Risiko Investasi Indonesia Terus Menurun, Tapi Modal Asing Masih Lebih Banyak yang Keluar

Surat utang terbitan pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia (BI) adalah dua instrumen yang banyak dijadikan pemilik modal asing menempatkan duitnya di Indonesia, karena menjanjikan imbal hasil atau yield yang lebih tinggi.
Sebagai contoh, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun terbitan pemerintah Indonesia, pada Jum’at, 3/6/2025, tercatat di level 6,66 persen.
Menurun dibanding akhir pekan lalu yang tercatat di level 6,81 persen, namun jauh lebih tinggi dibanding yield surat utang pemerintah AS atau US Treasury (UST) Note tenor 10 tahun misalnya, yang berada di level 4,359 persen per tahun.
Karena itu kendati yield SBN 10 tahun itu menurun, investor asing tetap bersemangat menaruh dananya di SBN. Apalagi premi investasi atau credit default swap (CDS) Indonesia 5 tahun terus melandai.
BI melaporkan, Jum’at (13/6/2025), pada 12 Juni 2025 premi CDS Indonesia 5 tahun tercatat sebesar 73,47 bps, menurun dibanding 6 Juni 2025 sebesar 75,92 bps. Sudah lebih rendah dibanding premi CDS Indonesia 5 tahun pada 20 Juni 2024 yang tercatat sebesar 76,04 bps.
Karena itu kalau pekan lalu asing atau non residen menarik keluar investasi portofolionya (jual neto) Rp4,48 triliun dari Indonesia, pekan ini sebaliknya.
Baca juga: Premi Risiko Investasi Indonesia Kian Rendah, Tapi Modal Asing Malah Kabur
Menurut BI, berdasarkan data transaksi 10 – 12 Juni 2025, nonresiden tercatat beli neto (masuk bersih) sebesar Rp5,20 triliun ke Indonesia. Terdiri dari beli neto Rp0,83 triliun di pasar saham dan Rp5,08 triliun di pasar SBN, serta jual neto Rp0,71 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Namun, demikian secara agregat selama 2025 (s.d. 12 Juni 2025), aliran modal asing portofolio masih lebih banyak yang keluar ketimbang yang masuk.
Sampai 12 Juni 2025 BI mencatat asing menarik keluar (jual neto) duitnya Rp47,54 triliun di pasar saham dan Rp21,82 triliun di SRBI, serta menempatkan dana (beli neto) Rp53,91 triliun di pasar SBN.
Dengan demikian aliran keluar modal asing masih jauh lebih banyak (Rp69,36 triliun) dibanding yang masuk (Rp53,91 triliun), kendati selisihnya (Rp15,45 triliun) terus mengecil dibanding pekan lalu yang tercatat sebesar Rp19,31 triliun.