka Lagi November, Kali Ini Untuk 80 Ribu Sarjana/Diploma

Pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sudah meresmikan peluncuran...

Senin Besok Penyaluran BLT Rp900.000/KK untuk 35 Juta KK Dimulai

Untuk mendongkrak daya beli masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi,...

Menko Airlangga: Bisa Jaga Pertumbuhan 5 Persen Per Tahun, Indonesia Jadi Negara Bright Spot

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut satu tahun...

Berita Terkini