Sabtu, September 6, 2025
HomeFintechJawab Keputusan MA, OJK Janji Makin Perkuat Perlindungan Konsumen Pinjol

Jawab Keputusan MA, OJK Janji Makin Perkuat Perlindungan Konsumen Pinjol

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghormati putusan Mahkamah Agung Nomor 1206 K/PDT/2024, terkait gugatan citizen lawsuit praktik pinjaman online (pinjol) yang diajukan para penggugat sejak tahun 2021.

Gugatan itu antara lain meminta OJK sebagai salah satu tergugat, membuat peraturan dan memperkuat pengawasan guna menjamin perlindungan hukum bagi seluruh pengguna aplikasi pinjol dan masyarakat.

Menurut Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa, OJK telah dan terus melakukan upaya penguatan industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI), atau financial technology peer-to-peer lending (P2P lending), sekaligus melakukan perlindungan konsumen dan masyarakat.

“OJK telah mengeluarkan berbagai ketentuan dan roadmap LPBBTI 2023-2028. Tujuannya meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan, mendorong industri agar dapat berkembang secara sehat, berintegritas dan kontributif, serta memperkuat perlindungan konsumen,” katanya melalui keterangan resmi, Kamis (24/7/2024).

Aman menjelaskan, OJK telah menerbitkan aturan mengenai fintech P2P lending. Yaitu, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI.

Dalam aturan tersebut, OJK mengatur beberapa hal antara lain:
1. Analisis pendanaan/proses uji kelayakan pengajuan pinjaman dengan memperhatikan kemampuan keuangan yang dimiliki oleh Penerima Dana;
2. Penyelenggara wajib memenuhi ketentuan batas maksimum manfaat ekonomi Pendanaan dalam memfasilitasi Pendanaan. Manfaat ekonomi yang dikenakan oleh Penyelenggara adalah tingkat imbal hasil, termasuk:
a. Bunga/margin/bagi hasil;
b. Biaya administrasi/biaya komisi/fee platform/ujrah yang setara dengan biaya dimaksud; dan
c. Biaya lainnya, selain denda keterlambatan, bea meterai, dan pajak.
3. Pembatasan akses data berupa camera, microphone, dan location,
4. Muatan isi minimum perjanjian dalam rangka transparansi dan pelindungan hak-hak Pengguna.
5. Pengenaan sanksi administratif terhadap Penyelenggara fintech P2P lending yang melanggar ketentuan aspek kepatuhan terhadap POJK tersebut.

Selain itu OJK juga telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengingatkan dan meminta penyelenggara fintech P2P lending dan Asosiasi fintech P2P lending untuk melakukan langkah-langkah dan mitigasi risiko yang diperlukan agar produk atau layanan keuangan fintech P2P lending tidak digunakan sebagai sarana kejahatan ekonomi seperti judi online, pencucian uang, pendanaan terorisme, pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, maupun tindak kejahatan ekonomi lainnya.
2. Meminta penyelenggara fintech P2P lending dan Asosiasi fintech P2P lending untuk memuat pernyataan peringatan kepada konsumen dengan menggunakan huruf kapital yang dapat menarik perhatian pembaca pada laman utama yang langsung dapat terlihat pada halaman website maupun aplikasi, seperti berikut:

PERINGATAN: “HATI-HATI, TRANSAKSI INI BERISIKO TINGGI. ANDA DAPAT SAJA MENGALAMI KERUGIAN ATAU KEHILANGAN UANG. JANGAN BERUTANG JIKA TIDAK MEMILIKI KEMAMPUAN MEMBAYAR. PERTIMBANGKAN SECARA BIJAK SEBELUM BERTRANSAKSI.”

3. Sedang menyusun peraturan tentang industri fintech P2P lending (Rancangan POJK), sebagai penyempurnaan atas regulasi sebelumnya yang berisi antara lain, penguatan kelembagaan, manajemen risiko, tata kelola (antara lain larangan pemegang saham pengendali/mayoritas sebagai pengelola/direksi penyelenggara) dan perlindungan konsumen, serta penguatan dukungan terhadap sektor produktif dan UMKM.

Pengaturan perlindungan konsumen dan masyarakat
Terkait perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 22 tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Dalam aturan tersebut, OJK mengatur beberapa hal seperti:

1. Kewajiban menjaga kerahasiaan dan keamanan data dan/atau informasi Konsumen;
2. Larangan membuat dan menggunakan perjanjian baku yang memuat klausul eksonerasi/eksemsi;
3. Sanksi atas penyebaran data pribadi;
4. Kewajiban PUJK memastikan penagihan kredit atau pembiayaan kepada Konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain:

a. tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen;
b. tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;
c. tidak kepada pihak selain konsumen;
d. tidak secara mengganggu;
e. terus menerus yang bersifat di tempat alamat penagihan atau domisili Konsumen;
f. hanya pada hari Senin sampai dengan Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00–20.00 waktu setempat; dan
g. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

5. Sanksi kepada PUJK yang melanggar ketentuan pelindungan konsumen.

Selanjutnya, mekanisme penanganan pengaduan Konsumen dan/atau masyarakat telah diatur pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.07/2020 tentang Penyelenggaraan Layanan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

OJK telah menyediakan Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) dan Kontak 157 melalui nomor telepon 157 atau whatsapp (081-157-157-157) serta email [email protected] sebagai kanal layanan konsumen sektor jasa keuangan.

Baca juga: Hingga Juni OJK Terima 14.052 Pengaduan, Paling Banyak Soal Fintech Lending

Dalam upaya penegakan ketentuan dan melindungi konsumen serta masyarakat, OJK telah melaksanakan off-site dan on-site supervision terhadap penyelenggara fintech P2P lending.

Sejak tahun 2020 hingga 12 Juli 2024, OJK telah mencabut 66 izin usaha penyelenggara fintech P2P lending. Pada periode Januari 2024 sampai dengan Juni 2024, OJK telah mengenakan sanksi administratif terhadap penyelenggara fintech P2P lending.

Terdiri dari 196 sanksi peringatan tertulis, 166 sanksi denda, 7 sanksi pembatasan kegiatan usaha, dan 1 (satu) pihak utama yang telah dikenakan sanksi penilaian kembali bagi pihak utama, serta terhadap 2 (dua) penyelenggara fintech P2P lending.

OJK telah melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti lebih lanjut. OJK juga telah melakukan moratorium perizinan baru penyelenggara fintech P2P lending sejak tahun 2020.

Pemberantasan pinjaman online ilegal
Di sisi lain, dalam mengoptimalkan pemberantasan pinjaman online ilegal, OJK bersama dengan 15 kementerian dan lembaga yang tergabung dalam Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas PASTI (sebelumnya disebut sebagai Satgas Waspada Investasi), sejak 2017 hingga Juni 2024 telah menghentikan 8.271 entitas pinjaman online ilegal.

OJK mengimbau masyarakat untuk selalu berhati-hati, waspada, dan tidak menggunakan pinjaman online ilegal karena berpotensi merugikan masyarakat, termasuk risiko penyalahgunaan data pribadi peminjam.

Masyarakat yang mengetahui informasi tentang penawaran investasi, penghimpunan dan pengelolaan dana yang mencurigakan atau diduga ilegal, serta memberikan iming-iming imbal hasil/bunga yang tinggi (tidak logis), untuk melaporkan kepada Satgas PASTI melalui email [email protected].

Berita Terkait

Ekonomi

Berita Terkini