Kreatifitas dan Inovasi, Kunci Sukses di Bisnis Properti

Bisnis properti seperti halnya ekonomi, ada masa naik dan ada masa turun. Agar tetap bisa eksis di pasar, diperlukan passion (gairah) dan penguasaan di bidang yang digeluti, disertai kreatifitas dan inovasi.
Hal itu dikatakan Agus Soelistijo, co-founder dan Wakil Presiden Komisaris PT Indonesian Paradise Property Tbk (INPP/Paradise Indonesia), dalam sambutannya pada acara pengumuman Journalist Writing & Photo Competition III 2025 yang diadakan Paradise Indonesia di Jakarta, Kamis (13/3/2025).
“Jadi, bukan kekuatan modal yang dikemukakan, tapi kreatifitas, inovasi, dan passion di bidang yang digeluti, yang tercermin dari desain propertinya dan juga servis yang diberikan. Kalau kekuatan modal yang dikedepankan, tanpa passion dan kreatifitas, proyek akan gagal,” kata Agus.
Paradise Indonesia adalah pengembang puluhan hotel dan pusat perbelanjaan ikonik di sejumlah kota besar di Indonesia.
Untuk hotel sebutlah antara lain Sheraton Bali Kuta Resort, Aloft Bali Kuta at Beachwalk, Yello Kuta Beachwalk Bali, Maison Aurelia Sanur, Harris Hotel Kuta Tuban, Grand Hyatt Jakarta, Keraton at The Plaza, Harris Suites fX Sudirman, Cityloog Hotel Tebet, Hyatt Place Makassar, Harris Resort Waterfront Batam, dan Pop! Hotel Sangaji Yogyakarta.
Sedangkan untuk pusat perbelanjaan antara lain Plaza Indonesia dan fX Mall di Jakarta, 23 Paskal Shopping Center di Bandung, Beachwalk Shopping Center di Bali, dan 23 Semarang Shopping Center (sedang dibangun).
Agus bercerita, saat krisis moneter menjelang tahun 2000 semua bisnis terpuruk termasuk bisnis hotel dan pusat perbelanjaan. Kondisi itu tidak memungkinkan lagi membangun hotel dan pusat perbelanjaan kelas atas seperti Grand Hyatt dan Plaza Indonesia.
Tapi pada saat hampir bersamaan INPP melihat kelas menengah membesar. Kelompok ini yang umumnya berusia muda mulai senang plesiran, namun penghasilan mereka masih terbatas. Apalagi, pada saat bersamaan bermunculan maskapai penerbangan dengan tarif murah (low cost carrier).
Dari situ lahir kreatifitas INPP menawarkan Harris, hotel bintang tiga plus yang lebih terjangkau tarif sewanya bagi kaum menengah tersebut. Kemudian disusul hotel-hotel sejenis seperti Yello, Pop!, dan Aloft, selain hotel-hotel yang lebih tinggi seperti Hyatt dan Sheraton.
“Hotel-hotel bintang tiga plus itu diwarnai lebih ngejreng dengan warna merah dan oranye, juga pakaian karyawannya, tidak seperti hotel-hotel yang ada sebelumnya yang warnanya lebih konservatif. Belum ada hotel-hotel dengan warna demikian waktu itu,” jelas Agus.
Baca juga: Paradise Indonesia Kembangkan Proyek dengan Prinsip 4 M
Ia mengakui, kreatifitas itu juga berisiko gagal. Tapi, insting para pemilik INPP waktu itu meyakinkan inovasi tersebut akan berhasil. “Kenyataannya memang berhasil. Okupansi hotel-hotel itu selalu di atas 70 persen,” tukas Agus.
Hotel-hotel sukses, maka kreatifitas berlanjut. Harga tanah yang menjadi lokasi hotel-hotel tersebut sudah tinggi. Maka terpikirkan, apa yang harus dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatkan lahan hotel-hotel tersebut. dari situ muncul gagasan menggabungkannya dengan pusat belanja.
Dengan adanya pusat belanja, tamu hotel tidak perlu jauh-jauh mencari mal, karena sudah terintegrasi dengan hotel tempat mereka menginap.
Pusat belanjanya didesain tidak seperti mal-mal yang sudah ada sebelumnya yang lebih sebagai tempat belanja, tapi pusat belanja yang menawarkan pengalaman (experience) kepada pengunjung.
“Maka lahirlah eX, fX, Paskal, Beachwalk, dan Park23 Creative Hub. Semuanya juga sukses seperti hotel-hotel bintang tiga plus tersebut. Orang-orang berulang datang karena merasa asyik menikmati suasana malnya,” tutur Agus.
Surina, Direktur Keuangan INPP, yang juga hadir dalam acara tersebut, menyatakan, selama dua dekade keberadaannya, INPP memang fokus pada “operation”, bagaimana membuat semua hotel dan pusat perbelanjaannya tetap diminati pasar.
Semua proyek dipikirkan betul lokasi, desain dan target pasarnya. “Makanya proyek-proyek kami berkembang pesat, sehingga bisa mencapai 25 unit bisnis di delapan kota hingga saat ini, dibanding kurang dari 10 proyek pada dua dekade lalu,” tutupnya.