Neraca Dagang RI Masih Terus Surplus, Ditopang Kenaikan Signifikan Ekspor Produk Manufaktur

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, sampai Juli 2025 neraca perdagangan barang Indonesia masih terus mencatat surplus. Dengan demikian selama 5 tahun 3 bulan tanpa terputus sejak Mei 2020, nilai ekspor Indonesia selalu melebihi impor.
Menurut Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS di Jakarta, Senin (1/9/2025), selama Januari-Juli Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan USD23,65 miliar, naik USD7,40 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu.
”Dengan demikian Indonesia mencatat surplus selama 63 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Surplus Januari–Juli 2025 ditopang surplus komoditas nonmigas USD34,06 miliar, sementara komoditas migas masih mengalami defisit USD10,41 miliar,” katanya.
Sebagai catatan, selama Januari-Juni 2025 Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan barang USD19,48 miliar, naik USD3,90 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu.
Dengan demikian selama Juli 2025 saja (bulanan), surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai USD4,17 miliar. Meningkat dibanding Juni 2025 sebesar USD4,11 miliar, kendati masih lebih rendah dibanding Mei 2025 sebesar USD4,30 miliar.
Baca juga: Surplus Perdagangan Indonesia Terus Berlanjut, Industri Pengolahan Jadi Penyumbang Terbesar
Ismartini menjelaskan, surplus neraca dagang Januari-Juli 2025 ditopang kenaikan nilai ekspor sebesar 8,03 persen dibanding Januari-Juli 2024.
Peningkatan terutama didorong oleh ekspor produk industri pengolahan yang mencatat nilai ekspor USD128,13 miliar, atau meningkat 17,40 persen.
Tiga besar negara tujuan ekspor Indonesia masih Tiongkok, Amerika Serikat, dan India. Mencapai 41,53 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia selama Januari-Juli 2025.
Ekspor nonmigas ke Tiongkok mencapai USD34,46 miliar atau meningkat 22,64 persen, disusul Amerika Serikat USD17,89 miliar atau naik 11,75 persen, dan India sebesar USD10,87 miliar atau naik 7,14 persen.
Ekspor ke Tiongkok didominasi besi dan baja, bahan bakar mineral, serta produk nikel, sedangkan ekspor ke Amerika Serikat kebanyakan berupa mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian dan aksesorisnya (rajutan), serta alas kaki.
Sementara impor Indonesia selama Januari-Juli 2025 mencapai USD136,51 miliar, atau hanya tumbuh 3,41 persen dibanding Januari-Juli 2024.
Penyumbang utamanya adalah impor nonmigas senilai USD118,13 miliar atau hanya naik 6,97 persen, sedangkan impor migas merosot 14,79 persen menjadi USD18,38 miliar.
Peningkatan impor terjadi pada bahan baku atau penolong serta barang modal. Nilai impor barang modal mencapai USD27,38 miliar atau naik 20,56 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Baca juga: Indonesia Catat Surplus Perdagangan Terbesar dengan AS, dengan Tiongkok Selalu Defisit
Tiongkok menjadi negara utama asal impor nonmigas Indonesia dengan nilai USD47,67 miliar (40,35 persen), diikuti Jepang USD8,77 miliar (7,43 persen), dan AS USD5,75 miliar (4,87 persen).
Secara keseluruhan surplus perdagangan nonmigas Januari-Juli 2025 terutama ditopang oleh lima komoditas utama. Yaitu, lemak dan minyak hewani/nabati (USD19,24 miliar), bahan bakar mineral (USD15,41 miliar), besi dan baja (USD10,70 miliar), produk nikel (USD4,77 miliar), serta alas kaki (USD3,77 miliar).