Kementerian Keuangan menyatakan, pemerintah terus mengoptimalkan peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen utama dalam menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas harga barang.

Salah satu bentuk upaya menjaga daya beli masyarakat itu, adalah pemberian subsidi energi (BBM, listrik, dan LPG) serta pupuk untuk petani.

Hingga 31 Agustus 2025, realisasi subsidi dan kompensasi itu telah mencapai Rp218 triliun atau 43,7 persen dari pagu sebesar Rp498,8 triliun atau hampir Rp500 triliun. Jauh meningkat dibanding 2024 sebesar Rp386,9 triliun.

Hal itu disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta beberapa hari lalu.

Menurut Menkeu, realisasi subsidi dan kompensasi itu dipengaruhi oleh fluktuasi harga ICP (minyak mentah Indonesia), depresiasi nilai tukar rupiah, serta peningkatan volume barang bersubsidi.

Meskipun telah dilakukan penyesuaian harga BBM dan tarif listrik sejak 2022, sebagian besar harga jualnya belum mencapai tingkat keekonomian.

“Pemerintah tetap memberikan subsidi dan kompensasi, guna menanggung selisih harga keekonomian dengan harga yang dibayar masyarakat, sehingga masyarakat menikmati harga BBM, LPG, listrik, dan pupuk lebih murah,” kata Purbaya.

Misalnya, untuk Pertalite konsumen hanya membayar Rp10.000 per liter dari harga keekonomian Rp11.700, sehingga APBN harus menanggung Rp1.700 per liter atau 15 persen melalui kompensasi. Untuk solar masyarakat hanya membayar Rp6.800 per liter dari harga keekonomian Rp11.950, sehingga APBN menanggung Rp5.150 per liter atau sekitar 43 persen.

Baca juga: Selain Stimulus Rp24,4 Triliun dan Gaji ke-13 Rp49,3 Triliun, Pemerintah Juga Gelontorkan Rp446,24 Triliun untuk Jaga Pertumbuhan Ekonomi

Subsidi harga terbesar diberikan untuk LPG 3 kg, mencapai 70 persen dari harga keekonomiannya. Menkeu menyebut harga asli LPG 3 kg sebesar Rp42.750 per tabung, pemerintah mensubsidi Rp30.000 per tabung sehingga konsumen hanya membayar Rp12.750 per tabung.

“Ini bentuk keberpihakan fiskal (APBN) yang akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” ujar Menkeu.

Subsidi energi yang demikian besar, juga dipengaruhi oleh pemakaiannya yang meningkat. Hingga Agustus 2025, konsumsi BBM tumbuh sekitar 3,5 persen, LPG 3 kg tumbuh 3,6 persen, pelanggan listrik bersubsidi tumbuh 3,8 persen, dan penggunaan pupuk bersubsidi meningkat 12,1 persen.

“Ini peningkatan terbesar, yang mengindikasikan subsidi menjadi instrumen penting untuk menjaga kestabilan harga serta daya beli masyarakat. Namun, peningkatan pemakaian itu juga memerlukan perhatian agar penyaluran subsidi ke depan lebih terkendali dan tepat sasaran,” pungkas Menkeu.

Sehari setelah rapat kerja Menkeu dengan Komisi XI DPR itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut Menkeu salah membaca data soal harga asli LPG 3 kg.

“Mungkin Menkeu salah baca data, (masih baru jadi menkeu dan) masih butuh penyesuaian, mungkin belum dikasih masukan oleh dirjen atau timnya dengan baik,” kata Bahlil.

Namun, ia juga tidak mau menyebutkan harga keekonomian LPG 3 kg yang benar, dengan alasan saat ini Kementerian ESDM sedang merancang skema subsidi LPG agar lebih tepat sasaran, dengan melakukan penyesuaian data bersama BPS untuk memastikan subsidi hanya diterima oleh yang berhak.