Indonesia Catat Surplus Perdagangan Terbesar dengan AS, dengan Tiongkok Selalu Defisit

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, Jum’at (1/8/2025), surplus neraca perdagangan Indonesia masih berlanjut pada Juni 2025, karena nilai ekspor lebih besar daripada impor.
Ekspor mencapai USD23,44 miliar, naik 11,29 persen dibanding Juni 2024, impor mencapai USD19,33 miliar, naik 4,28 persen dibanding Juni 2024, sehingga selama Juni 2025 Indonesia mencatat surplus USD4,11 miliar.
“Dengan demikian selama 62 bulan berturut-turut tanpa putus sejak Mei 2020, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Jakarta, Jum’at (1/8/2025).
Sementara secara semesteran, nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari-Juni 2025 mencapai USD135,41 miliar, dibanding impor sebesar USD115,94 miliar.
Nilai ekspor Januari-Juni 2025 itu naik 7,70 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, impor meningkat 5,25 persen, sehingga Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan barang USD19,48 miliar, naik USD3,90 miliar dibanding Januari-Juni 2024.
Tiongkok, Amerika Serikat (AS), dan India, masih menjadi tiga besar negara tujuan utama ekspor Indonesia, dengan share 41,34 persen dari total ekspor non migas Indonesia pada Januari-Juni 2025.
Ekspor non migas ke Tiongkok mencapai USD29,31 miliar (22,83 persen), AS USD14,79 miliar (11,52 persen), dan India USD8,97 miliar (6,99 persen).
Ekspor ke Tiongkok didominasi besi dan baja, bahan bakar mineral, serta produk nikel. Ekspor ke AS didominasi mesin dan perlengkapan elektrik, alas kaki, serta pakaian dan aksesorisnya.
Baca juga: Surplus Perdagangan Indonesia Terus Berlanjut, Industri Pengolahan Jadi Penyumbang Terbesar
Secara keseluruhan, surplus perdagangan nonmigas sepanjang Januari-Juni 2025 sebagian besar ditopang lima komoditas utama. Yaitu, lemak dan minyak hewani/nabati dengan nilai ekspor USD15,74 miliar, bahan bakar mineral (USD13,28 miliar), besi dan baja (USD9,04 miliar), produk nikel (USD3,99 miliar), serta alas kaki (USD3,18 miliar).
Sementara dari nilai impor Januari-Juni 2025 sebesar USD115,94 miliar, sebanyak USD100,07 miliar merupakan impor nonmigas yang naik 8,60 persen. Sedangkan impor migas turun 11,91 persen menjadi USD15,86 miliar.
Peningkatan impor terjadi pada bahan baku atau penolong, serta barang modal. ”Nilai impor barang modal sebagai andil utama peningkatan impor, mencapai USD23,00 miliar atau naik 20,90 persen dibanding Januari-Juni 2024,” ujar Pudji.
Tiongkok masih menjadi negara utama asal impor non migas Indonesia dengan nilai USD40,00 miliar (39,97 persen). Diikuti Jepang USD7,47 miliar (7,47 persen), dan AS USD4,87 miliar (4,86 persen). Impor dari Tiongkok didominasi mesin dan peralatan mekanis, mesin dan perlengkapan elektrik, serta kendaraan dan bagiannya.
Dari sisi negara mitra, selama semester satu 2025, Indonesia mencatat surplus perdagangan nonmigas tertinggi dengan AS (USD9,92 miliar), India (USD6,64 miliar), dan Filipina (USD4,36 miliar).
“Komoditas penyumbang surplus terbesar dengan Amerika Serikat adalah mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, alas kaki, dan pakaian dan aksesorisnya,” ungkap Puji.
Sebaliknya, defisit terdalam perdagangan non migas Indonesia masih dengan Tiongkok (USD10,69 miliar), diikuti Australia (USD2,39 miliar), dan Brasil (USD0,83 juta).
“Defisit terbesar dengan Tiongkok disumbang oleh mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, serta kendaraan dan bagiannya,” tutup Puji.