10 Negara dengan Perekonomian Terbesar 2025 Menurut IMF. China+AS Masih Sangat Dominan. Indonesia Nomor 7
World Economic Outlook (WEO) April 2025 yang dirilis Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), melaporkan proyeksi terbaru 10 negara dengan perekonomian terbesar di dunia tahun ini.
Dalam laporan itu, Indonesia ditempatkan IMF di peringkat 7 negara dengan perekonomian terbesar di dunia 2025, di atas Prancis dan Inggris. Sedangkan posisi puncak masih dipegang China diikuti Amerika Serikat (AS).
Pemeringkatan dilakukan berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) yang dihitung dengan metode Purchasing Power Parity (PPP).
Dengan PDB menurut PPP itu, PDB Indonesia disebut IMF mencapai USD4,983 triliun, sehingga menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di kawasan ASEAN dan salah satu motor pertumbuhan ekonomi global.
IMF mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 mencapai 5,31 persen, kemudian menurun menjadi 5,05 persen (2023), dan 5,03 persen (2024).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia itu terutama didorong oleh konsumsi domestik yang tetap kuat, reformasi struktural, dan percepatan transformasi digital, yang mendukung peningkatan daya beli nasional.
Dengan GDP USD4,983 triliun menurut PPP itu, IMF mencatat pendapatan per kapita penduduk Indonesia mencapai USD17.520 per tahun.
Namun, bila dihitung berdasarkan nominal, IMF memproyeksikan GDP Indonesia 2025 baru mencapai USD1,492 triliun atau peringkat 16 dunia. Dengan GDP nominal USD1,492 triliun itu, pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya USD5.247 atau sekitar Rp88 juta per tahun dengan kurs Rp16.800.
Perhitungan GDP dengan metode PPP dipakai IMF untuk membandingkan output ekonomi antarnegara dengan memperhitungkan perbedaan tingkat harga di setiap negara.
Artinya, PPP mengukur seberapa banyak barang dan jasa yang dapat dibeli oleh satu unit mata uang di masing-masing negara, sehingga memberikan gambaran yang lebih realistis tentang daya beli masyarakat dan ukuran ekonomi setiap negara.
Tidak seperti metode GDP nominal yang selama ini sering dipakai sebagai benchmark untuk mengukur kapasitas ekonomi sebuah negara IMF menilai metode PPP lebih akurat menggambarkan kekuatan ekonomi riil sebuah negara dan daya beli masyarakatnya, karena metode itu memperhitungkan selisih harga antarnegara.
Alasannya, harga makanan atau jasa di Jakarta tentu jauh lebih murah dibandingkan di New York, sehingga nilai mata uang rupiah secara domestik memiliki daya beli yang lebih tinggi.
Baca juga: IMF: Transformasi Ekonomi Indonesia Luar Biasa, Tapi Pertumbuhan 2024-2029 Akan Stagnan di 5 Persen
Yang menarik dari WEO April 2025 versi IMF itu, makin dominannya negara-negara Asia dalam daftar 10 negara dengan ekonomi terbesar berdasarkan GDP PPP itu. Selain Tiongkok, di dalamnya ada India, Indonesia, dan Jepang.
Di pihak lain, negara-negara berpopulasi besar lain seperti Nigeria, Pakistan, dan Bangladesh, belum masuk daftar meskipun punya potensi GDP PPP yang juga besar di masa depan.
Kendati demikian secara keseluruhan, China dan Amerika Serikat (AS) masih sangat mendominasi perekonomian dunia, sebagaimana tergambar dari daftar 10 negara dengan peringkat GDP PPP terbesar 2025 versi IMF ini:
1. Tiongkok – USD 39,44 triliun
2. Amerika Serikat – USD 30,34 triliun
3. India – USD 17,36 triliun
4. Rusia – USD 7,13 triliun
5. Jepang – USD 6,77 triliun
6. Jerman – USD 6,17 triliun
7. Indonesia – USD 4,98 triliun
8. Brasil – USD 4,89 triliun
9. Prancis – USD 4,49 triliun
10. Inggris – USD 4,42 triliun
Total nilai GDP PPP ke-10 negara dengan ekonomi terbesar di dunia berdasarkan PPP itu mencapai USD125,99 triliun. Sebanyak USD69,78 triliun dikuasai China dan AS atau 55,39 persen. Sedangkan sisanya USD56,21 triliun atau 44,61 persen terbagi ke 8 negara lainnya.
Jangan heran ketika kedua negara terbesar di dunia itu terlibat perang tarif yang brutal, semua negara di dunia ketar-ketir karena dampaknya bisa membuat ekonomi dunia menjadi gelap.
Bagi Indonesia sendiri, peringkat GDP nomor 7 dunia berdasarkan PPP itu menunjukkan ketangguhan dan potensinya dalam jangka panjang sebagai kekuatan ekonomi dunia, sekaligus pengingat untuk membangun ekonomi yang lebih inklusif alias bisa dinikmati secara lebih merata oleh seluruh masyarakatnya.
Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan pendapatan penduduk Indonesia yang tercermin dari gini ratio makin melebar.
Pada September 2024 mencapai 0,381, meningkat dibanding Maret 2024 yang tercatat sebesar 0,379. Peningkatan ketimpangan itu menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak dinikmati kalangan menengah atas dan atas.