Senin, Oktober 20, 2025
HomeNewsEkonomi1.641 Industri Bangun Fasilitas Produksi Baru Senilai Rp803 Triliun, Serap 3 Juta...

1.641 Industri Bangun Fasilitas Produksi Baru Senilai Rp803 Triliun, Serap 3 Juta Pekerja

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membantah tegas pernyataan yang menyebutkan, badai PHK masih terjadi di sektor manufaktur (industri pengolahan).

Bantahan disampaikan merespons pernyataan Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdan, dan data kementerian/lembaga lain, yang menyebut soal badai PHK di sektor yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi itu.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief menyatakan, narasi mengenai dominasi PHK di industri manufaktur itu perlu dilihat secara lebih proporsional, didukung data yang akurat dan analisis, serta penjelasan lebih komprehensif.

Ia mengakui, beberapa subsektor industri mengalami pengurangan tenaga kerja. Tapi, hal itu merupakan residu kebijakan relaksasi impor sebelumnya sehingga produk impor murah membanjiri pasar Indonesia.

“PHK tersebut tidak mencerminkan kondisi umum sektor industri. Bu Shinta (Apindo) termasuk pendukung kebijakan relaksasi impor Mei 2024, yang membuat pasar domestik banjir produk impor murah, menekan utilisasi industri dalam negeri dan pengurangan tenaga kerja. Terutama pada sektor padat karya seperti industri tekstil dan alas kaki,” ujar Febri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (29/7).

Ia mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS yang menyebutkan, jumlah tenaga kerja di industri pengolahan mengalami penurunan karena melemahnya aktivitas manufaktur akibat banjir produk impor murah di pasar domestik.

Per Februari 2025, jumlah tenaga kerja sektor industri tercatat 19,60 juta orang, merosot tajam dibanding Agustus 2024 sebanyak 23,98 juta orang. Ini terjadi sejak pemberlakuan kebijakan relaksasi impor yang residunya masih dirasakan sampai sekarang.

baca juga: Mei PMI Manufaktur Indonesia Membaik Tapi Masih di Zona Kontraksi

Saat ini, Febri menyebutkan, indikator kinerja industri sudah menunjukkan tren yang positif, khususnya dalam penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), selama semester I 2025, sebanyak 1.641 perusahaan melaporkan sedang membangun fasilitas produksi baru dengan nilai investasi Rp803,2 triliun, dengan potensi penyerapan pekerja 3,05 juta orang.

“Angka ini jelas jauh lebih besar dibanding jumlah PHK yang disampaikan kementerian/lembaga lain atau asosiasi pengusaha,” tegas Febri.

Produksi manufaktur pada Juni 2025 juga menunjukkan kinerja ekspansif. Berdasarkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kemenperin, IKI Juni 2025 mencapai 52,50, yang berarti lebih dari 50 persen industri menyatakan kinerja mereka lebih baik dari bulan sebelumnya termasuk penyerapan tenaga kerjanya.

Kinerja industri berorientasi ekspor dan pasar domestik juga ekspansif yang ditunjukkan masing-masing oleh IKI ekspor sebesar 52,19 dan IKI domestik 51,32. Ekspansifnya tiga indikator kinerja manufaktur itu berarti, permintaan, produksi dan penyerapan tenaga kerja di industri manufaktur lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya.

Baca juga: Menperin: Manufaktur Serap 1.082.998 Pekerja Baru Dibanding 48.345 yang di-PHK

Febri optimistis serapan tenaga kerja di sektor industri, terutama industri padat karya akan terus meningkat ke depan. Optimisme ini didukung empat hal:

Pertama, pemerintah telah menerbitkan revisi kebijakan relaksasi impor atau Permendag 8 tahun 2024 itu. Meski kebijakan baru ini baru berlaku dua bulan ke depan, semangatnya telah ditangkap industri dalam negeri terutama industri yang berorientasi pasar domestik.

Revisi kebijakan relaksasi impor itu, diharapkan mengendalikan volume produk impor murah ke pasar domestik dan kembali mendongkrak utilisasi produksi serta penyerapan tenaga kerja manufktur Indonesia.

Kedua, Kemenperin telah merampungkan proses harmonisasi antar kementerian terkait Rancangan Permenperin KIPK (Kredit Industri Padat Karya). RPermenperin akan diterbitkan bersamaan dengan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) yang juga masih dalam proses. Dengan Permenperin itu, sekitar 2.722 industri pada karya berpeluang menikmati insentif, yang membantu mereka untuk tidak melakukan PHK, meningkatkan utilisasi produksi, dan daya saing produknya.

Ketiga, kesepakatan dagang yang dicatat Presiden Prabowo dengan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa, yang telah menggairahkan industri dalam negeri terutama yang berorientasi ekspor.

Baca juga: 8 Industri Rawan PHK Karena Relaksasi Impor Produk Jadi. Revisi Permendag Disambut

Kemenperin juga telah menerima laporan dari beberapa industri dalam negeri yang sebelumnya berorientasi domestik, untuk mulai mengarahkan produknya ke pasar Amerika dan Uni Eropa pasca penandatanganan kesepakatan dagang tersebut.
Meningkatknya permintaan ekspor dan utilisasi produksi pasca kesepakatan dagang itu, akan melindungi pekerja industri dari PHK dan juga menyerap tenaga kerja lebih banyak.

Keempat, Kemenperin akan meningkatkan demand produk manufaktur untuk memenuhi kebutuhan pemerintah melalui reformasi tata kelola TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri).

Reformasi akan membuat proses penghitungan TKDN menjadi lebih mudah, cepat, dan efisien. Skor TKDN yang tinggi akan meningkatkan aksesibilitas produk dalam negeri dalam belanja pemerintah, memperkuat permintaan industri lokal, meningkatkan utilisasi produksi dan menyerap tenaga kerja lebih banyak.

Berita Terkait

Ekonomi

Program Magang Berbayar Dibuka Lagi November, Kali Ini Untuk 80 Ribu Sarjana/Diploma

Pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sudah meresmikan peluncuran...

Senin Besok Penyaluran BLT Rp900.000/KK untuk 35 Juta KK Dimulai

Untuk mendongkrak daya beli masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi,...

Menko Airlangga: Bisa Jaga Pertumbuhan 5 Persen Per Tahun, Indonesia Jadi Negara Bright Spot

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut satu tahun...

Berita Terkini