Kementerian PKP Bahas Konsep Hunian Berkelanjutan Melalui Seminar Internasional

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menggelar seminar internasional “Sustainable Housing, Building and Cities” di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Seminar ini merupakan kerjasama Kementerian PKP dengan The Building Center of Japan (TBCJ), Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), serta Organisation of Economic Co-Operation and Development (OECD).
Wakil Menteri (Wamen) PKP Fahri Hamzah mengatakan, seminar ini penting mengingat isu dalam aktivitas perumahan sangat banyak dan tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah, sehingga diperlukan berbagi pengalaman dan teknologi lewat diskusi pemerintah dengan dunia swasta, praktisi, dan akademisi.
“Saya juga merasa ini momentum yang sangat penting bagi Indonesia dan Jepang untuk betul-betul memiliki platform kerjasama yang lebih konkret di bidang perumahan, bangunan, permukiman, dan berbagai sektor yang kira-kira masih harus dihadapi terutama oleh masyarakat Indonesia,” katanya.
Dalam realisasi program 3 juta rumah, Fahri juga menyebut perlu adanya dukungan dari pihak swasta baik lokal maupun internasional. Lewat seminar internasional ini, ditargetkan setidaknya Jepang dapat membantu dalam penyediaan data dan teknologi untuk perumahan yang ramah lingkungan.
Baca juga: Wamen PKP Beberkan Konsep Mixed Use Yang Sudah Sering Diulas
Kendati dari Jepang sendiri belum menyebut terkait investasi yang ingin ditanamkan di sektor perumahan, dari sisi teknologi setidaknya ada yang bisa diupayakan. Misalnya bagaimana pola investasi pembangunan perumahan yang cocok untuk lokasi di perkotaan dengan kendala lahan yang sempit namun kebutuhan yang besar.
Angka 3 juta rumah yang menjadi program pemerintah juga mendorong minat investor seperti dari Qatar yang sudah meneken perjanjian untuk pembangunan 1 juta unit hingga komitmen tambahan 5 juta unit.
“Sementara untuk pembangunan perumahan di pedesaan akan difokuskan menggunakan anggaran dari APBN. Hal ini karena di desa akan lebih sulit menerapkan model bisnisnya dengan mayoritas telah memiliki rumah hanya saja tidak layak huni,” imbuh Fahri.