Minggu, November 23, 2025
HomeNewsEkonomiPasar Makin Dibanjiri Likuiditas

Pasar Makin Dibanjiri Likuiditas

Tiga kebijakan moneter diambil Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Yaitu, penurunan suku bunga acuan BI-Rate, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan ekspansi likuiditas.

Mengutip hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, 18-19 November 2025, yang dirilis Rabu (19/11/2025), BI-Rate telah turun 150 bps (1,5 persen) sejak September 2024 menjadi 4,75 persen hingga Oktober 2025, yang merupakan level terendah sejak tahun 2022.

Stabilisasi nilai tukar rupiah terus diperkuat dengan intervensi di pasar off-shore melalui NDF, dan intervensi di pasar domestik melalui pasar spot, DNDF, serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

BI juga menetapkan suku bunga instrumen moneter valas yang kompetitif, untuk menjaga daya tarik penempatan dana di Indonesia yang dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.

Ekspansi likuiditas ditempuh BI melalui penurunan instrumen moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dari Rp916,97 triliun pada awal tahun menjadi Rp699,30 triliun pada 17 November 2025.

BI juga membeli SBN sebagai bentuk sinergi erat antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, yang hingga 18 November 2025 mencapai Rp289,91 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp212,60 triliun.

Dengan penurunan SRBI dan pembelian SBN termasuk melalui debt switching, jumlah uang atau likuiditas untuk bertransaksi di pasar pun membesar.

Baca juga: Banjir Likuiditas, Inflasi Pun Meninggi, Oktober 2025 Tertinggi Dalam 5 Tahun Terakhir

BI juga terus memperkuat kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dan akselerasi digitalisasi sistem pembayaran, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Hingga minggu pertama November 2025, total insentif KLM mencapai Rp404,6 triliun. Disalurkan kepada kelompok bank BUMN Rp179,4 triliun, BUSN (bank-bank swasta) Rp179,9 triliun, BPD Rp39,3 triliun, dan KCBA (bank asing) Rp6 triliun.

Insentif KLM disalurkan perbankan berupa kredit ke sektor-sektor prioritas yang bedampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Yakni, sektor pertanian, perdagangan dan manufaktur, real estate, perumahan rakyat dan konstruksi, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, ultra Mikro, dan ekonomi hijau.

BI juga memperkuat implementasi KLM berbasis kinerja dan berorientasi ke depan, yang berlaku efektif mulai 1 Desember 2025.

Dalam penguatan itu, insentif likuiditas diberikan kepada bank yang berkomitmen menyalurkan kredit ke sektor-sektor tertentu (lending channel) dan menetapkan bunga kredit yang sejalan dengan arah suku bunga kebijakan BI (interest rate channel).

Implementasi penguatan KLM tersebut diprakirakan memberikan tambahan insentif likuiditas sekitar Rp18,5 triliun dari insentif KLM saat ini.

Ekspansi likuiditas itu, termasuk penempatan dana SAL pemerintah di bank-bank HIMBARA Rp200 triliun dan akan ditambah lagi Rp76 triliun, berdampak pada peningkatan jumlah uang beredar.

Pertumbuhan uang Primer (M0) Adjusted, yaitu uang primer yang telah menetralisasi dampak penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) bank di BI karena pemberian KLM, mencapai 14,38 persen (yoy) pada Oktober 2025, dibanding pertumbuhan M0 tanpa memperhitungkan dampak KLM yang hanya 7,75 persen (yoy).

M0 adalah uang yang beredar di masyarakat (kertas dan logam) serta simpanan giro bank umum di Bank Indonesia atau GWM.

Tingginya pertumbuhan M0 Adjusted itu dipengaruhi oleh ekspansi keuangan pemerintah (peningkatan belanja dan pengalihan penempatan dana SAL dari rekening pemerintah di BI ke perbankan), yang tercermin dari ekspansi tagihan bersih kepada pemerintah pusat (Net Claims on Government-NCG).

Baca juga: Banjir Likuiditas, Tapi Pelaku Usaha Emoh Ambil Kredit, Pilih Pakai Dana Sendiri

Sementara pelonggaran kebijakan moneter berdampak pada pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2), yang meningkat dari 5,46 persen (yoy) pada Januari 2025 menjadi 8,02 persen (yoy) pada September 2025.

M2 adalah total uang yang beredar di perekonomian, mencakup uang kartal (uang tunai dan logam), uang giral (seperti giro), dan uang kuasi (simpanan berjangka, tabungan, dan valuta asing).

Kenaikan pertumbuhan M2 itu, dipengaruhi oleh pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) dari 7,25 persen (yoy) pada Januari 2025 menjadi 10,72 persen (yoy) pada September 2025, sejalan dengan pertumbuhan uang kartal di luar bank umum dan BPR dari 10,30 persen (yoy) pada Januari 2025 menjadi 14,50 persen (yoy) pada September 2025.

M1 adalah uang yang paling likuid di suatu perekonomian, mencakup uang kartal (koin dan uang kertas) yang beredar di masyarakat dan uang giral (simpanan giro) di bank.

Ke depan Bank Indonesia memperkirakan, jumlah uang beredar makin meningkat, sejalan dengan ekspansi kebijakan fiskal pemerintah dan peningkatan kegiatan ekonomi.

Berita Terkait

Ekonomi

Oktober Kredit Properti Mulai Meningkat, Didorong Kredit Real Estat

Penyaluran kredit perbankan masih memprihatinkan. Menurut laporan uang beredar...

Jelang Akhir Tahun, Deposito di Bank Menurun, Tabungan Meningkat

Laporan uang beredar yang dipublikasikan Bank Indonesia akhir pekan...

Uang Beredar Sedikit Turun, Menkeu Tambah Likuiditas Perbankan Rp76 Triliun

Uang beredar adalah indikator aktivitas ekonomi. Kenaikan atau penurunan...

Berita Terkini