Minggu, November 23, 2025
HomeNewsEkonomiLikuiditas Memadai, Tapi Bank Malas Turunkan Bunga. Ini Penyebabnya

Likuiditas Memadai, Tapi Bank Malas Turunkan Bunga. Ini Penyebabnya

Meski agak menurun, pertumbuhan jumlah uang beredar pada Oktober 2025 masih tinggi, mencapai 7,7 persen (yoy) dibanding September 8 persen (yoy) menjadi Rp9.783,1 triliun. Itu berarti likuiditas perekonomian atau jumlah uang untuk bertransaksi masih sangat memadai.

Apalagi, penurunan itu langsung direspon Menteri Keuangan dengan menambah likuiditas di pasar Rp76 triliun melalui bank-bank BUMN, setelah yang pertama pada September sebesar Rp200 triliun.

Sebagai perbandingan, sepanjang April-Agustus 2025 pertumbuhan jumlah uang beredar hanya berada di kisaran 4-6 persenan (yoy).

Likuiditas yang memadai itu juga tercermin dari kapasitas pembiayaan perbankan. Terlihat dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang meningkat 29,47 persen, dan penghimpunan simpanan masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh 11,48 persen (yoy) pada Oktober 2025.

Sebagai perbandingan, pada Mei 2025 pertumbuhan DPK perbankan hanya 3,9 persen (yoy), dan mulai meningkat pesat pada Juni menjadi 6,96 persen (yoy) dan 8 persen pada Agustus 2025.

Baca juga: Pak Menkeu, Masalahnya Sektor Riil yang Melempem, Kok Solusinya Guyur Likuiditas?

Menurut laporan Bank Indonesia (BI) yang dirilis pekan ini, peningkatan pesat likuiditas di pasar itu didorong ekspansi keuangan pemerintah berupa belanja yang makin intensif, dan penempatan dana SAL Rp200 triliun di bank-bank BUMN itu.

Diperkuat oleh kebijakan pelonggaran likuiditas (antara lain melalui penurunan BI Rate), dan insentif ikuiditas kepada perbankan melalui Kebijakan Insentif Makroprudensial (KLM), oleh Bank Indonesia.

BI memandang, peningkatan pesat likuiditas di pasar itu, seharusnya diikuti dengan penurunan bunga perbankan dengan lebih cepat demi mendorong penyaluran kredit dan pertumbuhan ekonomi.

BI sendiri sepanjang tahun ini hingga Oktober 2025, sudah menurunkan BI-Rate sebesar 125 bps (1,25 persen). Penurunan bunga acuan itu sudah diikuti penurunan bunga INDONIA sebesar 203 bps (2,03 persen), dari 6,03 persen pada awal 2025 menjadi 4 persen pada 18 November 2025.

IndONIA atau Indonesia Overnight Index Average, adalah indeks suku bunga acuan untuk transaksi pinjam-meminjam rupiah tanpa agunan antarbank untuk jangka waktu semalam (overnight).

Juga turun suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) tenor 6, 9, dan 12 bulan, masing-masing sebesar 254 bps, 256 bps, dan 257 bps sejak awal 2025, menjadi 4,62 persen, 4,65 persen, dan 4,69 persen pada 14 November 2025.

Ikut menurun imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 2 tahun sebesar 226 bps, dari 6,96 persen pada awal 2025 menjadi 4,70 persen pada 18 November 2025, dan SBN tenor 10 tahun sebesar 113 bps dari tingkat tertinggi 7,26 persen pada medio Januari 2025 menjadi 6,13 persen.

Baca juga: Bank Tidak Kekurangan Likuiditas, Simpanan Masyarakat Terus Meningkat

Sebaliknya, penurunan BI Rate itu tidak diikuti penurunan bunga perbankan secara signifikan, baik bunga simpanan maupun kredit. Kalau BI-Rate sudah turun 125 bps, bunga deposito 1 bulan hanya turun 56 bps dari 4,81 persen pada awal 2025 menjadi 4,25 persen pada Oktober 2025.

Hal itu, menurut BI, terutama disebabkan oleh pemberian bunga khusus atau special rate kepada deposan besar. Hal itu mempengaruhi bunga dana perbankan, karena DPK deposan besar mencapai 27 persen dari total DPK perbankan.

Bunga dana masih tinggi, bunga kredit pun mengikuti. “Penurunan bunga kredit perbankan bahkan berjalan lebih lambat. Hanya 20 bps dari 9,20 persen pada awal 2025 menjadi 9 persen pada Oktober 2025,” tulis laporan BI.

Berita Terkait

Ekonomi

Oktober Kredit Properti Mulai Meningkat, Didorong Kredit Real Estat

Penyaluran kredit perbankan masih memprihatinkan. Menurut laporan uang beredar...

Jelang Akhir Tahun, Deposito di Bank Menurun, Tabungan Meningkat

Laporan uang beredar yang dipublikasikan Bank Indonesia akhir pekan...

Uang Beredar Sedikit Turun, Menkeu Tambah Likuiditas Perbankan Rp76 Triliun

Uang beredar adalah indikator aktivitas ekonomi. Kenaikan atau penurunan...

Berita Terkini