Himperra Siap Tingkatkan Pembangunan Rumah 3 Kali Lipat Asal…

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) meminta para developer Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), meningkatkan pembangunan rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tiga kali lipat.
Permintaan Menteri PKP itu diungkapkan Ari T Priyono, Ketua Umum Himperra, dalam sambutannya pada pembukaan Rakernas Himperra di Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Selain Menteri PKP yang membuka rakernas dan menyampaikan sambutan, turut berbicara dalam acara itu antara lain Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, Dirjen Perbendaharaan Negara Astera Primanto Bhakti, dan Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu.
Menurut Ari, selama ini pengembang Himperra rata-rata membangun sekitar 50.000 rumah per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 30.000-33.000 unit merupakan rumah subsidi, dan sisanya rumah menengah nonsubsidi seharga Rp200-400 jutaan.
“Waktu audiensi ke menteri PKP, kita diminta menaikkan realisasi pembangunan rumah itu tiga kali lipat menjadi 150.000 unit per tahun,” kata Ari. Saat ini Himperra beranggotakan sekitar 2.900 developer dari awal berdiri tahun 2018 baru 500 developer.
Ari menyatakan kesanggupan Himperra memenuhi permintaan tersebut, sepanjang didukung dengan pembiayaan subsidi yang memadai.
Pengembang dari Riscon Group itu menyatakan, peningkatan pesat pembangunan rumah subsidi, entah oleh Himperra atau developer dari asosiasi lain, sulit diwujudkan bila sasarannya hanya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) seperti saat ini.
“Peningkatan pembangunan rumah subsidi itu, juga perlu mempertimbangkan demand-nya. Tidak semua kelompok masyarakat mampu membeli rumah MBR seharga mulai dari Rp168 juta per unit kendati ada subsidi FLPP,” ujar Ari.
Baca juga: Kementerian PKP: Anggaran Program 3 Juta Rumah 2025 Minimal Rp196 Triliun
Kelompok masyarakat di desil 1-2 (kelompok dengan pendapatan terendah) misalnya, mungkin hanya mampu membeli rumah seharga Rp100 juta ke bawah.
Bila pemerintah memberikan subsidi kepada kelompok yang selama ini belum mendapat perhatian serius ini, demand rumah subsidi akan membesar.
Bank BTN sudah menawarkan skema KPR subsidi Rp75 juta dengan cicilan Rp400 ribu per bulan untuk kelompok dengan pendapatan terendah tersebut.
Selain itu ada kelompok masyarakat di desil 6-8 (menengah) yang tidak berminat dengan rumah MBR, karena kurang memenuhi preferensi mereka. Kelompok ini menginginkan rumah yang lebih baik seperti rumah menengah seharga Rp300 juta sampai Rp500 juta.
Karena itu Ari berpendapat, skim subsidi harus diperluas, mencakup mulai dari rumah seharga Rp100 juta sampai misalnya, maksimal Rp500 juta.
Komposisi pendanaan KPR-nya bisa dibuat baru menjadi misalnya 50:50 (50 persen dari pemerintah dan 50 persen dari bank penyalur KPR), periode subsidi dibatasi, misalnya maksimal 8-10 tahun, dan bunga KPR-nya bervariasi antara 5-7 persen per tahun.
“Dengan memperluas cakupan subsidi ke lebih banyak kelompok, demand rumah subsidi membesar, dan peningkatan pesat suplai rumah subsidi jadi matching dengan demand-nya,” pungkas Ari.