Minim Konstruksi Proyek Baru, Penyaluran Kredit Properti Makin Melempem
Penyaluran kredit properti terus menurun sejak awal tahun ini. Kalau pada Januari 2025 masih tumbuh 6,8 persen (yoy), pada Agustus tinggal 4,6 persen (yoy). Pada September 2025 penyalurannya makin turun, hanya tumbuh 4,3 persen (yoy).
Penyumbang penurunan adalah kredit konstruksi, yang makin anjlok dari minus 0,5 persen (yoy) pada Agustus 2025 menjadi minus 2,7 persen (yoy) pada September 2025, karena minimnya konstruksi proyek.
Pengembang fokus menyelesaikan dan memasarkan properti yang sudah hampir jadi dan siap huni, memanfaatkan insentif PPN hingga akhir tahun ini untuk transaksi properti yang sudah siap huni.
Sementara kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA) hanya tumbuh tipis dari 7,1 persen (yoy) menjadi 7,2 persen (yoy) dalam periode yang sama.
Kenaikan tipis itu juga disumbang penyaluran KPR subsidi FLPP yang menurut laporan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), meningkat lebih dari 22 persen tahun ini (Januari-20 Oktober 2025) menjadi 203.439 unit dibanding periode yang sama tahun lalu. KPR komersial masih lesu.
Yang meninggi pertumbuhannya kredit real estate (pembebasan dan pematangan lahan), dari 5,2 persen (yoy) menjadi 6,6 persen (yoy) pada September 2025, yang mengindikasikan para pengembang bersiap mengembangkan proyek baru untuk dirilis tahun depan.
Baca juga: Penyaluran Kredit Properti Agustus Membaik, Terutama Kredit Real Estat
Secara keseluruhan penyaluran kredit juga hanya tumbuh 7,2 persen (yoy) pada September 2025 dibanding 7 persen (yoy) pada Agustus 2025. Penopangnya kredit korporasi dari 9,9 persen menjadi 10,5 persen. Sedangkan kredit perorangan turun dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen, yang menunjukkan lemahnya daya beli.
Lemahnya daya beli itu dikonfirmasi oleh penurunan kredit modal kerja (KMK) dari 3 persen menjadi 2,9 persen, cermin kurang bergairahnya aktivitas dunia usaha dan penyerapan tenaga kerja, dan kredit konsumsi (KPR/KPA, KKB dan Kredit Multiguna) dari 7,7 persen menjadi 7,3 persen.
Sementara Kredit Investasi meningkat dari 13 persen menjadi 14,3 persen. Tapi, lebih banyak ditopang sektor pertambahan dan penggalian, serta sektor listrik, gas, dan air bersih, yang daya ungkitnya kecil terhadap penyerapan tenaga kerja dan daya beli atau konsumsi masyarakat.
Konfirmasi lain lemahnya daya beli itu terlihat dari penyaluran kredit kepada UMKM, yang mencakup 99 persen pelaku usaha di Indonesia, yang makin terpuruk, hanya 0,2 persen pada September 2025 dibanding 1,3 persen pada Agustus 2025.